Rabu, 16 Oktober 2013

[FF-YunJae] PG-NC/Yaoi/BROTHER (ANGEL)/Chapter 2

Title :  Brother Angel

Author : Minhyan-ssi


Pairing : Yunjae


Legh : 2 of ?


Ratting : PG-17 for now


Genre : Drama – Angst – Yaoi – Mpreg – Family – NC (ditunggu saja)


Cast :

- Jung Yunho (23)
- Kim Jaejoong  (18)
- Kim Junsu (22)
-Etc

FF terinspirasi dari film My sister keeper… mungkin ada yang udah nonton?? But, tetep aku buat ala Yunjae

So, Happy reading all. . .


# # # #

P.O.V Author

“Biasanya, larut malam begini para pelajar sedang tidur nyenyak di kamarnya.”

Jaejoong menghentikan langkahnya seketika. Ia baru keluar dari gang sempit yang akan menuju markas grup dance yang ia ikuti. Jaejoong agak menyimpitkan matanya, ia tak dapat melihat dengan jelas pria yang  berucap barusan. Pria itu berdiri di tengah kegelapan sambil bersandar sombong pada mobilnya.

Jaejoong lalu memutuskan tak menggubrisnya. Paling hanya orangtua yang ingin menegur anak muda, atau orang mabuk yang sedang merancau. Jaejoong merogoh sakunya, mengambil ipod lalu memasangkan headset ke telinganya. Kemudian ia melanjutkan berjalan.

Semakin mendekati pria itu, Jaejoong tak berubah sikapnya – tetap dengan ketenangannya. Ia lebih memilih menikmati musik yang sedang didengarnya ketimbang memikirkan hal yang tak penting begini.

Sret~

“Ah!” seru Jaejoong yang tak mengira pria itu akan  membidik dirinya.

Pyaar~

Mendadak juga, lampu jalan yang berada dekat dengan posisi Jaejoong menyala.

Dan Spechlees. Jaejoong melebarkan mata besarnya, terkejut bukan main. Pria itu adalah Jung Yunho. Bagaimana bisa?

“Hai, bocah. Kenapa masih berkeliaran selarut ini?huh?! Kau tahu, kalau polisi sampai tahu, kau bisa kena sanksi.” Ucap Yunho.

Jaejoong mengepalkan tangannya.

“Bukan urusanmu.” Jaejoong menimpali dengan penuh penekanan. Ia lalu mengibaskan lengannya yang dicengkram oleh Yunho.

Jaejoong bermaksud melangkahkan kakinya pergi, namun justru Yunho menarik kembali lengannya.

“Apa gaji sebagai dokter, kurang untukmu? Sehingga kau juga berprofesi sebagai penguntit?” Jaejoong bertanya, yang lebih tepatnya untuk menghardik.

“Keluar larut malam begini bisa membuat tubuhmu sakit.” Kata Yunho.

“Ini tubuhku. Terserah ingin ku apakan tubuhku.” Jaejoong tak mau kalah.

“Itu tubuh Kim Junsu. Tubuhmu akan didonorkan untuk kakakmu. Bahkan kau tidak memiliki hak atas tubuhmu sendiri, lalu bagaimana kau akan berbuat untuk tubuhmu?”

Sret~
Jaejoong mengibaskan genggaman tangan Yunho pada lengannya. Emosinya yang mengumpul seolah ternampakkan dalam sudut mata besarnya yang kini dipenuhi cairan bening yang hampir menetes. Mendadak, ia merasa tak berdaya. Yunho benar, ia tak memiliki hak bahkan atas tubuhnya sendiri.

Damn. Jaejoong tak hentinya mengutuk takdir, kenapa dirinya ditempatkan dalam tubuh seorang Kim Jaejoong yang lahir karena rekayasa (genetika) dan matipun mungkin dapat direkayasa juga.

Jaejoong meneteskan airmatanya sambil memberontak pada Yunho, namun Yunho justru semakin menguatkan genggamannya.


Seoul, 18 tahun yang lalu

“Kenapa kau cemberut?” tanya bocah kecil 4 tahunan dan bernama Kim Junsu.

“Aku benci adikku. Gara-gara dia, appa dan eomma tidak sayang lagi padaku,” jawab bocah satunya yang setahun diatas Junsu, yaitu Yunho.

Kedua bocah cilik itu sedang bermain di taman rumah sakit sambil menunggui ibu mereka masing-masing yang baru saja melahirkan. Yeah, keduanya baru saja resmi menjadi seorang kakak.

“Aku sangat senang menjadi kakak. Adikku sangat lucu, dia juga sangat cantik meskipun laki-laki. Apa kau mau bertemu dengannya? Mungkin kau bisa jadi menyukai adikmu setelah kau tahu kalau adik bayi itu sangat lucu.”

Entak tertarik oleh apa. Yunho mengangguk saja saat tangannya ditarik oleh Junsu untuk menemui adik bayi dari Junsu.

“Wahh….” Gumam Yunho takjub. Setelah ia dan Junsu berada di kamar rawat Nyonya Kim. Sementara bayinya yang diberi nama Kim Jaejoong, sedang terlelap dalam box yang berada di sebelah ranjangnya.

Mata Yunho berbinar, bayi – adik Junsu itu nampak sangat manis dan seperti malaikat.


Seoul, back to now

“Apa maumu sebenarnya! Lepaskan aku!” teriak Jaejoong. Satu tangannya yang lain mencoba manarik tangan Yunho yang menggenggam lengannya yang lain. Namun tetap saja Yunho yang lebih kuat.

“Kau juga pasien appa-ku karena tubuhmu adalah milik Junsu. Jadi, aku pun juga berhak melakukan apa saja pada tubuhmu.”

“Tidak masuk akal! Ini tubuhku! Aku yang berhak!”

“Benarkah?” Yunho menyingerai, sambil berbisik di telinga Jaejoong.

# # # # # # #

“Eomma akan bicara dengan dokter Jung dulu. Kau tunggu sebentar, Chagi.”

Junsu mengangguk. Ia sambil tersenyum membiarkan ibunya dan dokter Jung pergi untuk berbicara sesuatu. Yeah, Junsu yakin sekali pasti kedua orang tersebut membicarakan tentang kondisi dirinya.

Beberapa saat kemudian, Junsu memudarkan senyumnya. Entah kenapa raut wajahnya mendadak berubah seperti sedang mengkhawatirkan sesuatu. Ia melamun dalam beberapa saat.

Pluk~
Sesuatu seperti terjatuh di depan Junsu, ia langsung terbangun dari pikiran panjangnya. Ia agak menundukkan kepalanya,  sebuah ponsel kini berada di dekat sepatunya. Ia lalu bermaksud mengambil ponsel itu, dan tanpa Junsu duga, secara bersamaan juga ada tangan lain yang sedang mengambil ponsel tersebut.

Tak sengaja lagi, tangan lain itu kini malah menggenggam tangan Junsu. Junsu lalu menoleh pada pemilik tangan tersebut.

Deg~
Junsu membeku dalam sekejap. Seolah mata pemilik tangan tadi memenjarakan dirinya. Ia jadi tenggelam ke dalam fantasi-fantasinya. Memang baru hitungan hitungan detik Junsu melihat wajah pria yang adalah pemilik tangan tadi. Namun memori otaknya cekap merekam dan menyimpan wajah pria itu, bahkan fantasi-fantasi Junsu tentang pria di hadapannya kini bisa dibilang kuat.

Seperti video yang tengah di-pause, dalam beberapa saat keduanya hanya  saling memandang tanpa sedikit pun bergerak atau berucap sesuatu.

“Park Yoochun! Park Yoochun! Dimana kau?!” teriak seseorang yang menggema hampir keseluruh lorong rumah sakit.

“Astaga!” seru pria tadi, yang mencairkan keheningan diantara dirinya dan pria cantik di hadapannya ini.

“Cantik, bisakah kau berikan nomor ponselmu?” tanya pria tadi yang bernama Park Yoochun.

Junsu tanpa banyak berpikir langsung saja memberikan nomor ponselnya pada Yoochun.

“Gomawo…” bisik Yoochun pada Junsu, sebelum ia tanpa izin mencium pipi Junsu seenaknya kemudian kabur – pergi berlalu begitu saja.

Junsu kembali membeku, namun jantungnya malah berpacu dua kali lebih cepat.

# # # # # # #

Jaejoong memandang sekaleng minuman yang disodorkan Yunho kepadanya. Dalam dirinya ia menahan menahan emosi yang bergejolak hebat. Antara marah, sedih dan merasa tidak berdaya. Ia mengutuk Yunho, juga Tuhan yang memberinya takdir semenyedihkan ini.

“Minumlah jika benar kau memiliki hak atas tubuhmu,” kata Yunho.

Keduanya kini berada di tepi sungai Han. Entah kenapa Yunho malah mengajak remaja cantik ini kesini, padahal ia tadi menggunjing Jaejoong yang masih pelajar berkeliaran di jalan hingga larut malam.

Jaejoong tak merespon. Ia menahan airmata sambil tetap menatap nanar kaleng itu. Karena, Jaejoong tahu itu adalah bir – minuman yang memabukkan. Setelah meminum bir, dibeberapa organ dari tubuhnya akan mengalami perubahan atau paling parah akan terjadi masalah. Dan hal ini tentu akan dapat membuat kekacaukan di keluarga kecilnya.

“Ayo…” Yunho kembali membujuk, bahkan dengan menyentuhkan kaleng tersebut pada pipi Jaejoong.

Jaejoong tetap tak menggubris.

Ck. Yunho terkekeh, lama-kelamaan tawanya diperkeras. Ia tertawa terbahak-bahak sambil melihat ke langit.

Sikap Jaejoong tak berubah sedikitpun. Ia dapat merasakan, tawa ini bukan tawa orang yang sedang dipenuhi kebahagiaan. Itu tawa ejekan.  Perlahan Jaejoong mengepalkan tangannya.

Grep~

Jaejoong kembali melebarkan matanya yang kini sayu. Mendadak Yunho memeluk dirinya.

“Mari kita membuat kenangan yang tak akan pernah kau lupakan malam ini,” bisik Yunho, yang  terdengar sensual.

Otak Jaejoong dengan cepat merespon maksud ucapan Yunho barusan. Ia langsung berusaha melepaskan diri dari Yunho.

“Lepaskan aku!” teriak Jaejoong memaki Yunho.

“Kau tidak bisa menolak, kau tidak memiliki hak atas tubuhmu.” Kata Yunho lagi. Ia bergeser menindih Jaejoong yang terduduk di sebelahnya.

Jaejoong semakin berusaha mendorong  Yunho, tubuhnya mulai bergetar takut. Yunho semakin seduktif berusaha untuk mencium bibirnya. Harga diri, Jaejoong juga memilikinya meskipun ia tak bisa berbuat sesuka hati  pada tubuhnya. Setidaknya, ini satu-satunya yang dapat Jaejoong miliki dan  ia pertahankan. Ia ingin mati juga dalam keadaan terhormat.

Dug~

“Aww,” keluh Yunho karena belakang kepalanya terbentur dasbor mobil. Perlawanan Jaejoong ahirnya membuahkan hasil. Ia dapat menjauhkan diri dari Yunho, meski mungkin hanya sementara.

Sret~

Jaejoong lalu mengambil kaleng (bir) tadi yang berada dalam kantong kresek di dasbor mobil. Ia lalu membukanya dengan agak kasar. Mata besarnya yang basah dan meneteskan butiran bening, menatap nanar pada Yunho.

Yunho terdiam beberapa saat, kemudian menyingerai.

Jaejoong, ia lantas meminum bir tersebut dengan seperti terburu-buru. Satu, dua, Jaejoong belum berhenti pada kaleng yang ketiga walau kini kesadarannya sudah mulai memudar.

“Bagus, lakukan seperti itu.” Yunho memuji? Entahlah.

Jaejoong meneguk birnya, sambil melirik Yunho yang nampak kegirangan membuka satu kaleng bir juga. Kalau hati dapat bersuara seperti mulut, mungkin kini Yunho sudah rapat-rapat menutup telinganya. Bagimana kini hati Jaejoong menjerit keras. Sungguh, ia juga tak menginginkan situasi seperti ini. Kalu boleh jujur, ia malah membenci minuman terkutuk ini. Minuman setan ini akan merusak organ tubuhnya. Yang otomatis akan mempengaruhi Junsu juga. Ia juga akan mendapat masalah baru dengan kedua orangtuanya.

Tapi… Harga diri juga sangat penting untung dirinya.

“Habiskan semuanya, Kim Jaejoong. Tunjukkan kalau kau berhak atas tubuhmu.” Yunho menyerahkan bir lagi  pada Jaejoong, setelah remaja cantik itu membuang kaleng ketiganya.

Jaejoong dengan kasar menyahutnya. Ia melihat pada Yunho, namun bayangan Yunho mulai mengabur.  Mendadak, perasaan Jaejoong menjadi sangat sedih, kenapa ia menjadi sangat bodoh di depan Yunho? Kenapa ia mau saja  melakukan suruhan Yunho yang tak masuk akal begini dengan sangat mudah?

Hak tubuh? Kenapa ia harus peduli. Siapa Yunho untuknya? Kenapa ia harus terlihat kuat di depan pria ini, padahal semua orang dapat melihat kerapuhannya. Kenapa perasaan hatinya jadi rumit begini?

Klek~

Jaejoong membuka pintu mobil, lalu keluar. Perlahan, ia berjalan menuju pinggiran sungai Han. Dan, Yunho menyusulnya diam-diam.

“AAAAAAAA….” Jaejoong berteriak sekeras-kerasnya. Ia lalu meneguk lagi minumannya.

“Apa hanya sebatas itu kekesalanmu?” tanya Yunho, yang sudah berdiri di sebelah Jaejoong.

Jaejoong menoleh.

“Aku membencimu, dokter bejat.” Ucap Jaejoong dengan nada penuh kekesalan. Bicaranya sudah tak ia atur lagi, norma atau palah itu tak  digubris lagi oleh Jaejoong. Sebagian dari dirinya sudah mengabur, kini emosi yang mengambil kendali atas seorang Kim Jaejoong.

“Ucapkan sekali lagi. Lebih keras.”

“AKU MEMBENCIMU, DOKTER BEJAT. JUNG YUNHO, KAU BAJINGAN!” teriak Jaejoong sambil mendorong-dorong tubuh Yunho.

Sedikit pun Yunho tak melawan.

“Siapa lagi yang kau benci?” tanya Yunho tetap dengan ketenangannya. Namun mata musangnya nampak memerah dan basah.

“Eomma, Appa, Tuhan, takdir… aku benci semuanya.”

“Kanapa kau membenci mereka?”

Jaejoong berhenti mendorongi Yunho. Ia nampak berpikir. Bayangan dirinya saat masih balita harus merasakan sakit yang luar biasa akibat jarum suntik untuk mengambil salah satu bagian dari organ tubuhnya untuk didonorkan pada Junsu, bagiamana ditengah sakitnya yang luar biasa itu, semua orang justru lebih mengkhawatirkan kakaknya dan tak peduli padanya, bekelebatan di benak Jaejoong. Membuat emosi semakin mengaduk-aduk perasaan Jaejoong.

“AKU BENCI! KENAPA AKU HARUS MENDAPATKAN TUBUH SELEMAH INI! KENAPA AKU HARUS DILAHIRKAN KE DUNIA  INI! AKU BENCI TAKDIR! AKU BENCI TUHAN! AKU MEMBENCIMU EOMMA, APPA! AAAAKKH…..!”

Jaejoong menjambak rambut lurusnya, berteriak sambil menengadah ke langit, seolah sedang memprotes pada Tuhan. Perlahan Jaejoong menjatuhkan dirinya ke tanah. Ia lantas menangis sekeras-kerasnya, melepaskan semuanya yang selama ini dipendamnya.

Tes~
Air mata Yunho menetes tanpa disadari. Perlahan, ia juga menjatuhkan diri ke tanah – mendekati Jaejoong. Hatinya terasa sangat perih. Ia memeluk Jaejoong kemudian. Pukulan-pukulan kecil dari Jaejoong di dadanya tak ia pedulikan, karena ini tak seberapa dibanding sakit yang dirasakan oleh Jaejoong.

Semakin lama tangisan Jaejoong terdengar melemah dan tak terdengar lagi. Yunho melihatnya, mata indah yang sayu itu kini terpejam. Yunho mengecup kening, lalu kedua kelopak mata indah itu, terahir ia melumat lembut beberapa saat bibir Jaejoong, sebelum ia menggendong tubuh ramping itu kembali ke mobilnya.

# # # # #

Cahaya matahari menerobos seenaknya pada sebuah kamar. Walau sedikit mengganggu tidurnya, Jaejoong masih enggan membuka mata. Ia masih ingin merasakan nyaman oleh mimpinya dan seperti belaian di kepalanya.

~TBC~

1 komentar: