Senin, 09 September 2013

[FF-Yunjae] Yaoi/PG-NC/MISSING LOVE/Chapter 5

Title : Missing Love

Author : Minhyan-ssi


Pairing : Yunjae


Legh : 5 of ?


Ratting : PG-17


Genre : Drama – Angst – Yaoi – NC


Cast :

- Jung Yunho
- Kim Jaejoong
- Etc

 FF ini terinspirasi dari drama I MISS YOU-nya presdir YJS.. akakakak… ah… boleh juga deh disebut njiplak drama I Miss You, yang jelas ni FF kubuat sebagai reflek dari drama I Miss You yang nguras emosi…

Ok, Happy reading all. . .


>>> 

At Seoul

Jaejoong berdiri agak gugup, di depan sebuah mewah yang mewah yag tentu jga sangat familiar baginya. Ia menyeritkan dahi, beberapa kali menekan bel rumah tersebut sama sekali tak ada respon. Rumah pun nampak sepi sekali, biasanya banyak pekerja yang di halaman sekedar untuk merapikan taman atau beberapa bodygruad yang berhaga di dekat gerbang  dan di halaman. Kali ini tidak ada. Oh, apa yang terjadi?Mendadak Jaejoongjadi agak khawatir.

“Jaejoong-ah,”

Panggilan halus seorang perempuan menyentakkan sedikit lamunan Jaejoong. Pria cantik itu lanyas membalikkan tubuhnya.

“Bibi Jang, apa yang kau disini?” tanya Jaejoong, melihat wanita paruh baya yang tak lain kepala pelayan di rumah mewah Yunho. Ia memang cukup akrab dengan bibi yang tetap terlihat cantik meski usianya tak lagi muda. Bibi Jang sering memberi masukan tentang masakan yang Jaejoong masak untuk Yunho. Seperti Yunho suka masakan seperti apa dan makanan yang pria tampan itu benci. Mereka sangat akrab ketika di dapur.

“Seharusnya aku yang bertanya begitu padamu, Kim Jaejoong? Bukankah kau sudah bersama dengan kekasihmu itu.” Bibi Kim melihat cukup serius pada Jaejoong.


“Aku ingin bertemu Jung Yunho,” jawab Jaejoong setelah menarik nafas panjangnya. Ia tahu Bibi Kim juga marah kepadanya. Jaejoong tahu persis Bibi Jang menyayangi Yunho seperti anak kandung sendiri, jelas ia akan membenci siapaun yang membuat ‘anaknya’ menderita.

“Kau – “

“Aku mencintai Yunho, Bibi.” Jaejoong memotong ucapan Bibi Jang dengan cepat-cepat. Ia sudah dapat menebak-nebak Bibi Jang pasti hendak marah-marah padanya. Lebih baik ia cepat menyampaikan tujuannya kesini dengan cepat karena ia sedang tak mau mendengar Bibi Jang marah-marah. Ia ingin cepat bertemu dengan Yunho.

Dan benar saja, Bibi Jang jadi mengurungkan niatnya yang sebelumnya. Ia menunduk sejenak, kemudian melihat lagi pada Jaejoong.

“Kau jangan bercanda, Kim Jaejoong.”

“Aku serius, Bibi. A-aku memang bodoh, baru memyadari kemarin,” terus terang Jaejoong. Ia sambil menunduk.

Bibi Jang menepuk-nepuk bahu Jaejoong Matanya nampak sedikit memerah dan basah.

Jaejoong melihat pada Bibi Jang.

“Bibi, kenapa kau menangis?” tanya Jaejoong terheran. Sesaat yang lalu Bibi Kim masih baik-baik saja, kenapa mendadak seperti ini?

“Kalau saja Tuan Muda mau menunggu sedikit lagi. Dia pasti sangat bahagia melihatmu mengucapkan seperti itu.” Bibi Jang malah meneteskan airmata, sekarang. Membuat Jaejoong menjadi semakin terheran-heran.

“Bibi, apa maksudmu?”

“Tuan Muda Yunho  pindah ke Jepang seminggu yang lalu.”

Deg~
Sepeti petir menyambar di tengah terik matahari. Lutut pria cantik itu mendadak melemas. Juga, seperti ada bongkahan batu besar yang menhimpit dada Jaejoong, sesak dan sakit secara bersamaan. Jaejoong menjatukan tubuhnya ke tanah seketika itu juga. Airmata, tak terelakkan lagi untuk terjatuh.

“Jaejoong-ah,” Bibi Jang berusaha menahan Jaejoong, namun tidak bisa. Ia lalu ikut terduduk  di tanah seperti Jaejoong.

“Bibi, kau bohongkan? Kau hanya menakutiku karena kau marah aku meninggalkan Yunho?” Jaejoong tetap berusaha positif thingking.

Bibi Jang menggelengkan kepalanya.

“Aku tidak pernah marah padamu, Jaejoong-ah. Tuan muda tidak bisa lepas darimu, Jae. Dia harus memulai hidup baru di tempat yang baru agar dia bisa melepaskanmu dan tidak  terus menerus terpuruk.”

“Yunho-ah…” lirih Jaejoong meratapi kebodohannya. Ia tak henti merutuki dirinya sendiri yang sangat terlambat menyadari tentang perasaanya. Seperti ini tidak perlu terjadi jika saja ia menyadari perasaany lebih awal. Bodoh. Bodoh. Bodoh.



1 Tahun kemudian…..

“Bibi, aku pergi dulu. Annyeong…”

“Yak! Kim Jaejoong, tunggu sebentar!”

Jaejoong tak memperdulikan panggilan dari Bibinya. Ia cepat memakai sepatunya, dan dengan semangat ia berjalan keluar dari sebuah rumah yang tak terlalu besar dan cukup sederhana. Padahal masih sangat pagi, namun Jaejoong sudah terburu-buru untuk pergi.

Nyonya Han hanya menggeleng mengamati kepergian keponokannya tersebut. Kurang lebih setahun belakangan, Jaejoong memang tinggal bersama keluarga kecilnya. Sambil pria cantuk itu membantu di restoran keluarga Han. Tak ada keberatan darinya atau anak-anak dan suami Nyonya Han, mereka cukup hangat menyambut sepupu dan keponakan mereka yang cantik dan tampan secara bersamaan itu.

Sedikitnya untuk mengobati ketidaknyamanan di hati keluarga Han. Khususnya Nyonya Han yang merasa sangat bersalah kepada Ibu Jaejoong dan Jaejoong juga Junsu, atas perlakuan buruk yang dulu sering dilakukan almarhum kakaknya yang tidak lain adalah ayah Jaejoong dan Junsu. Keluarga Han selalu membantu dan mendukung Jaejoong dalam berjuang mendapatkan kebahagiaannya.

Meskipun Jaejoong selalu bersikap ceria, penuh semangat dan tegar di depan banyak orang, namaun Nyonya Han tahu betul jika yang sebenarnya batin keponakannya tersebut tidak seperti yang nampak dari luar. Batin Jaejoong menangis setiap saat. Sebelum Jaejoong bertemu dengan pria yang dicintainya, Jaejoong belum akan bertemu dengan kebahagiaanya.

“Semoga kau beruntung hari ini, Joongie,” gumam Nyonya Han, berdoa untuk Jaejoong.

*******

Dengan senyuman yang terus berkembang dan penuh semangat, Jaejoong menekan bel beberapa kali. Bel di rumah mewah, Jung Yunho. Well, hal ini seperti rutinitas Jaejoong setahun terahir ini. Pagi-pagi sebelum ia berangkat ke restoran bibinya, terlebih dahulu ia mendatangi rumah Yunho. Sambil berharap hari itu Yunho datang mengunjungi Korea dan singgah di rumah tersebut.

“Aigoo… Jongie…” keluh Bibi Jang, yang seperti sudah bosan dengan kedatangan Jaejoong yang setiap pagi. Ia berjalan agak tergesa menuju pintu gerbang untuk menemui Jaejoong.

“Bibi, apa ada kabar dari Yunho?” tanya Jaejoong antusian.

Bibi Jang tak langsung menjawab. Ia menggeleng pelan, dan sedikit gugup.

“Hulf,” Jaejoong mengeluh. Ia harus kembali menelan kekecewaan seperti hari-hari yang kemarin. “Baiklah aku pergi, Bibi. Maaf menganggumu lagi,” lanjut Jaejoong.

Dengan kecewa, Jaejoong melangkah meninggalkan rumah mewah Yunho. Sementara Bibi Jang masih melihat berbeda pada Jaejoong.

Tanpa Jaejoong sadari, seseorang terus memperhatikan padanya. Sejak ia menekan bel hinggal meninggalkan rumah Yunho.

“Apa yang dia lakukan disini?” seorang pria tinggi berkulit coklat bertanya pada seseorang di sebelahnya. Ia masih melihat pada Jaejoong dari lantai dua rumahnya.

“Menurut Bibi Kim, Kim Jaejoong setiap pagi selalu datang kesini. Untuk mencari kabar tentang anda, Tuan Yunho,” jawab Sekertaris Lee, orang yang disebelah pria itu.

Yunho – pria itu menoleh sesaat pada Sekertaris – Paman Lee. Ia kembali menerawang pada jendela.

“Ck. Dasar bodoh,” gumam Yunho seraya terkekeh pelan.

*******

“Bibi, restoran ini ingin menambah menu baru, ya?” tanya Jaejoong, sebari membantu bibinya memasak.

“Aniyo,”

“Lalu kenapa hari ini memasak banyak sekali? Atau jangan-jangan bibi mau membagikan makan gratis untuk pelanggan?” kali ini Jaejoong melihat pada bibinya yang masih berkutat dengan beberapa bumpu untuk memasak makan laut.

“Sahabat Pamanmu ada meeting dengan klien-nya dari Jepang. Dan dia menyewa restoran kita untuk tempat meeting-nya,” Nyonya Han menjelakan. Jaejoong mengangguk mengerti.

Diam-diam ia tersenyum sedih. Jepang. Seolah otaknya jadi me-recall memorinya saat masih  bersama Yunho kemudian ia meninggalkan pria tampan itu bersama Yoochun, dan dengan tangisan serta perasaan hancur ia baru menyadari tentang perasaannya pada Yunho. Ia benar-benar hancur saat kenyataan itu mengatakan Yunho telah meninggalkan Korea menuju Jepang. Jepang. Demi Tuhan, Jaejoong tentu sangat ingin kesana. Namun Won yang di tangannya tak cukup untuk membuatnya dapat menginjak negeri Sakura tersebut. Ia hanya dapat berharap pada sebuah keajaiban – Yunho yang kembali ke Korea.

*******

“Jaejoong-ah, cepat.” Nyonya Han melambaikan tangan pada Jaejoong. Menyuruh pria cantik itu segera bergegas bersiap di depan pintu restoran untuk menyambut klien dari sahabat Tuan Han.

Dengan agak terburu Jaejoong berjalan menghampiri bibinya sambil tersenyum.

Tuk~

Tuk~

“Annyeonhaseo…” ucap Nyonya Han, Jaejoong dan beberapa karywan di restoran tersebut, dengan serempak. Seraya membungkukkan badan mereka.

Jaejoong diam-diam mengangkat kepala terlebih dahulu dari pada yang lain. Entah kenapa ia merasa sangat penasaran dengan tamu dari Jepang ini. Atau mungkin karena klien tersebut bertempat tinggal di negara yang sama dengan yang ia cintai? Sesaat melintas pikiran yang agak agak konyol di benak Jaejoong. Yunho seorang pengusaha, dan barangkali tamu dari Jepang ini mengenal Yunho. Yeah, ia dapat bertanya pada klien teman pamannya ini.

Sret~
Deg~

Dalam detik tersebut, mata besar Jaejoong melebar bebekali lipat. Ia seolah membeku di sana dan saat itu juga. Klien dari Jepang tersebut cukup bahkan sangat familiar bagi Jaejoong. Seseorang yang setahun belakangan ia rindukan, berjalan angkuh di depannya dan dengan diikuti beberapa pengawalnya dan Paman atau Sekertaris Lee.

Mata sekertaris Lee tampak tak kalah terkejut menangkap sosok cantik yang telah membuat Tuan Mudanya depresi dalam beberapa waktu.

“Yunho-ah…” lirih Jaejoong.

Langkah Yunho terhenti. Suaranya memang pelan dan bahkan terkesan lembut ketika menyebut namanya, namun telinga Yunho masih dapat menangkapnya dengan baik. Mendadak, ia merasakan debaran  yang menyesakkan seperti saat ia ditinggalkan pria yang ia cintai.

Yunho tersentak bukan main, ketika mata musangnya bertemu dengan mata besar Jaejoong yang indah, namun terlihat basah oleh butiran-butiran bening yang menyeruak di sana. Debaran itu semakin menyesakkan saja. Tapi entah kenapa justru jiwanya yang dingin mendadak menghangat. Ya, ia akui ia sangat merindukan pria cantik ini. Ingin memeluk dan menciumnya seperti dulu. Kaki Yunho bergerak perlahan tanpa sadar.

“Tuan Muda,” Seketaris Lee memanggil sebari memegang bahu Yunho.

Tangan Yunho yang agak bergetar, jadi mengepal. Ia menyimpan kedua tangannya ke dalam saku celana. Ia kembali melihat ke depan dan melanjutkan perjalanannya. Entah ia harus bersyukur atau bagaimana. Paman Lee seolah membangunkkannya untuk menghadapi realitas yang ada.

Jung Yunho, tidak boleh larut dalam perasaan seperti itu lagi. Susah payah Yunho berusaha bangkit dan melupakan semua yang indah sekaligus buruk – semua kenangan-kenangan bersama Jaejoong. Ia tidak boleh terpuruk kembali. Menyelami masalalu hanya akan menghancurkan Yunho sendiri dimasa depan.

Hancur. Hati Jaejoong tak ubahnya kaca yang terjatuh dari tempatnya  ke lantai, menjadi kepingan tak berguna. Pria yang ia cintai, yang ia rindukan dan selalu ia tunggu, mencampakan dirinya seperti ini. Sialnya, Jaejoong tak dapat menyalahkan siapun juga. Yunho seperti ini  juga karena dirinya yang bodoh pada persaannya sendiri.

Selama perjamuan itu tak pernah lepas dari sosok tampan berwajah musang yang duduk di meja tamu khusus. Airmata tanpa berhenti mengalir dari sudut mata indahnya, sambil berharap Yunho akan menatapnya disini.

Jaejoong harus menelan kekecewaan  yang dalam. Karena Yunho sepertinya hanya terfokus pada urusan bisnisnya saja.

********

“Jangan halangi aku. YUNHO-AH!” Jaejoong berteriak sambil berusaha kesana-kemari untuk dapat melihat pada Yunho yang berjalan ke arah mobilnya. Jaejoong tidak dapat mengejar Yunho karena dihalang-halangi oleh beberapa bodygruad Yunho.

Harapan Jaejoong agar Yunho menoleh padanya, seperti tak berhasil. Yunho tak menggubris sama sekali panggilan dari Jaejoong. Justru pria tampan itu malah memperlebar langkahnya di bawah payung yang melindunginya dari hujan deras yang sedang turun.

Jaejoong seperti habis kesabaran. Ia dengan nekad menerobos barisan hidup para bodygruad.

“LEPASKAN AKU!” teriak Jaejoong kembali, saat para bodygruad berhasil mengunci pergerakannya. Jaejoong tak begitu saja menyerah, ia terus meronta. Ia tidak peduli apapun, dibenaknya hanya bagaimana dapat mengejar Yunho yang semakin menjauh.

Jaejoong ahirnya dapat melepaskan diri setelah ia menginjak kaki kemudian menggigit tangan kedua bodygruad yang menguncinya. Tanpa berpikir banyak, ia segera berlari meskipun harus menembus hujan yang deras.

Yunho menoleh ke belakang. Ia dapat melihat Jaejoong yang berlari mengejarnya. Perasaanya semakin hancur, cairan bening mulai menyeruak dari sudut mata musangnya.

Paman Lee yang menyadari keadaan ini, tak akan membiarkan Yunho terlarut lebih jauh lagi. Ia mendorong  pelang Yunho memasuki mobilnya. Ia lalu menyusul agar mereka dapat segera meninggalkan restoran tersebut.

“YUNHO-AH, BUKA PINTUNYA!” teriak Jaejoong sebari memukul-mukul kaca jendela mobil Yunho yang mulai berjalan. Ia mulai berlari kecil kemudian semakin mencerpat langkahnya, seolah tidak ingin melepaskan mobil tersebut.

Di dalam, Yunho airmata Yunho turun tak terelakkan lagi. Seperti mesin waktu yang membawanya ke masa lalu. Yunho kembali merasakan berada dalam suasana perpisahan menyakitkan dengan Jaejoong sekitar setahun yang lalu.

Jaejoong seperti tidak benar-benar ingin meninggalkan dirinya saat itu, namun Yoochun terus mempengaruhi Jaejoong hingga Jaejoong kehilangan kesempatan untuk memilih.

“YUNHO-AH!” teriak Jaejoong lebih keras lagi. Ia kehilangan mobil Yunho, namun tak lantas membuatnya menyerah. Ia terus mengejar mobil yang membawa orang yang dicintainya tersebut.

Mata indah terus menitikan airmata yang seperti pedang mencabik-cabik hatinya. Bohong, jika Yunho tak memperhatikan sedikitpun pada Jaejoong saat di restoran tadi. Ia diam-diam melirik pada pria cantik itu. Ia bahkan tidak bisa berkonsentrasi dengan urusan bisnisnya, karena hanya Jaejoong yang ada di kepalanya saat itu.

Kali ini, Yunho memang tak dapat mengelak lagi. Sekeras ia berusaha, Kim Jaejoong tidak akan pernah bisa dihilangkan dari hati dan pikiran Jung Yunho. Ia masih sangat mencintai pria berwajah cantik dan tampan secara bersamaan itu.

Yunho menoleh kebelakang. Ia semakin tak dapat mengendalikan perasaannya, terlebih melihat Jaejoong yang tak pernah menyerah berlari mengejar mobilnya.

“HENTIKAN MOBILNYA!” teriak Yunho, dengan masih menatap ke belakang.

Sang sopir hendak menghentikan lau mobilnya, namun terlebih dahulu Paman Lee mencegahnya. Demi Tuhan, ia tak mau lagi melihat Yunho menderita karena Jaejoong.

Merasa tak mendapatkan respon, membuat emosi semakin mengacaukan pikiran waras Yunho.

“KUBILANG HENTIKAN MOBILNYA!” teriak Yunho kembali, sebari menatap tajam pada sopir dan Paman Lee.

Tapi tetap tak digubris.

Yunho seperti benar-benar tidak dapat berpikir jernih. Dengan emosi yang mengambil alih diri pria tampan itu, Yunho dengan kasar berusaha membuka pitu mobil padahal pintu tersebut terkunci. Tentu saja ini membahayakan, tapi Yunho tak peduli.

Paman Lee pun menjadi agak panik melihat Yunho seperti ini. Ia lantas menyuruh sang sopir menghentikan laju mobil mereka.

Tanpa bicara apapun, Yunho  segera keluar dari mobil. Menembus hujan – berlari menghampiri Jaejoong.

Jaejoong menghentikan langkahnya, ia tersenyum. Yunho kini berdiri begitu di dekat di hadapannya.

“Yun – “

“Kim Jaejoong!” Yunho tersentak dan dengan sigap menangkap tubuh Jaejoong yang terjatuh tiba-tiba dan tak sadarkan diri.

~TBC~














Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar