Jumat, 06 Februari 2015

DAFTAR MENJADI RESELLER DAN AGEN PULSA MURAH

 

  Di era sekarang namanya gadget atau HP menjadi kebutuhan primer. Terlebih dengan adanya gadget yang seperti sayur tanpa garam kalau tidak ada paket internetnya. Dan untuk membeli paket internet tentu saja di perlukan pulsa bukan???
                   Kamu punya gadget? Maybe, kamu punya HP? Hampir pasti. Nah, pasti kamu perlu pulsa bukan? Nah... untuk hal ini kami menawarkan sebuah solusi yaitu dengan menjadi RESELLER atau AGEN PULSA MURAH.
                  Ada keuntungan menjadi Agen atau Reseller Pulsa di Master Pulsa Yeppeo Shop:
1. Lebih hemat, tentu saja. Kalau kamu harga pulsa di AGEN PULSA akan berbeda daripada kamu beli di konter
2. Nambah uang saku. Kalau kamu menjualnya ke orang lain, kamu akan dapat untung/laba
3. Bonus/ laba kamu akan bertambah jika kamu berhasil mengajak teman kamu untuk gabung dengan kami. Kalau pun g nambah teman laba kamu g bakal dikurangi kok. karena ini bukan MLM.

So... berminat gabung?
Silahkan hubungi kontak berikut untuk info lebih lanjut :


WA : 082132441256 (no SMS & Call)

Line : yeppeoshop123

TRUSTED!!!

Jumat, 08 Agustus 2014

[FF - YunJae] Yaoi/NO MORE/Oneshoot

Title : No More

Author : Minhyan-ssi


Legh : Oneshoot


Ratting : PG-17


Genre : Drama – Yaoi

Cast :

- Jung Yunho
- Kim Jaejoong
-Etc

Hallo sudah sangat lama nggak nulis FF, maap juga hasilnya juga geje
FF kali ini terinspirasi, ah tidak tapi copas MV-nya Beast-No More… kalau sama ya maklumin aja ya, namanya juga copas hahahah

### buat tanda flashback
+++ buat tanda alir maju

Ok, Happy reading all. . .

and sorry for typo

# # # #

Klik~

Jaejoong menyentuhkan jemari lentiknya pada layar ponselnya, ia memilih option “send” yang tertera dalam akun instagramnya. Ia lalu meletakkan ponsel tersebut diatas meja. Jemarinya beralih meraih sendok dan garbu dihadapannya dan mulai memakan makanan yang kini ada di hadapannya.

Salah satu sudut bibirnya tertarik perlahan membentuk seperti sebuah seringaian. Ia teringat masa lalu.

# # # # # #
“Aku nggak mau!” Tolak Jaejoong sambil membuang wajahnya ketika di depan mulutnya disodori sesendok makanan yang tidak disukainya.

“Ayolah, ini enak, Joongie,” ujar seseorang yang menyodorkan makanan tersebut, dengan setengah memaksa.

“Aku nggak mau, Yunho-ah.”

“Ayolah…” Yunho, orang yang bersama Jaejoong tersebut pada ahirnya benar-benar memaksakan kehendaknya dengan tanpa babibu lagi ia meneroboskan sendok tersebuk ke dalam mulut Jaejoong.

“Ya!” teriak Jaejoong langsung berdiri dari duduknya. Ingin ia memprotes kekasihnya ini, tapi ia tak bisa karena mulutnya sedang penuh dengan makanan.

# # # # # #
Perlahan Jaejoong memasukkan sesendok makanan yang baru diambilnya ke mulutnya. Dulu, ia benci makanan ini, tapi karena sering dipaksa Yunho, ia mulai kini mulai terbiasa untuk memakannya dan sedikit menyukainya.

Drrt~~~
Ponsel Jaejoong bergetar.

Masih sambil memakan makanan yang baru dipesannya beberapa saat yang lalu, tangan kirinya mengambil ponselnya. Mulutnya mendadak berhenti menguyah. Barusan ia mendapatkan pemberitahuan instagram, beberapa detik yang lalu  Yunho menyukai foto makanan dihadapannya kini yang ia publish sekitar lima menit yang lalu. Why??

 +  + +

Jepret~

Jaejoong kembali mengabil foto dirinya sendiri atau kebanyakan orang sekarang menyebutnya selfi. Ia nampak menunjakkan ekspresi wajah kepedasan dengan bibirnya yang berlumur minyak dari makanan tersebut. Dan tanpa ragu ia mempostinya ke akun instagram-nya.

Jaejoong melirik kea rah jam dinding yang ada di restoran ini. Masih jam 8 malam dan Changmin, adiknya, pasti belum pulang dari kuliahnya. Jika pulang sekarang, ia bakal sendirian di apartemen. Itu ,menyebalkan sekali.

Mata Jaejoong kembali melirik pada layar ponselnya. Jemarinya men-scroll home akun instagramnya. Mungkin akan lebih baik ia menunggu sampai Changmin pulang disini sambil memainkan ponselnya. Sesekali pria cantik ini tersenyum melihat foto-foto yang diposting oleh teman-temannya, gila dan sangat lucu. Senyumnya memudar langsung ketika salah satu yang ada di home instagramnya adalah postingan foto sepasang cincin yang dipublish oleh Yunho.

# # # # # #
“Kita putus!” teriak Jaejoong

“Why? Kenapa kita harus putus. Bukankah kita saling mencintai?” Yunho berusaha meraih tangan Jaejoong yang akan pergi dengan menenteng sebuah koper.

“Aku lelah, Jung Yunho. Aku lelah dengan sikapmu yang overprotektif. Aku bosan kau atur-atur dan aku BOSAN HIDUP DENGANMU!” Jaejoong menepis kasar uluran tangan Yunho. Ia lalu berbalik melihat pada Yunho. “Jangan pernah mengangguku lagi, Jung Yunho. Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi.” Lanjut Jaejoong melihat serius pada Yunho.

Yunho tak berkata apapun lagi. Bahkan ia diam saja ketika Jaejoong melangkahkan kakinya keluar dari apartemennya yang ia tinggali bersama Jaejoong selama 3 tahun terahir ini.

# # # # # #

Lamunan Jaejoong buyar ketika kembali ponselnya bergetar karena sebuah pemberitahuan dari instagram. Kali ini ia berusaha keras menahan air matanya untuk jatuh. Lagi dan lagi Yunho men-like postingan fotonya yang terahir.

“Berhenti Jung Yunho, berhenti melakukan ini,” gumam Jaejoong. Ia lalu meletakkan kembali ponselnya di meja. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, ia berusaha keras untuk mengendalikan emosinya.

Drrrt~

Kembali posel Jaejoong bergetar beberapa saat kemudian. Dengan agak malas ia melirik pada ponselnya. Ternyata panggilan dari Changmin. Jaejoong segera mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan langsung mengangkat panggilan telpon dari adiknya tersebut.

“Ah, Arraseo,” ujar Jaejoong singkat lalu menutup ponselnya. Ia juga mengambil tas kantornya untuk kemudian beranjak dari restoran yang dulunya dan mungkin masih menjadi restoran favorit untuknya dan Yunho, meskipun kini mereka berdua telah berpisah jalan. Barusan Changmin mengatakan sudah dijalan dan akan segera sampai di apartemen.

Baru beberapa langkah berjalan, langkah Jaejoong terhenti. Tanpa ia tahu dan ia duga ia melihat Yunho sedang berjalan ke arahnya dengan membawa sebuah rangkaian bungan ditangan kiri sementara tangan tangannya membawa sebuah kotak seperti kotak tempat untuk cincin. Jaejoong melihat agak seruis pada kotak tersebut selama beberapa detik. Samar-samar ia menyunggingkan senyuman. Tidak salah lagi, itu adalah kotak yang tadi ia di posting oleh Yunho di instagram mantan kekasihnya tersebut.

# # # # #

“Yunho-ah,” panggil Jaejoong

Yunho tak menjawab, ia malah berlutut sebari menyerahkan sebuah rangkaian bunga untuk Jaejoong. Dan Jaejoong menerimana dengan perasaan yang penuh kejutan.

“ Aku sering menganggumu dan membuatmu kesal karena jujur saja aku tidak bisa sedetik tanpa dirimu. Kau adalah oksigenku, Jaejoongie. Aish, sudah aku tidak bisa berkata-kata lagi. Mungkin bagimu aku terlihat gila saat ini. Tapi, aku benar-benar menyukaimu Kim Jaejoong, aku ingin kau jadi pacarku.” Ucap Yunho yang terdengan sangat terburu-buru dan gugup.

Jaejoong masih diam dan tak menjawab.

“Pokoknya kau harus jadi pacarku.” Dengan tanpa izin Jaejoong, Yunho memaksakan memakaikan sebuah cincin di jari manis pria cantik ini.

# # # # # #
Yunho juga menghentikan langkahnya. Ia sedikit menyembunyikan rangakaian bunga yang di bawanya di belakang punggungnya. Dengan tampak tenang, Yunho kembali melangkahkan kakinya, begitu pula dengan Jaejoong.

Ketika dua pria mantan pasangan ini sudah berada dalam jarak yang dekat dan nyaris berpapasan, keduanya nampak tidak saling melihat satu sama lain, bahkan Jaejoong mempercepat langkahnya untuk segera keluar dari restoran tersebut.

“Yunnie-ah!” teriak seorang wanita sambil melambaikan tangannya pada Yunho.

Yunho nampak tersenyum dan balas melambaikan tangan pada wanita tersebut.

Samar-samar Jaejoong masih bisa mendenger terikan wanita tersebut. Ia lalu melangkahkan kakinya lebih cepat lagi bahkan ia setengah berlari meninggalkan restoran tersebut.

“Untukmu,” ujar Yunho seraya menyerahkan bunga yang dibawa tadi pada wanita yang memanggilnya tadi, Park Soo Jin.

“Untukku?” Soo Jin nampak antusias menerima bunga tersebut. Tanpa banyak berpikir ia langsung memeluk Yunho yang baru dipacarinya setengah tahun terahir ini.

“Will you marry me?” kata Yunho setelah mengahiri pelukan mereka dan berlutut pada kekasih barunya ini.

+ + + +

Jepret ~`

Jaejoong kembali memotret bintang-bintang yang ada di langit. Ia tidak jadi langsung pulang. Ia pergi ke sungai Han dan merebahkan diri diatas rerumputkan sebuah taman yang berada di pinggiran sungai di kota Seoul tersebut. Lagi dan lagi mempostingnya kea kun instagramnya,. Jaejoong memang senang sekai memposting foto-foto tempatatau sesuatu yang disukainya kea kun instagramnya. Jaejoong menutup matanya. Ia seolah membuang emosi-emosi negatif karena banyak hal yang ia alami hari ini bersama dengan hembusan nafasnya. Ya, tempat ini merupakan tempat yang paling Jaejoong kunjungi ketika sedang penat dan untuk menenangkan diri.

Buk~

Perlahan Jaejoong membuka matanya setelah kurang lebih 30 menit ia tertidur di alam terbuka seperti ini. Ia merasakan seperti seseorang ikut berbaring di sebelahnya.

“Kau tak berubah sama sekali Jaejoongi. Masih saja menyukai tempat ini.”

Jaejoong membuka lebar-leba matanya dan langsung menoleh ke samping. Ia terkejut tentu saja, bagaimana bisa Yunho sekarang sudah ikut berbaring di sampingnya.

“Kau… darimana kau tahu aku disini?” Tanya Jaejoong langsung mendudukan tubuhnya.

Yunho menunjukkan poselnya yang layarnya menunjukkan bahwa ia sedang membuka akun instagram dan foto yang terahir kali di upload oleh Jaejoong tertera jelas disana. Yunho tersenyum dan lalu ikut mendudukan dirinya juga.

“Apakah Soo Jin menerima lamaranmu?” Tanya Jaejoong. Ya, Jaejoong tahu karena Soojin adalah rekan kerja di kantornya dan seluruh kantor tahu hubungan special  seorang Park Soojin dengan seorang direktur muda perusahaan lain yaitu Yunho.

“Tentu saja. 3 bulan lagi kita akan menikah.” Jawab Yunho dengan tegas dan sambil tersenyum.

“Kau akan menikah, jadi berhentilah mengangguku Jung Yunho!” Jaejoong meningikan suaranya dan airmata yang sedari tadi mengumpul dipupuk matamya, ahirnya jatuh juga. Ia berusaha sangat keras untuk melupakan Yunho, tapi pria berwajah kecil itu selalu mengganggunya dengan men-like apapun yang ia posting di instagramnya. Bagiamana bisa melupakan kalau hampir setiap hari nama Yunho muncul yang seperti itu dan muncul disetiap pemberitahuan instagramnya ibarat sebuah alaram.

Sret~

Yunho menarik kasar tangan Jaejoong, membuat pria cantik itu terjatuh pada pangkuan Yunho.

Chu ~

Dan tanpa banyak basa basi Yunho langsung mencium bibir Jaejoong. Cukup lama dan lembut. Awalnya Jaejoong memberontak, namun sama seperti biasanya, tubuhnya tidak menginginkan ciuman ini meskipun otaknya terus saja mengelak. Seolah kesulitan untuk berpikir jernih, Jaejoong membiarkan bibir Yunho mempermainkan bibirnya dan bahkan sesekali ia tak ingin mengalah.

Chu~

Yunho mengecup kening Jaejoong sekaligus tanda untuk mengahiri ciumannya pada pria pemilik bibir cherry tersebut. Ia lalu menempelkan keningnya pada kening Jaejoong.

“Lupakan aku, jangan lagi menggangguku, Jung Yunho.” Ucap Jaejoong . Tanpa ia sadari airmata yang sudah mengumpul di pelupuk matanya ahirnya jatuh juga.

“Aku tidak bisa.” Balas Yunho tegas.

“Kenapa? Kau sudah memiliki Soojin.”

“Karena kau, Kim Jaejoong. Kau yang membuatku tidak bisa melupakanmu.”

“Aku?” Jaejoong nampak bingung. Ia menajuhkan wajahnya dari Yunho.

“Kau tak bisa melupakan kenangan kita, membuatku tak bisa melupakanmu.”

“Kau bicara apa. Aku sudah berusaha keras untuk melupakan tentang kita dan dirimu. Tapi kau selalu mengangguku.”

“Justru kau yang mengangguku, Kim Jaejoong. Foto-foto yang kau posting di instagram itu adalah semua hal tentang kita. Foto hari ini adalah makanan foto makanan dan restoran favorit saat kita berpacaran dulu. Bahkan aku yang memberitahumu jika melihat bintang dari tempat ini itu sanagt menakjubkan. Dan kau jadi suka memotret bintang dari sini. Kau juga sering memposting foto saat kau berkunjung ke tempat-tempat yang sering kita kunjungi. Bagaimana aku bisa melupakanmu kalau hampir setiap hari aku melihat semua kenangan tentang kita. ”

Jaejoong tak menjawab lagi. Ia menarik nafas yang berat dan panjang. Ia berusaha untuk tidak menangis lebih dramatis lagi.

“Aku akan menghapus akun instagramku agar tidak menganggumu lagi. Supaya kau bisa melupakanku.” Kali ini Jaejoong agak gugup menyampaikannya.

“Menghapus akun instagramu sama saja dengan membunuhku. Aku sudah mengatakannya berkali-kali kalau kau adalah oksigenku. Tidak melihatmu sehari seperti aku kehilangan oksigen untuk bernafas.”

Jaejoong mengepalkan tangan diam-diam. Kesal. Bisa-bisanya Yunho berkata seperti itu dengan kenyataan mereka bukan lagi sebagai pasangan kekasih?

“LALU APA MAUMU JUNG YUNHO!” teriak Jaejoong, habis kesabaran. Ia langsung saja berdiri dari duduknya.

“Kita berteman dan hidup bersama.”

“Hidup bersama katamu? Kau gila Jung Yunho. Kau akan menikah, mau kau kemanakan istrimu? ”

“Soo Jin tidak akan tahu tentang ini.” Jelas Yunho sebari berdiri mensejajari Jaejoong.

“Jangan bicara sembarangan. Soo Jin itu gadis-gadis baik-baik. Jangan pernah menyakiti dia dengan menghianati cintanya.” Kata Jaejoong. Ia berbalik badan dan mulai melangkah meninggalkan Yunho.

“Siapa yang menghianati cintanya. Kita berteman bukan berpasangan. Kita teman tapi hidup bersama. Lagi pula kita salaing membutuhkan, Kim Jaejoong. Kau juga tak bisa melupakan tentang kita!”

Jaejoong seolah tidak peduli, ia terus saja berjalan pergi dari hadapan Yunho.

Drrt~
Jaejoong menghentikan langkahnya setelah cukup jauh dan menghilang dari pandangan Yunho karena ponselnya begetar.

1 Pesan Masuk
-Kalau kau bersia menjadi kita berteman dan hidup bersama, datanglah ke apartemen dan bawa barang-barangmu.-

+ + + +

Satu bulan kemudian….

“Nado saranghae, chagiya.” Yunho menutup telponnya dengan Soojin. Ia menaruh ponselnya di nakas dan bersiap untuk tidur.

Tok~
Tok~

Yunho mengurungkan niatnya menutup tubuhnya dengan selimut. Ia pun bergegas membukakan pintu.

Ceklek~

“Woha!” seru Yunho sesaat setelah membukakan pintu. Ia merasa seperti mimpi dan nyaris tidak percaya, sekarang Jaejoong berdiri dihadapannya sambil membawa sebuah koper.

~END~









Sabtu, 01 Februari 2014

[FF - YunJae] Yaoi/COFFEE IN RAIN/Oneshoot

Title       Coffee In Rain

Author    : Minhyan-ssi

Cast        : Yunjae

Genre     : Yaoi

Leght      : Oneshoot

Sudah sangat lama ga nulis FF, tapi semoga pada suka sama FF ini. Maap buat typo2-nya n tulisan yang mungkin kacau.

Happy reading all…

# # # #

Tik. Tik. Tik.

Satu per satu butiran-butiran cair dari atas langit terjun ke bumi. Banyak di antara mereka yang membenturkan diri mereka pada kaca-kaca perumahan dan gedung perkantoran yang berdiri tegas di muka bumi. Tanpa malu kau juga meninggalkan bekasmu di sana. Memburamkan kaca-kaca, mengahalangi setiap pasang mata menikmati indahnya semestara dari dalam tempat mereka berlindung darimu dan matahari.

Hey, kau! Ya, kamu, hujan! Meski dirimu tak jarang membawa petaka, tapi bagiku kau juga bagian dari keindahan ceritaku hidupku. Sepuluh tahun silam.

#   #  #

Seoul, 2004

Duar!!!!

Petir menyambar, bebarengan dengan derasnya hujan yang mengguyur sekolah. Garis cahaya mirip sketsa garis retakan, terlukis tegas di langit. Menyala, lalu meredup, begitu terus dengan bergantian dan berpindah-pindah tempat, namun masih setia menyatu dengan langit.  Dia indah, namun mengerikan bagi siapapun yang terkena tamparannya. Membuatku mengurungkan niat untuk menerjang hujan, meski waktu terus mendesakku untuk cepat-cepat pergi dari tempatku mengais ilmu ini.

Aku mengeratkan sweater-ku. Ah, belakangan aku memang sengaja memakainya ke sekolah karena aku tahu di musim begini akan lebih sering turun hujan. Aku lalu menjatuhkan pantatku di kursi di salah satu lorong sekolah sambil menunggu hujan reda. Masa bodoh dengan ponselku yang terus menjerit-menjerit. Paling itu ibu atau kakakku yang memintaku segera pulang. Dipikir mereka, aku ini robot apa? Yang bisa mereka program jam sekian berangkat sekolah dan beberapa jam berikutnya sudah duduk manis di rumah. Lagi pula, aku sudah 17 tahun!  Aku bisa menjaga diriku sendiri.

Srut~

Aku menyeruput kopiku, yang kubeli beberapa saat lalu. Lumayan untuk membunuh rasa dingin yang mulai menelan tubuhku.

“Hey.”

Suara ini, suara bass yang beberapa waktu belakangan mengacaukan gendang telingaku. Bahkan, saat kami tak berada sedekat ini, suaranya masih terngiang di telingaku – menghantui. Seperti halusinansinasi yang membuatku gila. Suara itu tidak ada,  namun aku merasa itu nyata.

 Tapi, entah kenapa aku malah menyukai itu semua. Benar-benar gila, bukan?

Dia lalu mengambil duduk di sebelahku.

Aku menoleh padanya. Kusunggingkan senyum termanisku dan membalas sapaannya barusan.

“Kau belum pulang, Kim Jaejoong?” Dia bertanya.

“Ka-kau namaku?” tanyaku gugup. Kalau orang lain mengenali namanya, itu bukan sesuatu yang aneh. Dia memang idola di sekolah ini karena kepintarannya, ketampanannya dan ketajirannya. Tapi, bagaimana dia tahu namaku? Kita beda kelas meski satu angkatan. Dan aku termasuk siswa yang wajar-wajar saja, tak menonjol. Oh, God.

“Itu.” Dia menunjuk pada name tag di jasku yang masih nampak, meski aku memakai sweater.

Ya, Tuhan. Bahkan presiden pun juga tahu namaku kalau dia melihat name tag ini. Memalukan! Aish.

Aku kembali melihat ke depan,  menyembunyikan semburat malu di pipiku, darinya.

“Kim Jaejoong, bolehkah aku minta kopimu?” tanyanya.

Mau tidak mau, aku jadi kembali melihat padanya.

“Kamu kedinginan. Dan kopi di sana sudah habis.” Aku balas dia sambil menunjuk ke arah kantin. Dan dia tersenyum, sambil menggaruk belakang kepala yang ku rasa itu tidak benar-benar gatal

Terlalu hafal, ku katakan begitu. Musim hujan begini, memang hampir setiap hari daerah kami diguyur hujan lebat. Sialnya, puncaknya langit melempar air-air itu ke bumi, saat kami pulang sekolah begini. Membuat banyak dari para murid sekolah ini menunggu hujan reda. Termasuk aku dan Jung Yunho di sebelahku ini.

Jung Yunho juga menyukai menunggu hujan di lorong ini. Dan beberapa waktu belakangan ini, ia selalu duduk di sebelahku dan meminta kopi dariku. Dan dengan alasan yang selalu sama ‘kedinginan dan kopi di kantin habis’.

Aku lalu menyerahkan kopi yang baru kuminum sedikit ini.

Srut~

Dia menyeruputnya pelan-pelan, sambil menatap hujan yang turun dengan deras di luar sana.

Aku pun kembali memutar badanku – menikmati hujan di luar sana juga. Jujur, aku tak berani bertatap muka lebih lama dengan Yunho. Sengaja aku memberikan kopiku sesegera mungkin, tanpa keberatan. Meski setelahnya kopi itu tak pernah kembali lagi padaku. Yang penting rasa sesak di dada ini hilang. Karena semakin lama aku menatap Jung Yunho, akan memacu jantungku berdebar  lebih cepat berkali-kali lipat.

Wush~

Hembusan angin yang cukup kencang semakin menambah kengerian derasnya hujan yang bercampur dengan petir di luar sana. Sedikitnya hembusan tersebut juga mengenai tubuhku. Aku lebih mengeratkan pelukanku pada diriku sendiri.

Sial. Caraku ini hanya mampu mengahangatkanku beberapa menit saja. Dingin kembali menelan tubuhku pelan-pelan. Harusnya aku punya kopi dalam keadaan begini. Tapi –

Grep~

Mendadak aku merasakan kehangatan menyelimuti tubuhku – menghabisi dingin yang pelan-pelan ingin menguasai diriku. Aku menunduk sedikit, kulihat sepasang lengan kekar memelukku dari belakang.

“Apakah kau merasa lebih baik?” tanya Yunho, pemilik suara bass yang membuatku gila belakangan ini. Lebih dekat, membuatku agak bergidik. Pasalnya, dia bertanya dengan berbisik di telingaku.

“Ye-yeah. Kurasa begitu,” jawabku, agak gugup. Kenapa dia begini? Tak tahukah dia, dengan sikapnya yang seperti ini malah membuat jantungku berdebar lebih menggila lagi? Ah, tidak, kupikir bukan jantunggku saja, tapi aku pun merasa gila karena perasaanku yang bercampur aduk sekarang; bahagia, takut dan bermacam-macam perasaan lain.

“Aku minta maaf sudah menghabiskan kopimu. Seharusnya kau bisa menghangatkan diri dengan kopi ini. Aku harap begini bisa menggantikan kopimu yang kuhabiskan.”

Perasaan apa ini, ya, Tuhan? Kenapa aku merasakan juga sebuah kenyamanan di perlakukan begini?

Chu~

Mataku terbelalak. Tiba-tiba saja Yunho mendaratkan bibirnya di bibirku. Dan lalu secara perlahan bergerak melumat bibirku.

Rasa panik langsung saja menyergap diriku. Ini… salah. Aku merontakan tubuhku. Tapi, Yunho semakin mengeratkan pelukannya, hingga aku tak mampu bergerak lagi. Sial, aku terjebak dalam situasi yang membingungkan.

Aku akui Yunho seorang pencium yang hebat. Ciumannya mampu meredam kepanikanku, dan memberi kenyamanan yang  bahkan lebih daripada pelukannya tadi. Nyaris membuatku melayang. Tapi, ini semua sangat salah. Kami bukan sepasang kekasih.

# # #

Seoul, 2014

Hujan itu juga keromantisan yang membawa petaka. Karena hujan hari itu, aku jadi menyadari jika aku telah mencintai Jung Yunho. Sosok yang keesokan hari setelah hari itu, menghilang entah kemana.

Aku tak jauh beda dengan sebuah pena. Ketika dia dihadapkan pada soal multipel choice dengan banyak pilihan : A,B,C, D atau mungkin sampai Z sekalipun, dan ketika dia sudah menjatuhkan pilihannya pada salah satu huruf, maka dia akan menandainya. Penghapus pensil tak akan mampu menghapus tanda itu. Tanda itu akan tetap ada pada huruf itu sampai kapan pun. Begitulah cintaku pada Jung Yunho.

Meski sudah sepuluh tahun berlalu, tapi aku masih belum bisa membuka hatiku untuk orang lain.

“Masih senang menunggu hujan?”

Aku langsung menolehkan wajahku pada sumber suara. Benarkah suara ini? Atau memang aku yang benar mulai gila karena tenggelam terlampau jauh kedalam masa lalu? Mendadak jantungku berdebar kencang, persis dengan  ketika sepuluh tahun yang lalu.

“Ju-Jung Yunho?” ucapku ragu-ragu, masih tidak percaya. Benarkah ini dia?

“Kau masih mengingatku rupanya.” Lantas dia mengacak rambutku, seperti yang dia lakukan usai menciumku waktu itu.

“Bagaimana kau bisa di sini?” tanyaku penasaran. Saat ini kami berada di loby kantor tempatku bekerja. Aku di sini sengaja untuk menunggu hujan di luar sana reda. Dan aku tak menyangka bakal bertemu Yunho lagi di sini, setelah sepuluh tahun.

“Perusahaan ini adalah patner kerja perusahaan appa-ku. Aku baru pulang dari Amerika, tapi dia langsung menyuruhku mewakilinya untuk bertemu pemilik perusahaan ini. Dia… benar-benar appa yang kejam, tak membiarkan putranya istirahat setelah perjalanan jauh.” Dia bercerita sambil mengeluh, menekuk bibirnya dengan lucu. Tapi, tak sedikitpun mengurangi ke takjubpanku padanya. Bahkan semakin membuatku jatuh cinta, dengan sosok Yunho yang lebih terlihat dewasa dan maskulin. Aish.

“Oh, ya, apa kau tak ingin minum kopi dulu? Ku pikir hujan masih lama redanya.”

Seperti terhinoptis, aku menganggukkan saja permintaannya.

Yunho lalu menggandeng tanganku, mengajakku ke kedai kopi yang berada di seberang jalan dari gedung ini. Di bawah derasnya hujan, kami berlindung di balik payung transparan yang entah sejak kapan Yunho bawa.

# # # #

“Jung Yunho, ini apa?” tanyaku, mengerutkan dahi. Aku tak mengerti kenapa pelayan meletakkan belasan cup kopi yang mirip dengan cup-nya kopi yang sering aku beli di sekolah sepuluh tahun lalu.

“Aku ingin mengembalikan apa yang menjadi milikmu,” ujar Yunho.

Tanganku perlahan terulur mengambil salah satu cup dari cup-cup kopi tersebut. Sedikit rusak. Aku jadi teringat, aku pernah memarahi Yunho karena setelah menghabiskan kopiku, dia membuang tempat kopi tadi  sembarangan lalu menginjak-injakknya.

Satu, dua, … tiga..belas. Jumlah gelas ini sama dengan jumlah hari di manaYunho duduk di sebelahku, untuk menunggu hujan bersama-sama. Dan tiga belas kali juga Yunho menghabiskan kopiku. Oh, God.

“Aku tak pernah benar-benar membuang cup dari kopi milikmu. Aku mengumpulkan dan menyimpannya di kamarku.” Pernyataan Yunho ini membuatku jadi melihat padanya lebih serius. Jadi… apakah dia berarti memiliki perasaan yang sama denganku? Cintaku tidak bertepuk sebelah tangan. Tanpa terasa bibirku menarik seulas senyuman.

“Tapi, sekarang aku tak mampu menyimpannya lagi.”

Deg~

Aku memudarkan seketika senyuman, meski baru saja ku rekahkan. Dan mataku terasa menghangat.

“Dan aku ingin menyerahkan ini padamu.” Yunho memberikan sebuah kertas.

Kedua tanganku menerimanya dengan agak bergetar. Entah kenapa semakin lama mataku terasa semakin sembab.

Tes~

Airmataku pun ahirnya menetes juga, tanpa bisa kukendalikan lagi. Kulihat tulisan ‘Undangan Pernikahan’ tertulis dengan cukup besar dan jelas pada bagian luar kertas ini.

Inikah jawaban atas penantianku selama sepuluh tahun? Jika dari awal aku tahu akan seperti ini, aku tak akan pernah berharap bertemu lagi dengan pria bernama Jung Yunho ini, dan menjaga hatiku untukknya.

Bukan pertemuan seperti ini yang aku inginkan.

“Bukalah terlebih dahulu. Jangan murung dulu,” perintahnya.

Aku pun membuka undangan ini dengan agak malas.

Deg~

Nama Jung Yunho dan Kim Jaejoong tertulis di sana. Kim Jaejoong? Ya, Tuhan, ini namaku. Hey, ini namaku!

“Aku tidak bisa menyimpan sendirian cup-cup kopi ini. Karena aku ingin kita menyimpannya bersama-sama,” Yunho lalu menggenggam tanganku. “Will you marry me, Kim Jaejoong?”

Tentu saja aku menjawabnya “ I WIIL.”

-END-


Sumpah geje. Maaf juga yang kena tag






Rabu, 16 Oktober 2013

[FF-YunJae] PG-NC/Yaoi/BROTHER (ANGEL)/Chapter 2

Title :  Brother Angel

Author : Minhyan-ssi


Pairing : Yunjae


Legh : 2 of ?


Ratting : PG-17 for now


Genre : Drama – Angst – Yaoi – Mpreg – Family – NC (ditunggu saja)


Cast :

- Jung Yunho (23)
- Kim Jaejoong  (18)
- Kim Junsu (22)
-Etc

FF terinspirasi dari film My sister keeper… mungkin ada yang udah nonton?? But, tetep aku buat ala Yunjae

So, Happy reading all. . .


# # # #

P.O.V Author

“Biasanya, larut malam begini para pelajar sedang tidur nyenyak di kamarnya.”

Jaejoong menghentikan langkahnya seketika. Ia baru keluar dari gang sempit yang akan menuju markas grup dance yang ia ikuti. Jaejoong agak menyimpitkan matanya, ia tak dapat melihat dengan jelas pria yang  berucap barusan. Pria itu berdiri di tengah kegelapan sambil bersandar sombong pada mobilnya.

Jaejoong lalu memutuskan tak menggubrisnya. Paling hanya orangtua yang ingin menegur anak muda, atau orang mabuk yang sedang merancau. Jaejoong merogoh sakunya, mengambil ipod lalu memasangkan headset ke telinganya. Kemudian ia melanjutkan berjalan.

Semakin mendekati pria itu, Jaejoong tak berubah sikapnya – tetap dengan ketenangannya. Ia lebih memilih menikmati musik yang sedang didengarnya ketimbang memikirkan hal yang tak penting begini.

Sret~

“Ah!” seru Jaejoong yang tak mengira pria itu akan  membidik dirinya.

Pyaar~

Mendadak juga, lampu jalan yang berada dekat dengan posisi Jaejoong menyala.

Dan Spechlees. Jaejoong melebarkan mata besarnya, terkejut bukan main. Pria itu adalah Jung Yunho. Bagaimana bisa?

“Hai, bocah. Kenapa masih berkeliaran selarut ini?huh?! Kau tahu, kalau polisi sampai tahu, kau bisa kena sanksi.” Ucap Yunho.

Jaejoong mengepalkan tangannya.

“Bukan urusanmu.” Jaejoong menimpali dengan penuh penekanan. Ia lalu mengibaskan lengannya yang dicengkram oleh Yunho.

Jaejoong bermaksud melangkahkan kakinya pergi, namun justru Yunho menarik kembali lengannya.

“Apa gaji sebagai dokter, kurang untukmu? Sehingga kau juga berprofesi sebagai penguntit?” Jaejoong bertanya, yang lebih tepatnya untuk menghardik.

“Keluar larut malam begini bisa membuat tubuhmu sakit.” Kata Yunho.

“Ini tubuhku. Terserah ingin ku apakan tubuhku.” Jaejoong tak mau kalah.

“Itu tubuh Kim Junsu. Tubuhmu akan didonorkan untuk kakakmu. Bahkan kau tidak memiliki hak atas tubuhmu sendiri, lalu bagaimana kau akan berbuat untuk tubuhmu?”

Sret~
Jaejoong mengibaskan genggaman tangan Yunho pada lengannya. Emosinya yang mengumpul seolah ternampakkan dalam sudut mata besarnya yang kini dipenuhi cairan bening yang hampir menetes. Mendadak, ia merasa tak berdaya. Yunho benar, ia tak memiliki hak bahkan atas tubuhnya sendiri.

Damn. Jaejoong tak hentinya mengutuk takdir, kenapa dirinya ditempatkan dalam tubuh seorang Kim Jaejoong yang lahir karena rekayasa (genetika) dan matipun mungkin dapat direkayasa juga.

Jaejoong meneteskan airmatanya sambil memberontak pada Yunho, namun Yunho justru semakin menguatkan genggamannya.


Seoul, 18 tahun yang lalu

“Kenapa kau cemberut?” tanya bocah kecil 4 tahunan dan bernama Kim Junsu.

“Aku benci adikku. Gara-gara dia, appa dan eomma tidak sayang lagi padaku,” jawab bocah satunya yang setahun diatas Junsu, yaitu Yunho.

Kedua bocah cilik itu sedang bermain di taman rumah sakit sambil menunggui ibu mereka masing-masing yang baru saja melahirkan. Yeah, keduanya baru saja resmi menjadi seorang kakak.

“Aku sangat senang menjadi kakak. Adikku sangat lucu, dia juga sangat cantik meskipun laki-laki. Apa kau mau bertemu dengannya? Mungkin kau bisa jadi menyukai adikmu setelah kau tahu kalau adik bayi itu sangat lucu.”

Entak tertarik oleh apa. Yunho mengangguk saja saat tangannya ditarik oleh Junsu untuk menemui adik bayi dari Junsu.

“Wahh….” Gumam Yunho takjub. Setelah ia dan Junsu berada di kamar rawat Nyonya Kim. Sementara bayinya yang diberi nama Kim Jaejoong, sedang terlelap dalam box yang berada di sebelah ranjangnya.

Mata Yunho berbinar, bayi – adik Junsu itu nampak sangat manis dan seperti malaikat.


Seoul, back to now

“Apa maumu sebenarnya! Lepaskan aku!” teriak Jaejoong. Satu tangannya yang lain mencoba manarik tangan Yunho yang menggenggam lengannya yang lain. Namun tetap saja Yunho yang lebih kuat.

“Kau juga pasien appa-ku karena tubuhmu adalah milik Junsu. Jadi, aku pun juga berhak melakukan apa saja pada tubuhmu.”

“Tidak masuk akal! Ini tubuhku! Aku yang berhak!”

“Benarkah?” Yunho menyingerai, sambil berbisik di telinga Jaejoong.

# # # # # # #

“Eomma akan bicara dengan dokter Jung dulu. Kau tunggu sebentar, Chagi.”

Junsu mengangguk. Ia sambil tersenyum membiarkan ibunya dan dokter Jung pergi untuk berbicara sesuatu. Yeah, Junsu yakin sekali pasti kedua orang tersebut membicarakan tentang kondisi dirinya.

Beberapa saat kemudian, Junsu memudarkan senyumnya. Entah kenapa raut wajahnya mendadak berubah seperti sedang mengkhawatirkan sesuatu. Ia melamun dalam beberapa saat.

Pluk~
Sesuatu seperti terjatuh di depan Junsu, ia langsung terbangun dari pikiran panjangnya. Ia agak menundukkan kepalanya,  sebuah ponsel kini berada di dekat sepatunya. Ia lalu bermaksud mengambil ponsel itu, dan tanpa Junsu duga, secara bersamaan juga ada tangan lain yang sedang mengambil ponsel tersebut.

Tak sengaja lagi, tangan lain itu kini malah menggenggam tangan Junsu. Junsu lalu menoleh pada pemilik tangan tersebut.

Deg~
Junsu membeku dalam sekejap. Seolah mata pemilik tangan tadi memenjarakan dirinya. Ia jadi tenggelam ke dalam fantasi-fantasinya. Memang baru hitungan hitungan detik Junsu melihat wajah pria yang adalah pemilik tangan tadi. Namun memori otaknya cekap merekam dan menyimpan wajah pria itu, bahkan fantasi-fantasi Junsu tentang pria di hadapannya kini bisa dibilang kuat.

Seperti video yang tengah di-pause, dalam beberapa saat keduanya hanya  saling memandang tanpa sedikit pun bergerak atau berucap sesuatu.

“Park Yoochun! Park Yoochun! Dimana kau?!” teriak seseorang yang menggema hampir keseluruh lorong rumah sakit.

“Astaga!” seru pria tadi, yang mencairkan keheningan diantara dirinya dan pria cantik di hadapannya ini.

“Cantik, bisakah kau berikan nomor ponselmu?” tanya pria tadi yang bernama Park Yoochun.

Junsu tanpa banyak berpikir langsung saja memberikan nomor ponselnya pada Yoochun.

“Gomawo…” bisik Yoochun pada Junsu, sebelum ia tanpa izin mencium pipi Junsu seenaknya kemudian kabur – pergi berlalu begitu saja.

Junsu kembali membeku, namun jantungnya malah berpacu dua kali lebih cepat.

# # # # # # #

Jaejoong memandang sekaleng minuman yang disodorkan Yunho kepadanya. Dalam dirinya ia menahan menahan emosi yang bergejolak hebat. Antara marah, sedih dan merasa tidak berdaya. Ia mengutuk Yunho, juga Tuhan yang memberinya takdir semenyedihkan ini.

“Minumlah jika benar kau memiliki hak atas tubuhmu,” kata Yunho.

Keduanya kini berada di tepi sungai Han. Entah kenapa Yunho malah mengajak remaja cantik ini kesini, padahal ia tadi menggunjing Jaejoong yang masih pelajar berkeliaran di jalan hingga larut malam.

Jaejoong tak merespon. Ia menahan airmata sambil tetap menatap nanar kaleng itu. Karena, Jaejoong tahu itu adalah bir – minuman yang memabukkan. Setelah meminum bir, dibeberapa organ dari tubuhnya akan mengalami perubahan atau paling parah akan terjadi masalah. Dan hal ini tentu akan dapat membuat kekacaukan di keluarga kecilnya.

“Ayo…” Yunho kembali membujuk, bahkan dengan menyentuhkan kaleng tersebut pada pipi Jaejoong.

Jaejoong tetap tak menggubris.

Ck. Yunho terkekeh, lama-kelamaan tawanya diperkeras. Ia tertawa terbahak-bahak sambil melihat ke langit.

Sikap Jaejoong tak berubah sedikitpun. Ia dapat merasakan, tawa ini bukan tawa orang yang sedang dipenuhi kebahagiaan. Itu tawa ejekan.  Perlahan Jaejoong mengepalkan tangannya.

Grep~

Jaejoong kembali melebarkan matanya yang kini sayu. Mendadak Yunho memeluk dirinya.

“Mari kita membuat kenangan yang tak akan pernah kau lupakan malam ini,” bisik Yunho, yang  terdengar sensual.

Otak Jaejoong dengan cepat merespon maksud ucapan Yunho barusan. Ia langsung berusaha melepaskan diri dari Yunho.

“Lepaskan aku!” teriak Jaejoong memaki Yunho.

“Kau tidak bisa menolak, kau tidak memiliki hak atas tubuhmu.” Kata Yunho lagi. Ia bergeser menindih Jaejoong yang terduduk di sebelahnya.

Jaejoong semakin berusaha mendorong  Yunho, tubuhnya mulai bergetar takut. Yunho semakin seduktif berusaha untuk mencium bibirnya. Harga diri, Jaejoong juga memilikinya meskipun ia tak bisa berbuat sesuka hati  pada tubuhnya. Setidaknya, ini satu-satunya yang dapat Jaejoong miliki dan  ia pertahankan. Ia ingin mati juga dalam keadaan terhormat.

Dug~

“Aww,” keluh Yunho karena belakang kepalanya terbentur dasbor mobil. Perlawanan Jaejoong ahirnya membuahkan hasil. Ia dapat menjauhkan diri dari Yunho, meski mungkin hanya sementara.

Sret~

Jaejoong lalu mengambil kaleng (bir) tadi yang berada dalam kantong kresek di dasbor mobil. Ia lalu membukanya dengan agak kasar. Mata besarnya yang basah dan meneteskan butiran bening, menatap nanar pada Yunho.

Yunho terdiam beberapa saat, kemudian menyingerai.

Jaejoong, ia lantas meminum bir tersebut dengan seperti terburu-buru. Satu, dua, Jaejoong belum berhenti pada kaleng yang ketiga walau kini kesadarannya sudah mulai memudar.

“Bagus, lakukan seperti itu.” Yunho memuji? Entahlah.

Jaejoong meneguk birnya, sambil melirik Yunho yang nampak kegirangan membuka satu kaleng bir juga. Kalau hati dapat bersuara seperti mulut, mungkin kini Yunho sudah rapat-rapat menutup telinganya. Bagimana kini hati Jaejoong menjerit keras. Sungguh, ia juga tak menginginkan situasi seperti ini. Kalu boleh jujur, ia malah membenci minuman terkutuk ini. Minuman setan ini akan merusak organ tubuhnya. Yang otomatis akan mempengaruhi Junsu juga. Ia juga akan mendapat masalah baru dengan kedua orangtuanya.

Tapi… Harga diri juga sangat penting untung dirinya.

“Habiskan semuanya, Kim Jaejoong. Tunjukkan kalau kau berhak atas tubuhmu.” Yunho menyerahkan bir lagi  pada Jaejoong, setelah remaja cantik itu membuang kaleng ketiganya.

Jaejoong dengan kasar menyahutnya. Ia melihat pada Yunho, namun bayangan Yunho mulai mengabur.  Mendadak, perasaan Jaejoong menjadi sangat sedih, kenapa ia menjadi sangat bodoh di depan Yunho? Kenapa ia mau saja  melakukan suruhan Yunho yang tak masuk akal begini dengan sangat mudah?

Hak tubuh? Kenapa ia harus peduli. Siapa Yunho untuknya? Kenapa ia harus terlihat kuat di depan pria ini, padahal semua orang dapat melihat kerapuhannya. Kenapa perasaan hatinya jadi rumit begini?

Klek~

Jaejoong membuka pintu mobil, lalu keluar. Perlahan, ia berjalan menuju pinggiran sungai Han. Dan, Yunho menyusulnya diam-diam.

“AAAAAAAA….” Jaejoong berteriak sekeras-kerasnya. Ia lalu meneguk lagi minumannya.

“Apa hanya sebatas itu kekesalanmu?” tanya Yunho, yang sudah berdiri di sebelah Jaejoong.

Jaejoong menoleh.

“Aku membencimu, dokter bejat.” Ucap Jaejoong dengan nada penuh kekesalan. Bicaranya sudah tak ia atur lagi, norma atau palah itu tak  digubris lagi oleh Jaejoong. Sebagian dari dirinya sudah mengabur, kini emosi yang mengambil kendali atas seorang Kim Jaejoong.

“Ucapkan sekali lagi. Lebih keras.”

“AKU MEMBENCIMU, DOKTER BEJAT. JUNG YUNHO, KAU BAJINGAN!” teriak Jaejoong sambil mendorong-dorong tubuh Yunho.

Sedikit pun Yunho tak melawan.

“Siapa lagi yang kau benci?” tanya Yunho tetap dengan ketenangannya. Namun mata musangnya nampak memerah dan basah.

“Eomma, Appa, Tuhan, takdir… aku benci semuanya.”

“Kanapa kau membenci mereka?”

Jaejoong berhenti mendorongi Yunho. Ia nampak berpikir. Bayangan dirinya saat masih balita harus merasakan sakit yang luar biasa akibat jarum suntik untuk mengambil salah satu bagian dari organ tubuhnya untuk didonorkan pada Junsu, bagiamana ditengah sakitnya yang luar biasa itu, semua orang justru lebih mengkhawatirkan kakaknya dan tak peduli padanya, bekelebatan di benak Jaejoong. Membuat emosi semakin mengaduk-aduk perasaan Jaejoong.

“AKU BENCI! KENAPA AKU HARUS MENDAPATKAN TUBUH SELEMAH INI! KENAPA AKU HARUS DILAHIRKAN KE DUNIA  INI! AKU BENCI TAKDIR! AKU BENCI TUHAN! AKU MEMBENCIMU EOMMA, APPA! AAAAKKH…..!”

Jaejoong menjambak rambut lurusnya, berteriak sambil menengadah ke langit, seolah sedang memprotes pada Tuhan. Perlahan Jaejoong menjatuhkan dirinya ke tanah. Ia lantas menangis sekeras-kerasnya, melepaskan semuanya yang selama ini dipendamnya.

Tes~
Air mata Yunho menetes tanpa disadari. Perlahan, ia juga menjatuhkan diri ke tanah – mendekati Jaejoong. Hatinya terasa sangat perih. Ia memeluk Jaejoong kemudian. Pukulan-pukulan kecil dari Jaejoong di dadanya tak ia pedulikan, karena ini tak seberapa dibanding sakit yang dirasakan oleh Jaejoong.

Semakin lama tangisan Jaejoong terdengar melemah dan tak terdengar lagi. Yunho melihatnya, mata indah yang sayu itu kini terpejam. Yunho mengecup kening, lalu kedua kelopak mata indah itu, terahir ia melumat lembut beberapa saat bibir Jaejoong, sebelum ia menggendong tubuh ramping itu kembali ke mobilnya.

# # # # #

Cahaya matahari menerobos seenaknya pada sebuah kamar. Walau sedikit mengganggu tidurnya, Jaejoong masih enggan membuka mata. Ia masih ingin merasakan nyaman oleh mimpinya dan seperti belaian di kepalanya.

~TBC~