Rabu, 16 Oktober 2013

[FF-YunJae] PG-NC/Yaoi/BROTHER (ANGEL)/Chapter 2

Title :  Brother Angel

Author : Minhyan-ssi


Pairing : Yunjae


Legh : 2 of ?


Ratting : PG-17 for now


Genre : Drama – Angst – Yaoi – Mpreg – Family – NC (ditunggu saja)


Cast :

- Jung Yunho (23)
- Kim Jaejoong  (18)
- Kim Junsu (22)
-Etc

FF terinspirasi dari film My sister keeper… mungkin ada yang udah nonton?? But, tetep aku buat ala Yunjae

So, Happy reading all. . .


# # # #

P.O.V Author

“Biasanya, larut malam begini para pelajar sedang tidur nyenyak di kamarnya.”

Jaejoong menghentikan langkahnya seketika. Ia baru keluar dari gang sempit yang akan menuju markas grup dance yang ia ikuti. Jaejoong agak menyimpitkan matanya, ia tak dapat melihat dengan jelas pria yang  berucap barusan. Pria itu berdiri di tengah kegelapan sambil bersandar sombong pada mobilnya.

Jaejoong lalu memutuskan tak menggubrisnya. Paling hanya orangtua yang ingin menegur anak muda, atau orang mabuk yang sedang merancau. Jaejoong merogoh sakunya, mengambil ipod lalu memasangkan headset ke telinganya. Kemudian ia melanjutkan berjalan.

Semakin mendekati pria itu, Jaejoong tak berubah sikapnya – tetap dengan ketenangannya. Ia lebih memilih menikmati musik yang sedang didengarnya ketimbang memikirkan hal yang tak penting begini.

Sret~

“Ah!” seru Jaejoong yang tak mengira pria itu akan  membidik dirinya.

Pyaar~

Mendadak juga, lampu jalan yang berada dekat dengan posisi Jaejoong menyala.

Dan Spechlees. Jaejoong melebarkan mata besarnya, terkejut bukan main. Pria itu adalah Jung Yunho. Bagaimana bisa?

“Hai, bocah. Kenapa masih berkeliaran selarut ini?huh?! Kau tahu, kalau polisi sampai tahu, kau bisa kena sanksi.” Ucap Yunho.

Jaejoong mengepalkan tangannya.

“Bukan urusanmu.” Jaejoong menimpali dengan penuh penekanan. Ia lalu mengibaskan lengannya yang dicengkram oleh Yunho.

Jaejoong bermaksud melangkahkan kakinya pergi, namun justru Yunho menarik kembali lengannya.

“Apa gaji sebagai dokter, kurang untukmu? Sehingga kau juga berprofesi sebagai penguntit?” Jaejoong bertanya, yang lebih tepatnya untuk menghardik.

“Keluar larut malam begini bisa membuat tubuhmu sakit.” Kata Yunho.

“Ini tubuhku. Terserah ingin ku apakan tubuhku.” Jaejoong tak mau kalah.

“Itu tubuh Kim Junsu. Tubuhmu akan didonorkan untuk kakakmu. Bahkan kau tidak memiliki hak atas tubuhmu sendiri, lalu bagaimana kau akan berbuat untuk tubuhmu?”

Sret~
Jaejoong mengibaskan genggaman tangan Yunho pada lengannya. Emosinya yang mengumpul seolah ternampakkan dalam sudut mata besarnya yang kini dipenuhi cairan bening yang hampir menetes. Mendadak, ia merasa tak berdaya. Yunho benar, ia tak memiliki hak bahkan atas tubuhnya sendiri.

Damn. Jaejoong tak hentinya mengutuk takdir, kenapa dirinya ditempatkan dalam tubuh seorang Kim Jaejoong yang lahir karena rekayasa (genetika) dan matipun mungkin dapat direkayasa juga.

Jaejoong meneteskan airmatanya sambil memberontak pada Yunho, namun Yunho justru semakin menguatkan genggamannya.


Seoul, 18 tahun yang lalu

“Kenapa kau cemberut?” tanya bocah kecil 4 tahunan dan bernama Kim Junsu.

“Aku benci adikku. Gara-gara dia, appa dan eomma tidak sayang lagi padaku,” jawab bocah satunya yang setahun diatas Junsu, yaitu Yunho.

Kedua bocah cilik itu sedang bermain di taman rumah sakit sambil menunggui ibu mereka masing-masing yang baru saja melahirkan. Yeah, keduanya baru saja resmi menjadi seorang kakak.

“Aku sangat senang menjadi kakak. Adikku sangat lucu, dia juga sangat cantik meskipun laki-laki. Apa kau mau bertemu dengannya? Mungkin kau bisa jadi menyukai adikmu setelah kau tahu kalau adik bayi itu sangat lucu.”

Entak tertarik oleh apa. Yunho mengangguk saja saat tangannya ditarik oleh Junsu untuk menemui adik bayi dari Junsu.

“Wahh….” Gumam Yunho takjub. Setelah ia dan Junsu berada di kamar rawat Nyonya Kim. Sementara bayinya yang diberi nama Kim Jaejoong, sedang terlelap dalam box yang berada di sebelah ranjangnya.

Mata Yunho berbinar, bayi – adik Junsu itu nampak sangat manis dan seperti malaikat.


Seoul, back to now

“Apa maumu sebenarnya! Lepaskan aku!” teriak Jaejoong. Satu tangannya yang lain mencoba manarik tangan Yunho yang menggenggam lengannya yang lain. Namun tetap saja Yunho yang lebih kuat.

“Kau juga pasien appa-ku karena tubuhmu adalah milik Junsu. Jadi, aku pun juga berhak melakukan apa saja pada tubuhmu.”

“Tidak masuk akal! Ini tubuhku! Aku yang berhak!”

“Benarkah?” Yunho menyingerai, sambil berbisik di telinga Jaejoong.

# # # # # # #

“Eomma akan bicara dengan dokter Jung dulu. Kau tunggu sebentar, Chagi.”

Junsu mengangguk. Ia sambil tersenyum membiarkan ibunya dan dokter Jung pergi untuk berbicara sesuatu. Yeah, Junsu yakin sekali pasti kedua orang tersebut membicarakan tentang kondisi dirinya.

Beberapa saat kemudian, Junsu memudarkan senyumnya. Entah kenapa raut wajahnya mendadak berubah seperti sedang mengkhawatirkan sesuatu. Ia melamun dalam beberapa saat.

Pluk~
Sesuatu seperti terjatuh di depan Junsu, ia langsung terbangun dari pikiran panjangnya. Ia agak menundukkan kepalanya,  sebuah ponsel kini berada di dekat sepatunya. Ia lalu bermaksud mengambil ponsel itu, dan tanpa Junsu duga, secara bersamaan juga ada tangan lain yang sedang mengambil ponsel tersebut.

Tak sengaja lagi, tangan lain itu kini malah menggenggam tangan Junsu. Junsu lalu menoleh pada pemilik tangan tersebut.

Deg~
Junsu membeku dalam sekejap. Seolah mata pemilik tangan tadi memenjarakan dirinya. Ia jadi tenggelam ke dalam fantasi-fantasinya. Memang baru hitungan hitungan detik Junsu melihat wajah pria yang adalah pemilik tangan tadi. Namun memori otaknya cekap merekam dan menyimpan wajah pria itu, bahkan fantasi-fantasi Junsu tentang pria di hadapannya kini bisa dibilang kuat.

Seperti video yang tengah di-pause, dalam beberapa saat keduanya hanya  saling memandang tanpa sedikit pun bergerak atau berucap sesuatu.

“Park Yoochun! Park Yoochun! Dimana kau?!” teriak seseorang yang menggema hampir keseluruh lorong rumah sakit.

“Astaga!” seru pria tadi, yang mencairkan keheningan diantara dirinya dan pria cantik di hadapannya ini.

“Cantik, bisakah kau berikan nomor ponselmu?” tanya pria tadi yang bernama Park Yoochun.

Junsu tanpa banyak berpikir langsung saja memberikan nomor ponselnya pada Yoochun.

“Gomawo…” bisik Yoochun pada Junsu, sebelum ia tanpa izin mencium pipi Junsu seenaknya kemudian kabur – pergi berlalu begitu saja.

Junsu kembali membeku, namun jantungnya malah berpacu dua kali lebih cepat.

# # # # # # #

Jaejoong memandang sekaleng minuman yang disodorkan Yunho kepadanya. Dalam dirinya ia menahan menahan emosi yang bergejolak hebat. Antara marah, sedih dan merasa tidak berdaya. Ia mengutuk Yunho, juga Tuhan yang memberinya takdir semenyedihkan ini.

“Minumlah jika benar kau memiliki hak atas tubuhmu,” kata Yunho.

Keduanya kini berada di tepi sungai Han. Entah kenapa Yunho malah mengajak remaja cantik ini kesini, padahal ia tadi menggunjing Jaejoong yang masih pelajar berkeliaran di jalan hingga larut malam.

Jaejoong tak merespon. Ia menahan airmata sambil tetap menatap nanar kaleng itu. Karena, Jaejoong tahu itu adalah bir – minuman yang memabukkan. Setelah meminum bir, dibeberapa organ dari tubuhnya akan mengalami perubahan atau paling parah akan terjadi masalah. Dan hal ini tentu akan dapat membuat kekacaukan di keluarga kecilnya.

“Ayo…” Yunho kembali membujuk, bahkan dengan menyentuhkan kaleng tersebut pada pipi Jaejoong.

Jaejoong tetap tak menggubris.

Ck. Yunho terkekeh, lama-kelamaan tawanya diperkeras. Ia tertawa terbahak-bahak sambil melihat ke langit.

Sikap Jaejoong tak berubah sedikitpun. Ia dapat merasakan, tawa ini bukan tawa orang yang sedang dipenuhi kebahagiaan. Itu tawa ejekan.  Perlahan Jaejoong mengepalkan tangannya.

Grep~

Jaejoong kembali melebarkan matanya yang kini sayu. Mendadak Yunho memeluk dirinya.

“Mari kita membuat kenangan yang tak akan pernah kau lupakan malam ini,” bisik Yunho, yang  terdengar sensual.

Otak Jaejoong dengan cepat merespon maksud ucapan Yunho barusan. Ia langsung berusaha melepaskan diri dari Yunho.

“Lepaskan aku!” teriak Jaejoong memaki Yunho.

“Kau tidak bisa menolak, kau tidak memiliki hak atas tubuhmu.” Kata Yunho lagi. Ia bergeser menindih Jaejoong yang terduduk di sebelahnya.

Jaejoong semakin berusaha mendorong  Yunho, tubuhnya mulai bergetar takut. Yunho semakin seduktif berusaha untuk mencium bibirnya. Harga diri, Jaejoong juga memilikinya meskipun ia tak bisa berbuat sesuka hati  pada tubuhnya. Setidaknya, ini satu-satunya yang dapat Jaejoong miliki dan  ia pertahankan. Ia ingin mati juga dalam keadaan terhormat.

Dug~

“Aww,” keluh Yunho karena belakang kepalanya terbentur dasbor mobil. Perlawanan Jaejoong ahirnya membuahkan hasil. Ia dapat menjauhkan diri dari Yunho, meski mungkin hanya sementara.

Sret~

Jaejoong lalu mengambil kaleng (bir) tadi yang berada dalam kantong kresek di dasbor mobil. Ia lalu membukanya dengan agak kasar. Mata besarnya yang basah dan meneteskan butiran bening, menatap nanar pada Yunho.

Yunho terdiam beberapa saat, kemudian menyingerai.

Jaejoong, ia lantas meminum bir tersebut dengan seperti terburu-buru. Satu, dua, Jaejoong belum berhenti pada kaleng yang ketiga walau kini kesadarannya sudah mulai memudar.

“Bagus, lakukan seperti itu.” Yunho memuji? Entahlah.

Jaejoong meneguk birnya, sambil melirik Yunho yang nampak kegirangan membuka satu kaleng bir juga. Kalau hati dapat bersuara seperti mulut, mungkin kini Yunho sudah rapat-rapat menutup telinganya. Bagimana kini hati Jaejoong menjerit keras. Sungguh, ia juga tak menginginkan situasi seperti ini. Kalu boleh jujur, ia malah membenci minuman terkutuk ini. Minuman setan ini akan merusak organ tubuhnya. Yang otomatis akan mempengaruhi Junsu juga. Ia juga akan mendapat masalah baru dengan kedua orangtuanya.

Tapi… Harga diri juga sangat penting untung dirinya.

“Habiskan semuanya, Kim Jaejoong. Tunjukkan kalau kau berhak atas tubuhmu.” Yunho menyerahkan bir lagi  pada Jaejoong, setelah remaja cantik itu membuang kaleng ketiganya.

Jaejoong dengan kasar menyahutnya. Ia melihat pada Yunho, namun bayangan Yunho mulai mengabur.  Mendadak, perasaan Jaejoong menjadi sangat sedih, kenapa ia menjadi sangat bodoh di depan Yunho? Kenapa ia mau saja  melakukan suruhan Yunho yang tak masuk akal begini dengan sangat mudah?

Hak tubuh? Kenapa ia harus peduli. Siapa Yunho untuknya? Kenapa ia harus terlihat kuat di depan pria ini, padahal semua orang dapat melihat kerapuhannya. Kenapa perasaan hatinya jadi rumit begini?

Klek~

Jaejoong membuka pintu mobil, lalu keluar. Perlahan, ia berjalan menuju pinggiran sungai Han. Dan, Yunho menyusulnya diam-diam.

“AAAAAAAA….” Jaejoong berteriak sekeras-kerasnya. Ia lalu meneguk lagi minumannya.

“Apa hanya sebatas itu kekesalanmu?” tanya Yunho, yang sudah berdiri di sebelah Jaejoong.

Jaejoong menoleh.

“Aku membencimu, dokter bejat.” Ucap Jaejoong dengan nada penuh kekesalan. Bicaranya sudah tak ia atur lagi, norma atau palah itu tak  digubris lagi oleh Jaejoong. Sebagian dari dirinya sudah mengabur, kini emosi yang mengambil kendali atas seorang Kim Jaejoong.

“Ucapkan sekali lagi. Lebih keras.”

“AKU MEMBENCIMU, DOKTER BEJAT. JUNG YUNHO, KAU BAJINGAN!” teriak Jaejoong sambil mendorong-dorong tubuh Yunho.

Sedikit pun Yunho tak melawan.

“Siapa lagi yang kau benci?” tanya Yunho tetap dengan ketenangannya. Namun mata musangnya nampak memerah dan basah.

“Eomma, Appa, Tuhan, takdir… aku benci semuanya.”

“Kanapa kau membenci mereka?”

Jaejoong berhenti mendorongi Yunho. Ia nampak berpikir. Bayangan dirinya saat masih balita harus merasakan sakit yang luar biasa akibat jarum suntik untuk mengambil salah satu bagian dari organ tubuhnya untuk didonorkan pada Junsu, bagiamana ditengah sakitnya yang luar biasa itu, semua orang justru lebih mengkhawatirkan kakaknya dan tak peduli padanya, bekelebatan di benak Jaejoong. Membuat emosi semakin mengaduk-aduk perasaan Jaejoong.

“AKU BENCI! KENAPA AKU HARUS MENDAPATKAN TUBUH SELEMAH INI! KENAPA AKU HARUS DILAHIRKAN KE DUNIA  INI! AKU BENCI TAKDIR! AKU BENCI TUHAN! AKU MEMBENCIMU EOMMA, APPA! AAAAKKH…..!”

Jaejoong menjambak rambut lurusnya, berteriak sambil menengadah ke langit, seolah sedang memprotes pada Tuhan. Perlahan Jaejoong menjatuhkan dirinya ke tanah. Ia lantas menangis sekeras-kerasnya, melepaskan semuanya yang selama ini dipendamnya.

Tes~
Air mata Yunho menetes tanpa disadari. Perlahan, ia juga menjatuhkan diri ke tanah – mendekati Jaejoong. Hatinya terasa sangat perih. Ia memeluk Jaejoong kemudian. Pukulan-pukulan kecil dari Jaejoong di dadanya tak ia pedulikan, karena ini tak seberapa dibanding sakit yang dirasakan oleh Jaejoong.

Semakin lama tangisan Jaejoong terdengar melemah dan tak terdengar lagi. Yunho melihatnya, mata indah yang sayu itu kini terpejam. Yunho mengecup kening, lalu kedua kelopak mata indah itu, terahir ia melumat lembut beberapa saat bibir Jaejoong, sebelum ia menggendong tubuh ramping itu kembali ke mobilnya.

# # # # #

Cahaya matahari menerobos seenaknya pada sebuah kamar. Walau sedikit mengganggu tidurnya, Jaejoong masih enggan membuka mata. Ia masih ingin merasakan nyaman oleh mimpinya dan seperti belaian di kepalanya.

~TBC~

Senin, 07 Oktober 2013

[FF-YunJae] PG-NC/Yaoi/BROTHER (ANGEL)/Chapter 1

Title :  Brother (Angel)

Author : Minhyan-ssi


Pairing : Yunjae


Legh : 1 of ?


Ratting : PG-17 for now


Genre : Drama – Angst – Yaoi – Mpreg – Family – NC (ditunggu saja)


Cast :

- Jung Yunho
- Kim Jaejoong
- Kim Junsu
-Etc

FF terinspirasi dari film My sister keeper… mungkin ada yang udah nonton?? But, tetep aku buat ala Yunjae

So, Happy reading all. . .


# # # #

P.O.V Jaejoong

Kebanyakan orang terlahir karena keinginan dan cinta diantara kedua orangtuanya. Orangtua mereka saling mencintai, kemudian melakukan sesuatu yang sering disebut dangan sex. Sperma ayahnya akan dan membuahi ke indung telur sang ibu. Lalu kan membentuk sebuah janin. Disaat yang hampir sama, roh-roh sedang berkeliaran diangkasa sebari mencari tempat (tubuh) utuk mereka menjalani hidup di dunia ini.

Saat usia mereka ke 9 bulan, mereka akan dikeluarkan dari perut sang ibu. Saat itu orang-orang yang mengasihi dan mencintai ibu tersebut akan bersorak – bergembira menyambut bayi itu.

Ah, beruntung sekali sekali bayi-bayi itu. Aku benar-benar iri.

20 tahun yang lalu, kedua orangtuaku benar-benar panik saat mendengar diaknosa dokter jika kakakku Kim Junsu menderita Leukimia. Singkat cerita, mereka dan dokter seperti kehabisan akal untuk menyelamatkan kakakku. Namun dokter itu memiliki satu cara, namun hal tersebut melanggar hak kemanusiaan. Namun dengan alasan kedua orangtuaku tak ingin kehilangan Junsu, lantas mereka memaksa dokter itu memberitahukan cara tersebut.

Singkatnya lagi, kedua orangtuaku melakukan program bayi tabung untuk menyelamatkan Junsu. Karena bayi tabung dapat direkayasa sedemikian rupa sehingga pada nantinya ginjal bayi tabung dan beberapa organ lain tersebut akan cocok untuk di donorkan pada kakakku Junsu.

Dan bayi tabung itu adalah aku Kim Jaejoong.

Dan bisa dibilang Kim Jaejoong adalah milik Kim Junsu. Karena aku dibuat untuk menyelamatkan Junsu. Tubuhku ini akan menjadi milik Kim Junsu. Aku bahkan tidak memiliki kuasa terhadap tubuhku sendiri. Salahku juga, kenapa aku memilih tubuh ini untuk menjalani hidup di dunia ini??? Seharusnya aku tetap beterbangan saja di luar angkasa sana, tanpa harus menjalani hidup yang kejam yang bahkan tak kumengerti artinya.

“Akh!” rintihku. Tidak hanya Junsu saja, akupun juga merasakan sakit saat jarum besar dokter menusuk tubuhku untuk diambil beberapa bagian dari tubuhku untuk diberikan pada Junsu.

“Akhhh….” Rintihku kembali. Aku tak tahan lagi dengan rasa sakit ini.

Dengan masih melihat ke ranjang Junsu yang disebelahku, dan di kerumuni ayah, ibu, kerabat dan dokter. Tubuhku kembali harus terkulai di atas ranjang. Aku menangis sedikit tertahan. Percuma juga aku mengeraskan suara tagisanku, tak ada yang peduli.  Rasa sakit Junsu lebih membuat khawatir keluargaku. Aku mengeluh, merintis dan menangis, hanya  diriku sendiri yang mendengarnya.

P.O.V Author

“Yak!” seru Jung Yunho, dokter muda yang baru dua bulan resmi bekerja dan merupakan anak dari dokter yang menangani Junsu dan yang menyarankan cara bayi tabung pada kedua orangtua Junsu dan Jaejoong, untuk menyelamatkan Junsu.

Sejenak Yunho melihat pada Junsu yang dikerumuni keluarganya. Diam-diam ia mengepal geram.Bagaimana mungkin mereka dapat setega itu pada Jaejoong yang juga merintih kesakitan disebelah mereka. Dan tanpa banyak bicara Yunho segera menangani Jaejoong yang nyaris kehilangan kesadaran karena kesakitan.

# # #  # # #

“Joongie, makanlah ini.” Junsu dengan ceria mengambil dan menaruh ayam goreng di piring Jaejoong.

Jaejoong tersenyum pada Junsu. Ia tahu Junsu begitu menyayanginya dan ia pun menyayangi Junsu sebagai kakaknya, meski kenyataannya ia menderita selama ini karena Junsu.

“Kau harus banyak makan makanan yang bergizi dan kau harus menjaga kesehatanmu, Arasso?”

“Aku tahu itu, Eomma.” Jaejoong menjawab singkat. Di dalam, yang sebenarnya hati Jaejoong hancur. Untuk siapa perhatian ibunya barusan? Bukan untuk dirinya,namun Junsu. Ia tidak boleh sakit karena akan merugikan Junsu. Ia jadi tak dapat mendonorkan bagian tubuhnya kepada Junsu (saat Junsu membutuhkannya)  jika ia sakit.

Disini ia juga manusia, ia juga anak Tuan dan Nyonya Kim, sama seperti Junsu. Jaejoong  juga ingin merasakan cinta yang sebenarnya. Diperlakukan layaknya manusia, bukan obat hidup.

“Joongie, maukah nanti sore kau menemaniku chek-up?” Junsu menawarkan. Justru selama ini Junsulah yang menganggapnya layaknya manusia yang butuh cinta.

“Joongie masih 18 tahun, tidak bisa menjagamu kalau kalian hanya pergi berdua,” sahut Nyonya Kim.

“Tapi Junsu ingin pergi dengan Joongie. Dan satu lagi, Jaejoong sudah 17 tahun ke atas, dia sudah dewasa.” Junsu tetap dengan pendapatnya.

“Kau akan pergi dengan Eomma,” nyonya Kim juga tidak mau mengalah.

Sret~

Jaejoong mengiterupsi. Ia menggeser kursinya dan lantas berdiri.

“Aku berangkat sekarang. Aku ada kegiatan sekolah sampai malam. Mianhae aku tak bisa menemanimu, hyung.” Jaejoong dengan wajah dingin dan datar membungkuk pada Junsu.

“Joongie-ah, tidak bisakah kau bolos acara sekolahmu itu?” tanya Junsu pada Jaejoong. Ia benar-benar ingin pergi berdua saja dengan Jaejoong. Ia bosan juga kemana-kemana hanya bersama para orang dewasa. Sesekali ia juga ingin pergi dengan sebayanya – bercerita banyak tentang masa muda mereka.

“Aku minta maaf, Hyung.” Jaejoong menyambar begitu saja tas sekolahnya, dan lalu beranjak pergi dari rumah tersebut.

# # # # # # #

P.O.V Jaejoong

“Kim jaejoong….”

“Jaejoong oppa….”

“Oppa….”

Begitu banyak orang-orang yang meneriakkan namaku disini. Mereka mengagumiku, tapi ibu selalu melarangku untuk membalas kekaguman mereka. Orangtuaku, hanya ingin aku fokus menjaga tubuhku.

Dulu, untuk dapat bersekolah aku harus merengek dan sengaja membandel agar mereka menurutiku untuk hal ini. Hukuman tidur di gudang selama seminggu, aku bersedia menjalaninya hanya demi dapat bersekolah. Karena hanya di sekolah, aku merasa sebagai manusia yang sebenarnya.

“Yak! ketua kelas! Kenapa baru datang jam segini? Apa kau lupa kau harus mengumpulkan PR kami pada Guru Kang sebelum monster itu datang? Huh?!” Minho mengeluh padaku. Tapi aku senang, karena di sekolah ada yang menunggu kedatanganku.

Aku melepaskan headset-ku yang kupakai sejak menaiki bus tadi.

“Akan ku kumpulkan sekarang.” Jawabku lalu berlalu dari hadapan Minho untuk melakukan tugasku.


# # # # #

P.O.V Author

Yunho mengeluh dalam hati. Ia seolah lelah dan habis kesabaran berhadapan dengan adik perempuannya yang menurutnya hyper-aktif . Bagaimana tidak, saat ini dirinya benar-benar sangat malu karena adiknya itu menarik-nariknya di tengah sekolah begini untuk bertemu seseorang yang adiknya sukai. Dalam benak Jung Jihye – adik Yunho tersebut, SMA ini adalah milik kakeknya, jadi tidak masalah jika Yunho juga ‘berkeliaran’ di sekolahnya ini.

Ommo….” Seru beberapa siswi yang melihat kagum pada Yunho. Siapa wanita atau bahkan pria yang tidak akanterperangah pada sosok tampan, gagah terlebih berpakaian dokter seperti Jung Yunho.

“Aish, kau benar-banar membuat oppa malu,” keluh Yunho pada Jihye.

“Biarkan saja. Yang penting oppa harus bertemu pangeranku secepatnya dan oppa merestui kami berpacaran.” Jinhye menjawab dengan seenaknya.

“Aish.” Demi Tuhan, jika Jihye bukan adiknya, saat ini ia akan melempar jauh gadis remaja yang satu ini.

Buk~

“Awww,” seru Yunho, karena tiba-tiba seseorang menabrak tubuhnya. Dan beberapa buku yang dibawa orang tersebut pun berserakan.

“Jaejoong oppa…!” teriak Jihye girang. Ia tanpa banyak bicara langsung saja memeluk lengan Jaejoong  yang  tak berkata apapun.

“Oppa, kau tahu dimana Changmin berada sekarang?” tanya Jihye. Yeah, adik perempuan Yunho ini memang berwatak ceria. Ia hampir tak pernah canggung pada siapapun, bahkan orang yang baru dikenalnya, juga namja yang dingin seperti Kim Jaejoong. Ia tak pernah peduli Jaejoong mengacuhkanya, ia hanya sedang menjadi dirinya sendiri. Dan itu lebih menyenangkan.

Jaejoong masih tak menjawab. Ia hanya menolehkan kepalanya ke belakang. Disana, Changmin nampak kesulitan membawa  setumpuk buku. Changmin adalah sahabat sekaligus wakil ketua kelas. Tidak salah jika Changmin membantu tugas Jaejoong membawa PR teman-teman sekelasnya ke kantor guru, dan sangat tepat jika bertanya tentang Changmin kepada Jaejoong.

“Jaejoong Oppa, kau yang terbaik” Jinhye memelankan suara – nyaris berbisik pada Jaejoong. Ia lalu bangkit dan menuju pada Changmin.

“Yaaak…!” protes Yunho merasa dicampakan begitu saja oleh adiknya. Bukankah Jihye yang bersikeras membawanya bertemu namja idolanya. Namun kenapa malah ia ditinggalkan begitu saja, sementara Jihye disana sangat aktif menganggu Changmin.

Buk~
Jaejoong menjatuhkan lagi buku-buku yang baru  dikumpulkannya, membuat Yunho langsung tersadar dengan posisinya.

Ommo… mianhae, Kim Jaejoong. Aku akan membantumu mengantarkan buku-buku ini.” Cetus Yunho. Dan membuat Jaejoong langsung berhenti memunguti buku-buku tadi. Ia jadi melihat pada Yunho serius.

“Kau tahu aku?” tanya Jaejoong.

Yunho pun lantas menghentikan juga aktifitasnya – memunguti buku tadi. Ia balas melihat pada Jaejoong.

“Kau tak ingat padaku?” Yunho malah balik bertanya.

Jaejoong agak menyeritkan dahi.

“Sepertinya benar, kau tak ingat padaku.” Yunho berkata yang masih membuat Jaejoong bertanya-tanya.

Jaejoong  kemudian tak menanggapi Yunho lagi. Ia tidak peduli, ia sangat malas menanggapi hal yang betele-tele seperti ini. Jaejoong semakin bergegas mengumpulkan buku-buku yang berserakan. Sebelum berdiri, ia mengambil begitu saja beberapa buku yang di tangan Yunho. Tentu saja membuat Yunho terhenyak, meski sesaat saja.

“Aku permisi,” Jaejoong membungkukkan badan pada Yunho.

“Apa punggungmu sudah tak sakit lagi?” tanya Yunho seraya berdiri. Yang membuat langkah Jaejoong terhenti. Ia kembali berbalik melihat pada Yunho.

Demi Tuhan, tidak seorang pun kecuali keluarga Jaejoong yang mengetahui permasalahan dalam keluarga Kim. Termasuk Jaejoong yang kemarin baru mendonorkan bagian dari tubuhnya untuk Junsu.

“Aku Jung Yunho, ayahku adalah dokter Jung – dokternya Junsu. Aku yang menanganimu saat kau kesakitan kemarin.” Yunho pada ahirnya menjelaskan.

# # # # #

Seoul, 8 tahun yang lalu

“Tidak! Aku tidak mau. Jaejoong itu adikku!” teriak Junsu pada kedua orangtuanya.

“Itu benar. Tapi dia dilahirkan untuk menyembuhkanmu,” Nyonya Kim menjelaskan pada Junsu dengan pelan-pelan. Ia tak mau menanggapi Junsu yang emosi dengan emosi juga. Yang malah akan membuat suasana bertambah rumit.

“Jaejoong dilahirkan juga untuk kalian bunuh!” Junsu berkata lagi, kali ini dengan meneteskan airmatanya.

“Kamu salah, Suie. Mendonorkan satu ginjalnya, tidak akan membuat Jaejoong mati.”

“Tapi bagaimana jika bukan hanya satu  ginjalku yang rusak? Tapi keduanya? Jaejoong akan mati! Aku sudah ikhlas kalau harus mati muda karena penyakit ini. Aku sudah rela, Eomma… Appa…. Jadi tolong, berhentilah untuk mengorbankan Jaejoong demi aku. Biarkan aku pergi…” Junsu bersujud memohon.

“Tidak! Kami tidak rela kau mati, Junsu! Kami menyayangimu….”

“Lantas bagaimana jika  Jaejoong yang mati. Apa kalian merelakannya?” Junsu bertanya kembali, masih dengan airmata yang mengalir deras.

Tuan  dan Nyonya Kim terdiam dengan pertnyaan Junsu kali ini. Entah kenapa.


Seoul, back to 2013



Suara dentuman keras lagu Rising Sun milik TVXQ menggema, mengiringi dance enerjik seorang namja cantik dan teman-temannya. Tepuk tangan serta teriakan riuh mendukung kelompok dancer yang sedang battle dengan kelompok dancer lain.

“Kim Jaejoong!”

“Kim Jaejoong!”

Teriak para penonton.

Yeah, Jaejoong adalah dancer namja yang berwajah cantik tadi. Meski namanya diteriakkan banyak orang disini, tak sedikitpun membuat raut wajah Jaejoong berubah senang, bangga atau ekspresi kegembiraan lainnya. Junstru ia nampak sangat marah.

Pembicaraan antara Junsu dan kedua orangtuanya 8 tahun yang lalu, ia mendengar semua. Saat itu Jaejoong diam-diam menguping dari balik pintu. Dan peristiwa tersebut hampir setiap saat menganggu di benak namja cantik tersebut.

Jaejoong marah setiap kali mengingat hal itu. Namun ia tak pernah mendapat kesempatan untuk melampiaskannya. Dan menari seperti  inilah yang  dapat membantunya mereduksi ketegangan emosinya.

Waiting for Rising Sun…..

Dan gerakan dance Jaejoong semakin menggila…

Namun Jaejoong tak menyadari jika seseorang diantara para penonton sedang memperhatikannya dengan serius dan agak terkejut.

~TBC~

Ottoke?? Sukakah dengan FF yang ini??
Part 1 ini memang belum nampak konflik-konfliknya, anggap saja hanya perkenalan







Senin, 30 September 2013

[FF - YunJae] PG-NC/Yaoi/Love For Me/Chapter 1

Title : Love for Me

Author : Minhyan-ssi


Pairing : Yunjae


Legh : 1 of ?


Ratting : PG-17


Genre : Drama – Angst – Yaoi – Mpreg – Family – NC (ditunggu saja)


Cast :

- Jung Yunho (30)
- Kim Jaejoong (29)
- Shim Changmin (12)
-Etc

Ok, Happy reading all. . .


# # # #

Banyak mata sekarang melihat – mengikuti setiap langkah beberapa orang yang mendorong tempat tidur, yang terdiri dari dokter, suster dan seseorang yang berpakaian kantoran, juga tak lupa pria cantik berpakian modis yang seolah tak sedetik pun melepaskan genggaman tangannya pada tangan bocah 12 tahun yang berbaring sambil merintih sakit padanya.

Beberapa saat yang lalu, Jung Changmin kabur dari sekolah untuk diam-diam menemui ibunya yang beberapa bulan ini tak dapat ia temui. Jung Yunho – ayahnya, setelah bercerai dari Kim Jaejoong - ibunya 5 tahun yang lalu, selalu melarangnya menemui ibunya. Jika tidak dengan diam-diam begitu, ia tak pernah dapat bertemu dengan orang yang melahirkannya dan begitu ia sayangi. Naas, untuk kali ini Changmin tidak seberuntung sebelum-sebelumnya, ia ditabrak mobil saat hendak menyebrang disebuah jalan.

“Changmin-ah…” lirih Jaejoong, dengan iringan air mata yang tak berhenti untuk jatuh.

Tak mengucap sepatah katapun karena tak mampu, Changmin terus saja melihat pada Jaejoong sebari menggenggam erat tangan ibunya tersebut.

Yunho tak berkomentar banyak, ia hanya melihati anak dan mantan istrinya tersebut dengan bergantian. Ia tak mungkin menyuruh Jaejoong melepaskan tangan Changmin atau pun Changmin melepaskan ibunya dalam saat seperti ini. Changmin seperti lebih membutuhkan Jaejoong dari pada dirinya, namun Yunho tetap tak mau sedikit saja melelehkan egonya walaupun Changmin seperti ini.

Seoul, 2000

“Dan Kim Jaejoong, apakah kau menerima Jung Yunho sebagai suamimu?”

“Ya, saya bersedia,”

“Kalian sah menjadi suami istri,”

YunJae saling mengulas senyum mereka sebelum berciuman di hadapan para tamu dan pastur. Ini gila, padahal Jaejoong baru dinyatakan lulus dari SMA-nya sehari yang lalu, dengan tanpa ragu ia menerima pinangan mantan kakak kelasnya – pacarnya selama 6 tahun terahir – Jung Yunho untuk menikah. Ia sangat yakin Yunho adalah seseorang yang dikirim Tuhan untuk menemani hari-harinya di masa depan atau bahkan kehidupan setelah kehidupan di dunia.

Rumah tangga Yunjae sangat harmonis dan romantis, meskipun mereka pasangan yang sangat muda. Di temani malaikat kecil – buah cinta keduanya, Yunjae mengisi hari-hari mereka dengan bahagia.

Sebelum diusia pernikahan mereka yang keempat, Jaejoong mengajak Kim Junsu – sahabatnya untuk tinggal bersamanya. Ia kasihan pada Junsu yang saat itu benar-benar terjatuh hingga kedasar. Setelah perusahaan orangtuanya bangkrut, orangtua Junsu bunuh diri dan Junsu menjadi sebatang kara.

Yang tak pernah Jaejoong duga, hal itu justru malah menghancurkan kehidupan bahagianya. Entah seperti apa cerita persisnya, suatu hari Jaejoong memergoki Yunho sedang berciuman dengan Junsu.

Ribuan kali Yunho meminta maaf pada Jaejoong karena kesalahannya tersebut, namun Jaejoong tak menggubrisnya sedikitpun. Malah Jaejoong mengajukan cerai dengan Yunho.

Yunho marah, ia jadi tak peduli apapun. Ia bahkan membirkan saja emosi menguasai dirinya. Yunho mengikuti semua yang Jaejoong mau, kecuali satu, Changmin – anak mereka. Ia tidak akan mengalah dari Jaejoong tentang Changmin, dipengadilan nanti.

Seoul, 2013

Dug~

Yunho menoleh, bahunya seperti ditepuk pelan oleh seseorang.

“Berikan ini pada Kim Jaejoong.” Ujar Park Yoochun – sepupu Yunho, sebari menyodorkan kantong kresek berisi makanan.

Yunho lalu bangun dari bersandar pada pintu kamar dimana Changmin terbaring lemah setelah operasi beberapa jam yang lalu. Ia dengan halus mendorong uluran tangan Yoochun.

“Jika aku bisa, aku tidak akan meminta tolong padamu. Tapi hanya Appa dan Eommanya saja yang boleh masuk menemani Changmin,” kata Yoochun dengan sedikit membujuk.

Sedikit terpancing, Yunho lalu menoleh pada Yoochun. Namun belum berucap sepatah katapun.

“Dalam keadaan seperti ini Changmin lebih membutuhkan Jaejoong daripada kau. Bisa, kau membayangkan saat perasaan Changmin saat sadar nanti tak mendapati Jaejoong disampingnya, karena Jaejoong harus tak berdaya setelah seharian tak ada sebutir makanan untuk menjadi tenaganya? Untuk kali ini saja, kesampingkan dulu egomu dan sedikit mengalah-lah demi Changmin.” Panjang lebar Yoochun menasehati, sebari tetap menyerahkan makanan tersebut pada Yunho.

Yunho tak langsung merespon, ia nampak berpikir keras untuk ini. Bukankah melalukan apapun demi Changmin juga menjadi salah satu dari prinsip hidupnya saat ini? Jika ia tetap bersikeras begini, sama juga dengan ia melanggar prinsipnya sendiri.

“Kau mengalah tidak akan merugikanmu sedikitpun. Ini semua untuk kebaikan Changmin,” Yoochun kembali menegaskan.

Dan ajaib, seolah dinding pertahanan Yunho runtuk pada detik tersebut. Dengan perlahan juga ragu-ragu, tangan Yunho terulur untuk untuk meraih makanan tersebut.

Yoochun tersenyum manis.

“Bujuk dia bagaimanapun caranya. Jaejoong harus makan agar dia tak sakit.”

Yunho lalu melangkah pelan untuk, tanpa menjawab pertanyaan Yoochun barusan.


# # # #

“Changmin-ah, apa kau dapat mengingatnya? Dulu saat kau masih dalam perut Eomma, kau sangat senang saat Eomma mengatakan padamu Eomma sedang memasak makanan enak dan sangat banyak. Kau sampai menendang perut Eomma dengan penuh semangat. Dan Eomma, tidak pernah menyangka setelah lahir kau menjadi monster food. Hahaha…” Jaejoong tertawa dalam tangis. Ia masih setia menemani Changmin yang belum sadarkan diri sambil memegang erat tangan putranya tersebut. Dan terlalu tenggelam dengan keadaan, membuat Jaejoong tak menyadari jika Yunho sudah masuk dan mendengar celotehnya barusan.

Bayang-bayang saat 12 tahun yang lalu, tiba-tiba melintas dihadapan Yunho bak layar besar bioskop. Moment ceria saat memasak Jaejoong mengeluh sakit karena tendangan Changmin yang terlalu kuat pada perutnya, lalu Yunho datang menghampiri mengelus perut buncit Jaejoong dan menciuminya bertubi-tubi untuk menenangkan bayi mereka yang hidup didalamnya.

“Hari ini kau akan makan banyak, Sayang. Jadi tenanglah dan biarkan Eomma-mu memasaknya untukmu. Anak appa  mengertikan?” ujar Yunho 12 tahun yang lalu.

Secara berkala Changmin pun melemahkan tendangannya, ia kembali tenang.

Yunho tersenyum manis dan memuji pengertian bayinya. Ia lalu beranjak berdiri dan mengecup mesra kening Jaejoong.

Yunho tersenyum kecut mengingat hal tersebut. Moment itu memang indah, namun tidak lebih dari kenangan. Sekedar kenangan yang tak penting digubris dalam keadaan seperti ini.

Bukan karena apa-apa selain hanya demi Changmin, Yunho perlahan melangkahkan kakinya menuju pada Jaejoong.

“Kim Jaejoong,” panggil Yunho sebari menyentuh pundak Jaejoong.

“Eoh?” Jaejoong agak tersentak. Ia cepat-cepat menghapus airmatanya lalu menoleh. Dan keterkejutan nampak dari raut muka Jaejoong saat melihat Yunho berdiri di sebelahnya.

“Park Yoochun menyuruhku memberikan ini padamu. Makanlah,” Yunho menyerahkan makanan tadi pada Jaejoong.

Jaejoong menggelang.

“Park Yoochun bisa membubuhku kalau kau memakan ini.” Adu Yunho.

“Bagaimana mungkin aku makan sementara putraku tak dapat memakan apapun sekarang,” kata Jaejoong kembali menatap Changmin.

“A-aku sebenarnya tidak mau membujukmu seperti ini. Tapi demi Changmin, aku terpakasa melakukannya.”

Jaejoong sedikit tertarik, namun bukan ia tersentuh. Ia tahu persis Yunho masih membencinya dan ia sendiri juga tetap belum bisa memaafkan Yunho, untuk sekedar menjadi temanpun masih jauh dari bayangan Yunho dan Jaejoong. Lagi-lagi juga karena Changmin, ia harus menahan emosi diam-diam. Setiap bertemu atau hanya mendengar nama Jung Yunho disebut, Jaejoong selalu teringat dengan penghianatan beberapa tahun yang lalu. Dan menjadi emosi.

“Changmin sangat merindukanmu, setiap malam dia hampir selalu mengigaukan namamu. Dan dalam ketidak sadarannya ia tak mau lepas darimu. Jika kau tak makan akan membuatmu jatuh sakit. Aku tidak membayangkan perasaan Changmin jika dia sadar nanti tak mendapati ada di sampingnya dan malah tergolek lemah juga di rumah sakit.”

Tes~

Kembali Jaejoong menetaskan air matanya tanpa sadar. Kali ini ia memang harus mengakui Yunho yang benar. Ia tak dapat menolak tawaran Yunho, dengan agak ragu Jaejoong mengangguk.

Yunho tersenyum tipis.  Ia menarik sebuah kursi ke samping Jaejoong duduk.

“Aku akan menyuapimu,” ucap Yunho yang mengejutkan Jaejoong.

Jaejoong melihat serius pada Yunho. Seolah mengerti tatapan tersebut, Yunho jadi  agak tingkah.

“Ah… aish. Kau jangan salah paham. Aku hanya ingin memastikan kalau makanan-makanan ini masuk ke perutmu, dan aku juga tak mau dibunuh Park Yoochun. Lagi pla, tangan kananmu tidak dilepaskan oleh Changmin, bagaimana bisa kau makan sendiri?” Yunho menjelaskan. Sebetulnya tidak begitu adanya. Kata-kata tadi meluncur saja tanpa proses pemikiran di otaknya. Tapi ia tak mau Jaejoong mengetahuinya.

“Arrasso…” lirih Jaejoong agak tersenyum

# # # # #

Sret~

“Kau mau kemana?”

Junsu menoleh, ia tersenyum sinis pada Yoochun yang mencegah tangannya.

“Tentu saja meenghentikan hal yang tak seharusnya,” jawab Junsu. Lalu kembali melihat melalui lubang di pintu namun terlapisi kaca. Dari situ, nampak dengan jelas, Yunho yang sedang menyuapi Jaejoong.

“Bagaimana kau akan melakukan melakukannya?” Yoochun bertanya lagi.

“Mudah, tinggal masuk dan menghentikan mereka.” Junsu menjawab tanpa melihat pada Yoochun.

“Kalau begitu kau yang akan kuhenntikan.”

Mendengar perkataan Yoochun tersebut, membuat Junsu langsung melihati pria disebelahnya itu dengan tajam.

“Kau tahukan hanya appa dan eomma Changmin saja yang boleh masuk ruangan ini? Aku akan melaporkanmu pada dokter dan petugas rumah sakit jika kau tetap pada keinginanmu.”

Diam-diam Junsu mengepalkan tangan, geram. Dan seulas senyum malah nampak di bibir Yoochun. Apakah Yoochun merasa menang? Atau menang? Tidak, justru ia sangat marah.

Perkataan Changmin beberapa hari yang lalu – saat keponakannya itu curhat padanya, masih terngiang di telingan Yoochun dengan begitu jelas. Dengan lemah bocah 12 tahun itu menangis padanya dan mengatakan betapa ia sangat merindukan ibunya, lalu dengan nada bercanda Changmin bertanya pada Yoochun ‘apakah jika ia sakit atau terjadi musibah padanya, dapat mempertemukannya dengan ibunya dan ia bisa melihat kedua orangtuanya duduk bersama?’. Dan Yoochun tak pernah berpikir, Changmin akan benar-benar melakukan hal segila ini. Bagiamanpun, ia akan melukan apapun agar apa yang Changmin lakukan ini menjadi sia-sia.

“Aku juga orangtunya. Sebentar lagi akau kan menikah dengan Yunho.” Junsu tidak akan pernah mengalah.

“Disaat seperti ini, kira-kira siapa yang paling Changmin butuhkan? Calon ibu tiri, atau… ibu kandungnya?” Yoochun menyingerai, semakin mengaduk-aduk emosi Junsu.

“Aaah…!” Pada ahirnya Junsu pun berteriak kesal. Matanya pun mulai memerah dan meneteskan airmata.

Yoochun masih nampak tenang dan dengan senyumannya tadi.

“Apa kau bisa merasakan perasaan orang yang calon suaminya malah bermesraan dengan pria lain? Terlebih pria itu mantan istrinya? Apa kau bisa membayangkan sakitnya perasaan itu, Park Yoochun! Kau tidak akan pernah bisa mengerti!” Junsu setengah berteriak.

“Aku tahu. Tapi aku pikir itu tak lebih menyakitkan dari pada dihianati suami dan sahabatnya yang sudah ditolong dari kondisi paling menyedihkan di dunia ini.”

Plak~

Dan tamparan pun melayang di pipi kanan Yoochun. Sesaat Yoochun terpancing, namun secepatnya ia dapat mengendalikan dirinya kembali.

“Jaga bicaramu, Park Yoochun. Aku dan Yunho saling mencintai.”

“Cinta? Jika kau benar sahabat Jaejoong, kau tidak akan pernah mengikuti perasaanmu dan menjadi penghianat. Kim Junsu, kau adalah orang yang paling tidak tahu terimakasih di dunia ini.”

Plak~

Kembali Junsu melayangkan sebuah tamparan pada pipi Yoochun, bersamaan itu, airmata Junsu mengalir lebih deras lagi. Tanpa bicara apapun lagi, Junsu langsung pergi dari hadapan Yoochun.

Senyuman Yoochun berubah jadi ekspresi penuh kemarahan. Ia mengepalkan tangannya.

Kehangatan diantara  sepupunya, sahabatnya, dan keponakannya di dalam sana. Ia tak akan membiarkan sipapun menganggu mereka. Ia bersumpah demi Changmin.

~TBC~

Sudah tahu kan ini FF terinspirasi dari mana?
Tapi ini aku buat ala aku sendiri jadi mungkin g bakal sama dengan kisah aslinya…




Jumat, 20 September 2013

[FF-YunJae] PG-17/Yaoi/A STORY/Oneshoot

Title : The Story

Author : Minhyan-ssi


Pairing : Yunjae

Legh : Oneshot


Ratting : NC-17


Genre : Drama - Fluff - Romance - NC – Yaoi - Angust


Cast :
- Jung Yunho
- Kim Jaejoong
- Etc

>>>>>

“Jung Yunho – “

Bipp~

Sambungan telepon terputus tiba-tiba. Yunho yang baru saja tiba di sebuah café untuk berkumpul dengan teman-temannya, kembali lagi beranjak. Rasa cemas dan khawatir yang begitu besar menyeruak mendadak.

“Kau mau kemana, Hyung?” tanya Changmin – sahabatnya.

“Kim Jaejoong membutuhkanku sekarang,” jawab Yunho sebelum benar-benar pergi lagi.

Changmin mengerutkan dahi. Ia meihat pada Yoochun dan Junsu – sahabat Yunho juga yang juga berada di sana. Yoochun seperti tersenyum aneh.

“Aku tak menyangka akan sejauh ini. Kim Jaejoong luar biasa, bisa membuat kacau seorang Jung Yunho,”komentar Yoochun seraya meminum segelas bis di tangannya.

Junsu dan Changmin jadi tersenyum bersamaan. Mengerti betul maksud Yoochun.

“Mari bersulang,” ajak Yoochun pada kedua temannya.

Changmin dan Junsu pun menyambut baik. Junsu menungkan bir ke gelas Changmin dan gelasnya sendiri.

“Thanks, Hyung,” kata Changmin untuk Junsu. Ia mengambil gelasnya dan bersiam untuk bersulang.

Junsu pun demikian.

“Mari bersulang,” ujar Junsu mengulang ajakan Yoochun.

“Cherss…”

Yoochun, Changmin dan Junsu saling memberturkan kecil gelas mereka sambil tertawa-tawa. Yoochun meneguk bir-nya dengan tanpa sedetik pun mengalihkan pandangannya dari kaca café yang transparan. Diluar sana Yunho tampak berjalan panik menuju mobilnya.

*******

Tangan kanan Yunho tak pernah terlepas dari ponsel yang menempel di telinganya dan tangan kirinya sibuk membuka pintu mobil. Ia sedang mencoba terus menghubungi Jaejoong, namun hingga kesekian kali tak dijawab-jawab juga. Ia merasa sangat khawatir, cemas, dan takut yang teraduk-aduk menjadi satu.

Yunho, terkadang ia tak habis pikir dengan dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia sepeduli ini dengan seorang Kim Jaejoong. Padahal, siapa Jaejoong dalam kehidupannya? Saudara, pacar bahkan teman pun… rasanya bukan. 4 bulan yang lalu secara tak sengaja saat mengunjungi club malam untuk overvasi diam-diamnya ia bertemu dengan Jaejoong yang bekerja di club tersebut. Yunho ingin membuat cerita dengan foto tentang kehidupan gigolo yang ‘menjajakan diri’ untuk pria-pria gay. Secara singkat, Yunho mem-booking Jaejoong untuk beberapa bulan.

Yang ia lakukan Ia sungguh tidak masuk akal menurut Yunho sendiri. Ia sama sekali tak keberatan mengeluarkan banyak uang untuk hak ekslusif sebuah foto. Ia tak hanya mengeluarkan berjuta-juta untuk bookingan, sewaktu-waktu Jaejoong bisa saja meminta transferan uang (yang tentu tak sedikit namun entah untuk apa). Ia tak pernah seperti ini sebelumnya. Ia akan meotret apapun yang diinginkannya, tapi ketika keinginannya itu berbenturan dengan pemilik obyek yang mengingkan dibayar tinggi atau ada syarat tertentu, Yunho pasti segera melepaskan keinginan tersebut  meski dengan kekecewaan. Entahlah.

Lebih gila lagi, dengan tegas Yunho menyuruh Jaejoong berhenti sementara dari pekerjaannya melayani pria-pria yang memerlukan kehangatan dari ‘para pria yang menjajakan diri mereka’. Yunho merasa punya hak penuh atas Jaejoong  untuk beberapa waktu kedepan.

“Shit,” umpat Yunho. Mendapati jalan menuju apartement  Jaejoong macet karena di depan baru terjadi kecelakaan. Ia segera memutar balik dan mencari alternatif jalan lain agar secepatnya sampai di apartemen  Jaejoong.

“Kim Jaejoong, sudah ku katakan berhenti memakai obat-obatan setan itu.”


*******

Brak ~

Dengan agak kasar, Yunho membuka pintu apartement Jaejoong. Ia lalu langsung bejalan menuju ke kamar Jaejoong. Beruntung, setelah beberapa menit berputar-putar, Yunho ahirnya menemukan juga jalan kecil menuju apartemen dimana ia berada sekarang.

“Jung Yunho,” Jaejoong seperti berbinar melihat kedatangan Yunho. Ia lantas menghampiri pria tampan berwajah kecil tersebut.

Yunho tak seperti  Jaejoong. Air mukanya malah menampilkan kesedihan yang amat sangat. Hatinya, seperti dicabik-cabik tanpa ampun. Sedih dan  miris,  yang bersatu karena melihat keadaan namja cantik di depannya sekarang. Wajah yang pusat pasi dan mata yang sayu membuat Jaejoong terlihat berantakan, ditambah rambut lurusnya seperti bekas jambakan. Damn. Yunho benar-benar mengutuk obat-obatan setan yang membuat Jaejoong jadi berubah seperti zombie.

“Jung Yunho, dimana mereka kau taruh?” Jaejoong sambil agak menarik kerah kemeja Yunho dan dengan pupy eyesnya. Ia tahu begini akan membuat Yunho jadi tidak tega lalu mengasihinya.

Yunho menghindari bertatapan muka dengan Jaejoong dengan berpura-pura melihat ke arah lain. Sial, Jaejoong selalu bisa menangkap  apa yang menjadi kelemahannya.

“Jung Yunho…” rengek Jaejoong.

“Aku sudah membuangnya,” Yunho melepas tangan Jaejoong dari kerahnya agak kasar.

Jaejoong memudarkan senyum yang dari tadi mengembang di bibir cherry-nya.

“KENAPA KAU MEMBUANGNYA!” teriak Jaejoong sambil mendorong Yunho. Ia pun tak  dapat lagi mengendalikan emosi. Sejak menjadi pemakai narkoba, banyak yang berubah dari Jaejoong. Salah satunya ia jadi gampang marah dan kesulitan mengontrol emosi yang meledak-ledak tersebut.

“ITU OBAT SETAN! KAU BISA MATI KARENA BARANG TERKUTUK  ITU!” Yunho berteriak pula. Bukan maksudnya mengkasari Jaejoong, menghadapinya dengan halus malah percuma. Jaejoong tidak akan menyerah sampai ia mendapatkannya.

Yunho memang sengaja menyembunyikan obat-obatan milik Jaejoong tersebut, demi kebaikan Jaejoong sendiri. Berbulan-bulan dengan hampir setiap saat bersama namja cantik itu, ia menjadi tahu dan seolah ikut merasakan  keras-gelapnya hidup Jaejoong.  Yunho merasa tidak rela saja Jaejoong dihancurkan oleh barang terkutuk macam narkoba. Meski berat karena ia jadi melihat Jaejoong yang lebih menderita karena ketergantungan.

“BERIKAN BARANGNYA… ! AKKHH….” Jerit Jaejoong. Rasa seperti tertusuk-tusuk ribuan jarum menyerang kembali. Ia terduduk begitu saja seraya menjambak rambutnya, masih mengerang kesakitan.

“Sakit Yunho…. SAKIT…!”

Demi Tuhan, Yunho ingin menangis tapi tidak mungkin. Ia merasa pria pantang menangis apalagi didepan orang lain.

“Jung Yunho, ku mohon….!”  Jaejoong merangkak sampai bersujud di kaki Yunho. Sungguh, ia tak kuat lagi . Jaejoong butuh mereka untuk menenagkan rasa sakit hebat yang sedang menyiksanya.

Shit. Tangan  Yunho yang berada dalam saku, nyaris mengeluarkan obat-obat Jaejoong, ia hampir ingin memberikannya karena tidak tega lagi. Beruntung, Tuhan sangat baik dengan langsung mengigatkan betapa mengerikannya jika obat terkutuk itu dikonsumsi terus oleh Jaejoong.

Grep~

Yunho berlutut dan memeluk Jaejoong sangat erat. Ia tidak tahu harus melakukan bagaimana, cara ini satu-satunya yang terpikir di benak Yunho untuk Jaejoong. Entah ini membantu atau tidak.

“Sakit… berikan Yunho… berikan…,” lirih Jaejoong sambil meronta – menahan sakit yang luar biasa.

Yunho tak menyahut dengan kata-kata namun sebuah ciuman yang membuat Jaejoong tersentak sesaat.

“Akh,” rintih Jaejoong saat Yunho menggigit bibir – meminta jalan memasukan lidahnya ke dalam sana. Tangan Jaejoong sibuk memukul-mukul kecil bahu Yunho, ia merasa sulit bernafas karena perbuatan Yunho yang seperti ini.

Yunho tak menggubris. Ia menarik Jaejoong berdiri lalu menuntunnya ke kasur.

Bug~

Tubuh Jaejoong terbanting diatas kasur, dengan Yunho menindihnya. Jaejoong masih berusaha melepaskan ciuman Yunho yang brutal. Ia mendorong Yunho dan berusaha menjauhkan kepalanya.

“Setelah aku melayanimu, apa kau akan memberikan mereka padaku,” tanya Jaejoong dengan nafas masih tak teratru, setelah berhasil melepaskan bibirnya dari dalam bibir Yunho yang seolah sedang melahapnya.

Yunho hanya menyingerai lalu membuka celana Jaejoong. Tanpa pemanasan apapun ia langsung memasukkan miliknya kedalam hole namja cantik di bawahnya.

“AKHH…!” teriak Jaejoong, berkali-kali lipat lebih keras dari sebelumnya. Ia merasa jiwanya sedikit lagi akan terlepas dari tubunya. Sangat sakit, seperti luka menganga yang di taburi garam satu karung. Air mata Jaejoong tak terbendung lagi. Ia terus berteriak sakit  dalam tangisan  saat  Yunho mulai bergerak menghujam raganya.

Yunho sebenarnya tidak tega dengan penderitaan Jaejoong sekali. Ia kasar, ia keterlaluan. Menyakiti orang yang sudah kesakitan parah. Ia tidak ada cara lain untuk membuat Jaejoong berhenti mengharapkan obat terkutuk itu. Sampai matipun ia tak akan sudi memberikannya. No way.

********  

Dua bulan kemudian….

“Yang ini cantik, biasa saja, biasa saja. Nah… yang ini sangat sexy.”

Pletak~

“Auw. Junsu-ah, sakit,” Yoochun menyentuh kepalanya yang baru mendapatkan jitakn dari Kim Junsu – kekasihnya.

“Aku lebih sexy dari Kim Jaejoong,”

“Kau sexy hanya bokongmu saja, duck butt,” Yoochun menjulurkan lidahnya. Ia kembali melihat-lihat foto-foto Jaejoong yang masih dalam kamera Yunho.

“Benar-benar sexy,” komentar Yoochun lagi ketika melihat foto Jaejoong half naked dengan memakai handuk saja dan tersenyum.

Pletak~

“Aww.”

Yoochun mendapat jitakan sekali lagi dari Junsu. Tapi ia tak menggubrisnya. Pria berkening lebar ini seperti lebih tertarik melihat foto-foto koleksi Yunho tersebut.

Tuing~

Yoochun merasakan kepanya didorong dari samping.

“Aish, Jun – “ Yoochun hendak memprotes pada Junsu tapi seketika jadi mengerungkannya karena ia melihat Yunho sudah berdiri di sebelah Junsu yang cemberut. Ia tersenyum innocent. Sepertinya bukan Junsu tapi Yunho yang mendorong kepalanya barusan.

“Tidak ada jatah malam ini untukmu, Park Yoochun.” Sebelum pergi dengan kekesalannya, Junsu mengatakan tersebut dengan sangat tegas.

“Dan aku akan membunuhmu jika sekali lagi kau melihat foto-foto pribadi Kim Jaejoong.”

Sret~

Yunho lalu mengambil kasar kameranya dari tangan Yoochun. Yoochun menggaruk belakang kepalanya, ia merasa agak  tidak enak dengan Yunho.

“Aku tahu kau menyukai Kim Jaejoong,” celetuk Yoochun. Ia pernah jatuh cinta dan tentu sangat tahu gelagat orang yang jatuh cinta bagaimana. Ia sering memergoki Yunho melamun sambil memegang atau melihat foto Jaejoong, entah di kamera atau laptop.
Yunho juga sering memuji Jaejoong di depan dirinya, Junsu dan Changmin. Saat meceritakan tentang Jaejoong, mata Yunho selalu berbinar-binar. Dan barusan, Yunho terlihat jelas sangat protektif pada Jaejoong.

Yunho hanya tersenyum saja. Ia lalu berjalan ke balkon apartemennya. Dan mengambil beberapa foto pemandangan kota Seoul dari sana.

Yoochun mengikutinya dan berdiri di sebelahnya.

“Aku merasa Kim Jaejoong itu berbeda,” kata Yunho. Tanpa melihat pada Yoochun. Ia menerawang sepanjang batas pandang kota Seoul.

“Menurutku Kim Jaejoong bukan gigolo. Dia seperti seseorang yang terjebak dalam dunia hitam dan kau datang menyelamatkannya,” sahut Yoochun.

“Kau pikir aku dan Jaejoong sedang bermain drama?” Yunho ahirnya melihat pada Yoochun.

“Mungkin iya. Drama yang disutradarai oleh Tuhan.” Yoochun menoleh pada Yunho, dan tersenyum.

******

Yunho tersenyum di depan sebuah gedung bertingkat yang luas dengan terdapat papan bertuliskan ‘Kantor Rehabilitasi Narkoba Seoul’ di depannya.

Setelah ia ‘memperkosa’ Jaejoong malam itu, pagi hari ia bertengkar hebat dengan namja cantik itu. Yunho ingin Jaejoong masuk rehabilitasi sementara Jaejoong bersikeras tidak mau. Setelah tanpa menyerah ia menekan, Jaejoong pun menyerah dan menurut apa yang Yunho katakan. Ia tak keberatan mengeluarkan banyak uang lagi untuk biaya rehabalitasi dan tentu membeli – membebaskan  Jaejoong dari bar tempat namja cantik itu bekerja.

Yunho lalu berjalan ke dalam sana.

Di depan pintu ruang khusus untuk membesuk, Yunho menghentikan langkahnya sejenak. Mengamati dengan serius orang-orang yang di dalam sana.

Yunho melihat Jaejoong ada diantara orang-orang tersebut – dua orang perempuan dan sepertinya sepasang suami istri paruh baya sedang memeluk Jaejoong bersamaan.  Nampak suasana haru di sana. Entah, Yunho juga tak terlalu yakin.

*******

“Kau tadi baru bertemu siapa?” tanya Yunho. Yunho harus menunggu cukup lama untuk dapat bertemu Jaejoong ( yang sedang ada tamu). Tapi terbayar dengan izin dari pihak kantor rehab yang membolehkan dirinya mengejak Jaejoong ke taman yang tepat  di sebelah kantor.

“Kau melihat kami? Kenapa kau tidak masuk saja. Padahal ayahku, ibuku dan kedua kakakku sangat ingin bertemu denganmu.” Kata Jaejoong melihat pada Yunho yang duduk di sebelahnya.

Yunho mengerutkan dahi. Ayah, ibu dan kakak? Bukankah Jaejoong mengatakan padanya kalau ia sebatang kara. Eoh.

Jaejoong bisa membaca kebingungan di wajah Yunho. Namja cantik itu meraih tangan Yunho, meremasnya lembut.

“Maksudmu mereka keluargamu?” tanya Yunho, balas melihat pada Jaejoong.

“Sebenarnya aku diusir dari rumah oleh ayahku karena melihatku berciuman dengan sahabatku yang seorang pria. Keluargaku akan malu kalau orang-orang tahu anak lelaki satu-satunya keluarga Kim ini adalah gay. Aku frustasi dan sampai ahirnya terjebak dalam lingkaran setan narkoba. Semakin lama tabunganku habis untuk membeli obat-obatan itu, dan aku berpikir harus bekerja untuk mendapatkan uang. Dan seorang teman menawari pekerjaan mudah tapi uangnya banyak, dan aku tidak perlu repot menutup-nutupi kalau aku ini gay. Dua hari tiga hari bekerja di bar itu, aku bertemu denganmu, sebagai tamu pertama dan yang terahir.” Cerita Jaejoong panjang lebar.

 Yang membuat Yunho nyaris tak dapat berkata-kata lagi. Ia tak menyangka.

“Lalu?” tanya Yunho, ia merasa masih penasaran. Entah apa itu yang membuatnya penasaran.

“Apanya?” Jaejoong mengerutkan dahi. “Ah, iya. Sekarang keluargaku sudah berubah, mau menerimaku yang lebih tertarik pada pria dari pada wanita. Saat aku bercerita aku sedang menyukai seseorang, mereka tidak keberatan sama sekali. Bahkan mereka ingin sekali bertemu dengan dia.”

Shit. Yunho merasakan jantung berdebar meningkat dan  mendadak gugup. Senang, penasaran juga. Dirinya kah pria yang sedang Jaejoong sukai itu? Tadi Jaejoong mengatakan kalau keluarga Kim ingin sekali bertemu dengannya.

Chu~

Jaejoong mencium bibirnya singkat dan tiba-tiba.

Demi Tuhan, jantung Yunho rasanya akan melompat keluar sebentar lagi.

Sret~

Yunho menarik Jaejoong ke pangkuannya, lalu mencium bibir Jaejoong cukup lama. Ia mengerti meski Jaejoong tak mengakannya secara langsung. Ciuman ini sudah cukup mewakili semuanya.
Yeah. Sejujurnya Yunho pun merasakan yang sama dengan Jaejoong. Namja cantik ini berhasil membuat dirinya selalu berdebar-berdebar ketika bersama, sejak pertama kali mereka bertemu.

“Bagaimanana dengan proyekmu membuat cerita dengan foto? Apa kau sudah menyelesikannya?”

“Belum,”

“Wae?Padahal ini sudah hampir 7 bulan.”

“Aku tidak akan menyelesaikannya. Aku tidak rela foto-fotoku yang kudapat dengan susah payah dan pengorbanan, dimiliki juga orang lain. Kau milikku dan apapun yang berhubungan denganmu, hanya aku yang berhak memilikinya. ”

Yeah. Yunho yang ingin membuat sebuah cerita, tidak menyadari dirinya sedang menjadi pelaku sebuah cerita. Cerita karangan dan disutradarai langsung oleh Tuhan.


~THE END~