Title : Missing Love
Author : Minhyan-ssi
Pairing : Yunjae
Legh : 4 of ?
Ratting : PG-17
Genre : Drama – Angst – Yaoi – NC
Cast :
- Jung Yunho
- Kim Jaejoong
- Etc
FF ini
terinspirasi dari drama I MISS YOU-nya presdir YJS.. akakakak… ah… boleh juga
deh disebut njiplak drama I Miss You, yang jelas ni FF kubuat sebagai reflek
dari drama I Miss You yang nguras emosi…
Ok, Happy reading all. . .
>>>
LA, Amerika 1 bulan kemudian….
Sinar matahari pagi menyeruak – menerobos celah
jendela sebuah apartemen di tengah kota Los Angles, membuat seorang pria cantik
– salah satu penghuni apartemen, menjadi sedikit terusik. Ia mengerjapkan
matanya beberapa kali walau masih dalam keadaan tertutup.
Dengan malas, Jaejoong – pria cantik tersebut
mendudukkan dirinya dan membuka mata perlahan.
“Ommona…” seru Jaejoong. Ajaib, seolah kesadaran
Jaejoong mengumpul dalam sekejap ketika itu. Begitu ia teringat sesuatu – salah
satu kebiasaanya.
Jaejoong buru-buru beranjak dari tempat tidurnya
untuk menuju dapur.
Jaejoong segera mengambil panci dan beberapa bumbu
masakan di dapur. Ia mengambil bawang
putih dan merah, kemudian memotongnya dengan terburu juga.
“Hyung, apa yang kau lakukan pagi-pagi begini?”
tanya Junsu. Yang setelah Joging langsung menuju ke dapur, bermaksud mengambil
air minum.
“Aku kesiangan. Yunho akan marah kalau aku terlambat
membuatkannya sarapan,” jawab Jaejoong, masih berkutata dengan bumbu tadi.
Junsu tak menyahut, ia malah menjadi terpaku. Dalam
hati ia menangis sekarang. Ia tidak tega melihat kondisi hyung-nya masih belum
dapat lepas dari pengaruh seorang Yunho. Ah, tidak, lebih tepatnya Jaejoong
belum dapat melepaskan bayang-bayang Yunho dari dirinya, sampai detuk ini.
Jaejoong masih sering merasa dan beranggapan ia masih bersama Yunho dan di
rumah Yunho yang mewah itu. Bahkan dalam tidurnya, Junsu masih sering mendengar
Jaejoong mengigau – memanggil nama Yunho. Jujur saja, Junsu tidak mengerti
dengan hyung yang paling ia cintai itu. Jaejoong tidak lagi seperti Jaejoong
yang dulu dikenalnya.
Grep~
Junsu tiba-tiba saja memeluk Jaejoong dari belakang.
Dan membuat Jaejoong agak tersentak.
“Hyung, cukup… hentikan… Jung Yunho tidak ada
disini…” ucap Junsu. Dan airnata pun jatuh tak terelakkan lagi.
Jaejoong berhenti memotong bawang merahnya. Ia
terbangun yang sesungguhnya, pikiran rasionalnya kembali. Ia kembali menitikan
airmatanya.
Damn. Jaejoong terus mengutuk Yunho dalam hati.
Kenapa Yunho tak pernah membiarkan dirinya untuk bebas? Kenapa, kenapa
kemanapun dirinya melangkah, Yunho seperti terus mengawasinya? Berhenti
menggangguku, Jung Yunho! Batin Jaejoong pun berteriak.
“Siapa bilang aku membuatkan sarapan untuk Yunho,
aku hanya bercanda. Aku menbuat sarapan untuk kita. Kau suka nasi goreng kaan,
Su-ie?” Jaejoong berdalih. Jujur, ia lelah dengan delusi-delusi yang selalu
menghantui seperti ini. Kalau bisa, ia juga ingin melarikan diri saja dari
situasi ini.
“Yeah… tentu aku suka nasi goreng,” balas Junsu
menahan tangisannya. Mungkin dengan mengikuti arah percakapan yang Jaejoong
buat, dapat membantu hyungnya itu merasa lebih baik.
-------
“Kita mau kemana, Chunnie?” tanya Jaejoong.
“Kita akan bersenang-senang. Junsu bilang kau selalu
murung jika di rumah.” Jawab Yoochun. Lalu ia kembali melihat ke depan,
menyetir mobilnya dengan baik.
Jaejoong tersentum tipis, ia juga mengikuti Yoochun
melihat ke depan, dan menikmati perjalan mereka untuk beberapa saat.
“Yoochun-ah, ada acara apa di kampusmu? Kenapa ramai
begini?” tanya Jaejoong. Setelah Yoochun menghentikan mobilnya di depan sebuah
kampus – tempat Yoochun bekerja sebagai dosen.
“Ada festival disnatalis kampus. Ayo,” Yoochun
meraih tangan Jaejoong dan menggenggamnya. Ia menarik namja cantik itu memasuki
area festival. Ada banyak stand game atau komitas yang berpakaian anime, tokoh
kartun, pahlawan bahkan pakaian adat-budaya setempat.
Yoochun mengajak Jaejoong memasuki sebuah stand game
lempar bola ke keranjang.
“Ayo… ayo… masuk,” ajak penjaga stand tersebet
dengan ceria dalam bahasa Inggris.
“Ini,” penjaga tersebut melanjutkan, sambil
menyerahkan sebuah bola plastik kecil pada Yoochun. “ Kalau kau bisa memasukkan
bola ini ke ke keranjang itu, kau bisa memilih satu boneka yang yang disana.”
Penjaga stand menunjukkan pada Yoochun letak keranjang kemudian boneka-boneka
yang akan menjadi hadiah, masih dalam bahasa Inggris.
Yoochun memberikan beberapa uang kepada penjaga
stand sebagai kompensasi harga.
“Lihatlah, Jae. Akan kudapatkan boneka gajah itu
untukmu,” ujar Yoochun melihat pada Jaejoong, sambil menunjuk pada tempat
boneka-boneka hadiah di letakkan, dimana salah satu dari boneka-boneka itu
terdapat boneka gajah kesukaan Jaejoong.
Puk~
“Aish,” runtuk Yoochun. Bola pertamanya gagal terjun
ke keranjang. Ia tak langsung menyerah, ia meminta bola lebih banyak pada
penjaga stand. “Kau tenag saja, Jae. Aku pasti mendapatkan boneka gajah itu,”
ujar Yoochun kembali kepada Jaejoong.
Jaejoong tersenyum melihat Yoochun yang penuh
semangat begini. Ia mengangkat kepalan tangannya – memberi semangat pada
Yoochun.
Puk~
Puk~
Puk~
“Aish.. Shit!” umpat Yoochun. Ia masih tak menyerah
juga. Ia kembali meminta banyak bola pada penjaga stand.
Mata indah Jaejoong berkeliling mengamati keramaian
festival. Tapi tiba-tiba mata besarnya tak sengaja menakap obyek boneka beruang
besar yang di letakkan di sebelah boneka-boneka hadiah memasukkan boal ke dalam
keranjang. Sesaat ia terpaku melihat boneka tersebut.
Puk~
“Yeey!” seru Yoochun senag bukan main. Ia berhasil
memasukkan bola ke dalam keranjang.
Si penjaga stand bertepuk tangan untuk Yoochun.
“Berikan boneka gajah itu untukku,” ujar Yoochun
menunjuk pada boneka gajah di letakkan.
“Selamat, kau berhasil,” kata penjaga seraya
menyerahkan boneka gajah kepada Jaejoong.
“Joongie, untuk – “ ucapan Yoochun terputus. Ketika
ia mendapati Jaejoong justru melihat ke arah yang lain, terlebih tatapan
tersebut serius sekali.
“Boneka beruang itu, bagaimana aku bisa mendapatkannya?”
Jaejoong tak menyadari Yoochun sedang berbicara padanya. Ia malah bertanya pada
penjaga stand tersebut, yang seorang bule cantik dan Jaejoong menggunakan
kemampuan bahasa inggris-nya yang terbatas. Tentu saja ia masih perlu banyak
belajar untuk hidupnya yang baru sekerang, terlebih di negeri yang baru juga.
“Kalau kau bisa memasukkan bola ke keranjang tiga
kali berturut-turut, beruang besar itu akan jadi milikmu.”
Jaejoong tersenyum.
“Berikan beberapa bola untukku,” Jaejoong melihat
pada penjaga stand.
Yoochun agak tersentak. Ia tidak tahu kalau sekarang
Jaejoong juga menyukai beruang. Junsu benar, Jaejoong sudah banyak berubah.
“Aku akan melakukannya untukmu, Jae,” Yoochun
mengiterupsi cepat-cepat. Jaejoong dan penjaga stand jadi melihat padanya.
“Aniyo, Chunnie. Aku ingin mendapatkannya dengan
tanganku sendiri,” balas Jaejoong penuh keyakinan.
“Tapi, Jae – “
“Kau sudah bekerja keras untuk gajahnya, aku juga
ingin mendapatkan beruang itu dengan kerja keras juga.” Jaejoong tersenyum
sangat manis. Yoochun jadi tak dapat menolak keinginan Jaejoong tersebut.
Yoochun lalu meminta penjaga stand memberikan
beberapa bola kepada Jaejoong.
-------
Senyuman seolah tak henti-hentinya mengukir manis di
bibir cherry Jaejoong. Yoochun jadi ikut senang dapat melihat Jaejoong
tersenyum seperti ini. Selama sebulan – setelah namja cantik itu memulai hidup
baru di Amerika, Yoochun belum sekalipun melihat Jaejoong sesenang ini. Hanya
seulas senyum yang Yoochun dapati dari sosok kekasihnya tersebut, itupun sangat
jarang. Seperti yang Junsu juga katakan, Jaejoong malah lebih banyak murung.
Yoochun tidak mengerti apa yang di benak Jaejoong saat ini. Bukankah seharusnya
ia senang bisa berkumpul dengan Junsu dan Eomma-nya – yang selama
bertahun-tahun di dambakannya? Entalah.
“Sepertinya kau benar-benar tergila-gila dengan
beruang itu. Aku jadi iri,” celetuk Yoochun setengah bercanda, sambil tetap
fokus menyetir mobilnya.
“Bukan aku yang menyukai beruang, tapi Yunho. Dia
pasti sangat senang aku memberikan boneka beruang hasil kerja kerasku ini.”
Jaejoong berucap sambil memainkan boneka beruang yang cukup besar. Entah ia
sadar atau tidak, jika ucapannya ini memicu emosi Yoochun untuk menyeruak.
Ciit~
Yoochun menepikan dan menghentikan laju mobilnya
dengan mendadak.
“Auw,” seru Jaejoong, cukup terkejut. Karena
kepalanya agak membentur dasbor mbil.
“Jung Yunho, Jung Yunho lagi. BERHENTI MENGUCAPKAN
NAMA BAJINGAN ITU DI DEPANKU!”
Tin~~~
Teriak Yoochun sebari memukul setir mobil dengan
keras. Tentu saja membuat Jaejoong lebih terkejut lagi. Matanya melihat seperti
penuh kemarahan pada Jaejoong.
Jaejoong seolah tersadar - kembali pada realita yang
sedang terjadi. Demi Tuhan, ia mengutuk Yunho yang seperti tak pernah puas
mengacaukannya. Apakah ini bentuk balas dendammu karena aku meninggalkanmu,
Yunho-ah?
“Kau berubah, Kim Jaejoong.”
Jaejoong jadi melihat pada Yoochun.
“Tidak, tidak, Yoochunnie. Aku mencintaimu,” ujar
Jaejoong cepat-cepat. Ia takut Yoochun salah paham.
“Cinta kau bilang. Bagaimana bisa disebut cinta,
KALAU YANG DI KEPALAMU CUMA JUNG YUNHO DAN JUNG YUNHO!” Yoochun berteriak
kembali. “Aaa… SHIT!”
Buk~
Tin~~~~
Yoochun mengumpat, dan memukul setir mobil lebih
keras lagi. Jaejoong tersentak, ia semakin ketakutan.
“Kita ahiri saja hubungan ini. Aku tidak bisa bersama dengan orang yang
tidak mencintaiku. Kau bukan Kim Jaejoong-ku yang dulu,” kata Yoochun kali ini
lebih pelan. Matanya menghangat, namun ia bertahan keras untuk tak meneteskannya.
Tubuh Jaejoong terasa melemas. Pelukannya pada
boneka beruang-nya pun terlepas. Ia meraih lengan Yoochun sambil menitikan
airmatanya.
“Kau bercandakan, Yoochun-ah.”
“Kau mencintai bajingan itu. Untuk apa aku
mempertahankan hubungan, jika orang itu mencintai orang yang paling ku benci di
dunia ini. Aku akan mengantarkanmu pulang, Kim Jaejoong,” kata Yoochun dingin.
Ia mengemudikan kembali mobilnya dan tak menggubris apapun yang Jaejoong
lakukan.
--------
Ibu Jaejoong memasuki kamar putra pertamanya dengan
hati yang hancur. Ia telah mendengar lansung dari mulut Yoochun tentang
hubungan asrama putra pertamanya dengan anak dari sahabatnya yang sudah ia
anggap seperti putra sendiri – Park Yoochun, berahir sampai disini saja.
Sungguh, ia menyangkan keputusan Yoochun ini. Mengingat bagaimana pria
cassanova itu tidak mudah dalam memperjuangkan Jaejoong. Namun, ia juga tak
menyalahkan putranya. Tiga belas tahun hidup bersama, terlebih kebersamaan itu
sangat intim, tidak mungkin tidak ada yang terjadi. Ia mengerti perasaan Jaejoong
pada Yunho, yang tak pernah disadari oleh Jaejoong sendiri.
“Joongie-ah,” lirih Ibu Yunho. Ia lalu memeluk
Jaejoong, yang tertuduk di lantai dengan memeluk boneka beruangnya sambil
menangis.
“ Jung Yunho bukan bajingan, Eomma. Dia bukan orang
jahat. Dia tidak pernah menyuruhku untuk menyiapkan baju atau memasak untuknya.
Joongie sendiri yang ingin melakukannya. Yunho, kasihan dia, Eomma. Dia selalu
kesepian. Dia hanya ingin Joongie selalu bersamanya,” tutur Jaejoong. Ia
menangis lebih lepas lagi dalam pelukan ibumya.
“Arasseo, Eomma mengerti, Joongie. Eomman mengerti
kau mencintai Jung Yunho.”
“Aniyo, Eooma. Jongie hanya kasihan padanya.”
“Kau salah, Joongie. Kau bukan kasihan pada Jung
Yunho, tapi kau tidak ingin Yunho menderita dengan kesepiannya. Kau ingin
membuatnya bahagia. Kau mencintai Jung Yunho.”
Jaejoong melepas pelukannya. Ia melihat pada ibunya
tersebut. Apa benar ia mencintai Yunho? Kenapa Yoochun juga mengatakan seperti
yang ibunya katakan barusan?
“Apa kau menderita selama tiga belas tahun ini?”
tanya ibu Jaejoong pada Jaejoong.
Perlahan, Jaejoong menggelengkan kepala. Jujur, ia
tak merasa mederita hidup bersama Yunho. Meski rasa kesal, dan marah, benci
pada Yunho, tak Jaejoong pungkiri terkadang juga menyeruak dalam hatinya. Tertelibih
ketika emosi sedang mengendalikan Yunho, sehingga menjadi tega memperlakukannya
dengan kasar. Namun itu semua hanya sesaat. Ia selalu ingin menangis ketika
mendapati Yunho menangis – mengungkapkan semua yang sedang pria tampan itu rasakan
juga hatinya yang selalu kesepian. Dan ia selalu berusaha menyenagkan Yunho
agar pria penyuka beruang itu tidak merasa kesepian ketika bersamanya. Ia
selalu berusaha membuat Yunho bahagia. Apakah berarti ia mencintai Yunho?
“Eomma…” Jaejoong kembali memeluk ibunya.
“Kehidupanmu dan kebahagiaanmu bukan disini tapi ada
bersama Yunho, Joongie.”
“Tidak, Eomma. Aku bahagia disini.”
Ibu Jaejoong melepaskan pelukannya, ia lalu malah
menjitak kepala Jaejoong. Ibu Jaejoong tersenyum, saat Jaejoong merengek
padanya sambil memegangi kepala.
“Dasar anak bodoh. Disini kau seperti mayat hidup,
tidak pernah tersenyum lagi dan selalu murung. Kemana pun kau selalu membawa
Jung Yunho dalam isi pikiramu. Kau tidak bisa melepaskan diri darinya, Joongie.
Kebahagiaanmu ada bersamanya. Kembalilah ke Korea, jemput kembali kebahagiaanmu, Sayang.”
“Apa maksud Eomma. Eomma tidak membenci Jung Yunho?”
tanya Jaejoong, seolah masih tidak percaya dengan yang di dengarnya. Ia selalu
berpikir ibunya tersebut membenci sekali pada Yunho. Masuk akal, setelah apa
yang telah Yunho lakukan pada dirinya – Jaejoong. Yang tega memisahkan anak dan
ibu dari keluarga Kim.
“Tentu, tentu saja Eomma sangat marah padanya. Dia
sudah mengambilmu dari Eomma. Tapi Eomma tidak bisa berbuat apa-apa kalau anak
Eomma sendiri yang tidak bisa kehilangan Yunho. Katamu Yunho mencitaimu.
Kembalilah ke sisinya. Bantu Yunho mendapatkan kebahagiaannya.” Ibu Yunho
berucap dengan menetesnya airmata.
Yeah, ibu
Jaejoong memang tak banyak pilihan. Ia tidak tega melihat pederitaan batin
Jaejoong. Ia memang membenci Yunho namun putranya mencintai pria tampan yang ia
benci tersebut. Terlebih setelah Jaejoong memberitahu tentang keadaan Yunho
yang sebenarnya. Selain mencoba untuk menerima Jung Yunho, ibu Jaejoong tidak ada
pilihan yang lain.
“Eomma, aku mencintaimu.” Dengan girang, Jaejoong memeluk ibunya
kembali. Ia benar-benar takjub pada kelapangan hati ibunya yang sangat dalam.
“Bawa Jung Yunho kemari setelah kau berhasil
membantu anak itu mendapatkan kebahagiaannya. Katakan padanya kalau dia
merindukan kasih sayang seorang eomma, Eomma bersedia menjadi Eomma-nya.”
“Eomma, jeongmal… saranghaeyo,” Jaejoong mengeratkan
pelukannya. Tangisan sedihnya berubah menjadi haru. Ia semakin takjub pada
ibunya.
------
At Airport in
LA, Amerika
“Sampaikan ucapan terima kasihku pada Park Yoocun,”
pesan Jaejoong pada Junsu yang mengantarkannya ke bandara.
Yeah, seperti yang dikatakan ibunya. Hari ini
Jaejoong akan kembali ke Korea, kembali kepada kebahagiannya.
“Tentu saja, Hyung.” Junsu tersenyum. Ia sama
seperti ibunya, mencoba menerima Yunho sebagai calon kakak iparnya. Meski ia
belum dapat selapang ibunya.
“Dan bantu Yoochun mengembalikan perasaannya.” Kali
ini Jaejoong yang tersenyum dan Junsu mengerutkan dahi.
“Apa maksudmu, Hyung.”
“Aku tahu kau mencintai Park Yoochun, Su-ie.”
~TBC~