Title : Missing Love
Author : Minhyan-ssi
Pairing : Yunjae
Legh : 5 of ?
Ratting : PG-17
Genre : Drama – Angst – Yaoi – NC
Cast :
- Jung Yunho
- Kim Jaejoong
- Etc
FF ini
terinspirasi dari drama I MISS YOU-nya presdir YJS.. akakakak… ah… boleh juga
deh disebut njiplak drama I Miss You, yang jelas ni FF kubuat sebagai reflek
dari drama I Miss You yang nguras emosi…
Ok, Happy reading all. . .
>>>
At Seoul
Jaejoong berdiri agak gugup, di depan sebuah mewah
yang mewah yag tentu jga sangat familiar baginya. Ia menyeritkan dahi, beberapa
kali menekan bel rumah tersebut sama sekali tak ada respon. Rumah pun nampak
sepi sekali, biasanya banyak pekerja yang di halaman sekedar untuk merapikan
taman atau beberapa bodygruad yang berhaga di dekat gerbang dan di halaman. Kali ini tidak ada. Oh, apa
yang terjadi?Mendadak Jaejoongjadi agak khawatir.
“Jaejoong-ah,”
Panggilan halus seorang perempuan menyentakkan
sedikit lamunan Jaejoong. Pria cantik itu lanyas membalikkan tubuhnya.
“Bibi Jang, apa yang kau disini?” tanya Jaejoong,
melihat wanita paruh baya yang tak lain kepala pelayan di rumah mewah Yunho. Ia
memang cukup akrab dengan bibi yang tetap terlihat cantik meski usianya tak
lagi muda. Bibi Jang sering memberi masukan tentang masakan yang Jaejoong masak
untuk Yunho. Seperti Yunho suka masakan seperti apa dan makanan yang pria
tampan itu benci. Mereka sangat akrab ketika di dapur.
“Seharusnya aku yang bertanya begitu padamu, Kim
Jaejoong? Bukankah kau sudah bersama dengan kekasihmu itu.” Bibi Kim melihat
cukup serius pada Jaejoong.
“Aku ingin bertemu Jung Yunho,” jawab Jaejoong
setelah menarik nafas panjangnya. Ia tahu Bibi Kim juga marah kepadanya.
Jaejoong tahu persis Bibi Jang menyayangi Yunho seperti anak kandung sendiri,
jelas ia akan membenci siapaun yang membuat ‘anaknya’ menderita.
“Kau – “
“Aku mencintai Yunho, Bibi.” Jaejoong memotong
ucapan Bibi Jang dengan cepat-cepat. Ia sudah dapat menebak-nebak Bibi Jang
pasti hendak marah-marah padanya. Lebih baik ia cepat menyampaikan tujuannya
kesini dengan cepat karena ia sedang tak mau mendengar Bibi Jang marah-marah.
Ia ingin cepat bertemu dengan Yunho.
Dan benar saja, Bibi Jang jadi mengurungkan niatnya
yang sebelumnya. Ia menunduk sejenak, kemudian melihat lagi pada Jaejoong.
“Kau jangan bercanda, Kim Jaejoong.”
“Aku serius, Bibi. A-aku memang bodoh, baru
memyadari kemarin,” terus terang Jaejoong. Ia sambil menunduk.
Bibi Jang menepuk-nepuk bahu Jaejoong Matanya nampak
sedikit memerah dan basah.
Jaejoong melihat pada Bibi Jang.
“Bibi, kenapa kau menangis?” tanya Jaejoong
terheran. Sesaat yang lalu Bibi Kim masih baik-baik saja, kenapa mendadak
seperti ini?
“Kalau saja Tuan Muda mau menunggu sedikit lagi. Dia
pasti sangat bahagia melihatmu mengucapkan seperti itu.” Bibi Jang malah
meneteskan airmata, sekarang. Membuat Jaejoong menjadi semakin terheran-heran.
“Bibi, apa maksudmu?”
“Tuan Muda Yunho
pindah ke Jepang seminggu yang lalu.”
Deg~
Sepeti petir menyambar di tengah terik matahari.
Lutut pria cantik itu mendadak melemas. Juga, seperti ada bongkahan batu besar
yang menhimpit dada Jaejoong, sesak dan sakit secara bersamaan. Jaejoong
menjatukan tubuhnya ke tanah seketika itu juga. Airmata, tak terelakkan lagi
untuk terjatuh.
“Jaejoong-ah,” Bibi Jang berusaha menahan Jaejoong,
namun tidak bisa. Ia lalu ikut terduduk
di tanah seperti Jaejoong.
“Bibi, kau bohongkan? Kau hanya menakutiku karena
kau marah aku meninggalkan Yunho?” Jaejoong tetap berusaha positif thingking.
Bibi Jang menggelengkan kepalanya.
“Aku tidak pernah marah padamu, Jaejoong-ah. Tuan
muda tidak bisa lepas darimu, Jae. Dia harus memulai hidup baru di tempat yang
baru agar dia bisa melepaskanmu dan tidak
terus menerus terpuruk.”
“Yunho-ah…” lirih Jaejoong meratapi kebodohannya. Ia
tak henti merutuki dirinya sendiri yang sangat terlambat menyadari tentang
perasaanya. Seperti ini tidak perlu terjadi jika saja ia menyadari perasaany
lebih awal. Bodoh. Bodoh. Bodoh.
1 Tahun kemudian…..
“Bibi, aku pergi dulu. Annyeong…”
“Yak! Kim Jaejoong, tunggu sebentar!”
Jaejoong tak memperdulikan panggilan dari Bibinya.
Ia cepat memakai sepatunya, dan dengan semangat ia berjalan keluar dari sebuah
rumah yang tak terlalu besar dan cukup sederhana. Padahal masih sangat pagi,
namun Jaejoong sudah terburu-buru untuk pergi.
Nyonya Han hanya menggeleng mengamati kepergian
keponokannya tersebut. Kurang lebih setahun belakangan, Jaejoong memang tinggal
bersama keluarga kecilnya. Sambil pria cantuk itu membantu di restoran keluarga
Han. Tak ada keberatan darinya atau anak-anak dan suami Nyonya Han, mereka
cukup hangat menyambut sepupu dan keponakan mereka yang cantik dan tampan
secara bersamaan itu.
Sedikitnya untuk mengobati ketidaknyamanan di hati
keluarga Han. Khususnya Nyonya Han yang merasa sangat bersalah kepada Ibu
Jaejoong dan Jaejoong juga Junsu, atas perlakuan buruk yang dulu sering
dilakukan almarhum kakaknya yang tidak lain adalah ayah Jaejoong dan Junsu.
Keluarga Han selalu membantu dan mendukung Jaejoong dalam berjuang mendapatkan
kebahagiaannya.
Meskipun Jaejoong selalu bersikap ceria, penuh
semangat dan tegar di depan banyak orang, namaun Nyonya Han tahu betul jika
yang sebenarnya batin keponakannya tersebut tidak seperti yang nampak dari
luar. Batin Jaejoong menangis setiap saat. Sebelum Jaejoong bertemu dengan pria
yang dicintainya, Jaejoong belum akan bertemu dengan kebahagiaanya.
“Semoga kau beruntung hari ini, Joongie,” gumam
Nyonya Han, berdoa untuk Jaejoong.
*******
Dengan senyuman yang terus berkembang dan penuh
semangat, Jaejoong menekan bel beberapa kali. Bel di rumah mewah, Jung Yunho.
Well, hal ini seperti rutinitas Jaejoong setahun terahir ini. Pagi-pagi sebelum
ia berangkat ke restoran bibinya, terlebih dahulu ia mendatangi rumah Yunho.
Sambil berharap hari itu Yunho datang mengunjungi Korea dan singgah di rumah
tersebut.
“Aigoo… Jongie…” keluh Bibi Jang, yang seperti sudah
bosan dengan kedatangan Jaejoong yang setiap pagi. Ia berjalan agak tergesa
menuju pintu gerbang untuk menemui Jaejoong.
“Bibi, apa ada kabar dari Yunho?” tanya Jaejoong
antusian.
Bibi Jang tak langsung menjawab. Ia menggeleng
pelan, dan sedikit gugup.
“Hulf,” Jaejoong mengeluh. Ia harus kembali menelan
kekecewaan seperti hari-hari yang kemarin. “Baiklah aku pergi, Bibi. Maaf
menganggumu lagi,” lanjut Jaejoong.
Dengan kecewa, Jaejoong melangkah meninggalkan rumah
mewah Yunho. Sementara Bibi Jang masih melihat berbeda pada Jaejoong.
Tanpa Jaejoong sadari, seseorang terus memperhatikan
padanya. Sejak ia menekan bel hinggal meninggalkan rumah Yunho.
“Apa yang dia lakukan disini?” seorang pria tinggi
berkulit coklat bertanya pada seseorang di sebelahnya. Ia masih melihat pada
Jaejoong dari lantai dua rumahnya.
“Menurut Bibi Kim, Kim Jaejoong setiap pagi selalu
datang kesini. Untuk mencari kabar tentang anda, Tuan Yunho,” jawab Sekertaris
Lee, orang yang disebelah pria itu.
Yunho – pria itu menoleh sesaat pada Sekertaris –
Paman Lee. Ia kembali menerawang pada jendela.
“Ck. Dasar bodoh,” gumam Yunho seraya terkekeh
pelan.
*******
“Bibi, restoran ini ingin menambah menu baru, ya?”
tanya Jaejoong, sebari membantu bibinya memasak.
“Aniyo,”
“Lalu kenapa hari ini memasak banyak sekali? Atau
jangan-jangan bibi mau membagikan makan gratis untuk pelanggan?” kali ini
Jaejoong melihat pada bibinya yang masih berkutat dengan beberapa bumpu untuk
memasak makan laut.
“Sahabat Pamanmu ada meeting dengan klien-nya dari
Jepang. Dan dia menyewa restoran kita untuk tempat meeting-nya,” Nyonya Han menjelakan.
Jaejoong mengangguk mengerti.
Diam-diam ia tersenyum sedih. Jepang. Seolah otaknya
jadi me-recall memorinya saat masih
bersama Yunho kemudian ia meninggalkan pria tampan itu bersama Yoochun,
dan dengan tangisan serta perasaan hancur ia baru menyadari tentang perasaannya
pada Yunho. Ia benar-benar hancur saat kenyataan itu mengatakan Yunho telah
meninggalkan Korea menuju Jepang. Jepang. Demi Tuhan, Jaejoong tentu sangat
ingin kesana. Namun Won yang di tangannya tak cukup untuk membuatnya dapat menginjak
negeri Sakura tersebut. Ia hanya dapat berharap pada sebuah keajaiban – Yunho
yang kembali ke Korea.
*******
“Jaejoong-ah, cepat.” Nyonya Han melambaikan tangan
pada Jaejoong. Menyuruh pria cantik itu segera bergegas bersiap di depan pintu
restoran untuk menyambut klien dari sahabat Tuan Han.
Dengan agak terburu Jaejoong berjalan menghampiri
bibinya sambil tersenyum.
Tuk~
Tuk~
“Annyeonhaseo…” ucap Nyonya Han, Jaejoong dan
beberapa karywan di restoran tersebut, dengan serempak. Seraya membungkukkan
badan mereka.
Jaejoong diam-diam mengangkat kepala terlebih dahulu
dari pada yang lain. Entah kenapa ia merasa sangat penasaran dengan tamu dari
Jepang ini. Atau mungkin karena klien tersebut bertempat tinggal di negara yang
sama dengan yang ia cintai? Sesaat melintas pikiran yang agak agak konyol di
benak Jaejoong. Yunho seorang pengusaha, dan barangkali tamu dari Jepang ini
mengenal Yunho. Yeah, ia dapat bertanya pada klien teman pamannya ini.
Sret~
Deg~
Dalam detik tersebut, mata besar Jaejoong melebar
bebekali lipat. Ia seolah membeku di sana dan saat itu juga. Klien dari Jepang
tersebut cukup bahkan sangat familiar bagi Jaejoong. Seseorang yang setahun
belakangan ia rindukan, berjalan angkuh di depannya dan dengan diikuti beberapa
pengawalnya dan Paman atau Sekertaris Lee.
Mata sekertaris Lee tampak tak kalah terkejut
menangkap sosok cantik yang telah membuat Tuan Mudanya depresi dalam beberapa
waktu.
“Yunho-ah…” lirih Jaejoong.
Langkah Yunho terhenti. Suaranya memang pelan dan
bahkan terkesan lembut ketika menyebut namanya, namun telinga Yunho masih dapat
menangkapnya dengan baik. Mendadak, ia merasakan debaran yang menyesakkan seperti saat ia ditinggalkan
pria yang ia cintai.
Yunho tersentak bukan main, ketika mata musangnya
bertemu dengan mata besar Jaejoong yang indah, namun terlihat basah oleh
butiran-butiran bening yang menyeruak di sana. Debaran itu semakin menyesakkan
saja. Tapi entah kenapa justru jiwanya yang dingin mendadak menghangat. Ya, ia
akui ia sangat merindukan pria cantik ini. Ingin memeluk dan menciumnya seperti
dulu. Kaki Yunho bergerak perlahan tanpa sadar.
“Tuan Muda,” Seketaris Lee memanggil sebari memegang
bahu Yunho.
Tangan Yunho yang agak bergetar, jadi mengepal. Ia
menyimpan kedua tangannya ke dalam saku celana. Ia kembali melihat ke depan dan
melanjutkan perjalanannya. Entah ia harus bersyukur atau bagaimana. Paman Lee
seolah membangunkkannya untuk menghadapi realitas yang ada.
Jung Yunho, tidak boleh larut dalam perasaan seperti
itu lagi. Susah payah Yunho berusaha bangkit dan melupakan semua yang indah
sekaligus buruk – semua kenangan-kenangan bersama Jaejoong. Ia tidak boleh
terpuruk kembali. Menyelami masalalu hanya akan menghancurkan Yunho sendiri
dimasa depan.
Hancur. Hati Jaejoong tak ubahnya kaca yang terjatuh
dari tempatnya ke lantai, menjadi
kepingan tak berguna. Pria yang ia cintai, yang ia rindukan dan selalu ia
tunggu, mencampakan dirinya seperti ini. Sialnya, Jaejoong tak dapat
menyalahkan siapun juga. Yunho seperti ini
juga karena dirinya yang bodoh pada persaannya sendiri.
Selama perjamuan itu tak pernah lepas dari sosok
tampan berwajah musang yang duduk di meja tamu khusus. Airmata tanpa berhenti
mengalir dari sudut mata indahnya, sambil berharap Yunho akan menatapnya
disini.
Jaejoong harus menelan kekecewaan yang dalam. Karena Yunho sepertinya hanya
terfokus pada urusan bisnisnya saja.
********
“Jangan halangi aku. YUNHO-AH!” Jaejoong berteriak
sambil berusaha kesana-kemari untuk dapat melihat pada Yunho yang berjalan ke
arah mobilnya. Jaejoong tidak dapat mengejar Yunho karena dihalang-halangi oleh
beberapa bodygruad Yunho.
Harapan Jaejoong agar Yunho menoleh padanya, seperti
tak berhasil. Yunho tak menggubris sama sekali panggilan dari Jaejoong. Justru
pria tampan itu malah memperlebar langkahnya di bawah payung yang melindunginya
dari hujan deras yang sedang turun.
Jaejoong seperti habis kesabaran. Ia dengan nekad
menerobos barisan hidup para bodygruad.
“LEPASKAN AKU!” teriak Jaejoong kembali, saat para
bodygruad berhasil mengunci pergerakannya. Jaejoong tak begitu saja menyerah,
ia terus meronta. Ia tidak peduli apapun, dibenaknya hanya bagaimana dapat
mengejar Yunho yang semakin menjauh.
Jaejoong ahirnya dapat melepaskan diri setelah ia
menginjak kaki kemudian menggigit tangan kedua bodygruad yang menguncinya.
Tanpa berpikir banyak, ia segera berlari meskipun harus menembus hujan yang
deras.
Yunho menoleh ke belakang. Ia dapat melihat Jaejoong
yang berlari mengejarnya. Perasaanya semakin hancur, cairan bening mulai
menyeruak dari sudut mata musangnya.
Paman Lee yang menyadari keadaan ini, tak akan
membiarkan Yunho terlarut lebih jauh lagi. Ia mendorong pelang Yunho memasuki mobilnya. Ia lalu
menyusul agar mereka dapat segera meninggalkan restoran tersebut.
“YUNHO-AH, BUKA PINTUNYA!” teriak Jaejoong sebari
memukul-mukul kaca jendela mobil Yunho yang mulai berjalan. Ia mulai berlari
kecil kemudian semakin mencerpat langkahnya, seolah tidak ingin melepaskan
mobil tersebut.
Di dalam, Yunho airmata Yunho turun tak terelakkan
lagi. Seperti mesin waktu yang membawanya ke masa lalu. Yunho kembali merasakan
berada dalam suasana perpisahan menyakitkan dengan Jaejoong sekitar setahun
yang lalu.
Jaejoong seperti tidak benar-benar ingin
meninggalkan dirinya saat itu, namun Yoochun terus mempengaruhi Jaejoong hingga
Jaejoong kehilangan kesempatan untuk memilih.
“YUNHO-AH!” teriak Jaejoong lebih keras lagi. Ia
kehilangan mobil Yunho, namun tak lantas membuatnya menyerah. Ia terus mengejar
mobil yang membawa orang yang dicintainya tersebut.
Mata indah terus menitikan airmata yang seperti
pedang mencabik-cabik hatinya. Bohong, jika Yunho tak memperhatikan sedikitpun
pada Jaejoong saat di restoran tadi. Ia diam-diam melirik pada pria cantik itu.
Ia bahkan tidak bisa berkonsentrasi dengan urusan bisnisnya, karena hanya
Jaejoong yang ada di kepalanya saat itu.
Kali ini, Yunho memang tak dapat mengelak lagi.
Sekeras ia berusaha, Kim Jaejoong tidak akan pernah bisa dihilangkan dari hati
dan pikiran Jung Yunho. Ia masih sangat mencintai pria berwajah cantik dan
tampan secara bersamaan itu.
Yunho menoleh kebelakang. Ia semakin tak dapat
mengendalikan perasaannya, terlebih melihat Jaejoong yang tak pernah menyerah
berlari mengejar mobilnya.
“HENTIKAN MOBILNYA!” teriak Yunho, dengan masih
menatap ke belakang.
Sang sopir hendak menghentikan lau mobilnya, namun
terlebih dahulu Paman Lee mencegahnya. Demi Tuhan, ia tak mau lagi melihat
Yunho menderita karena Jaejoong.
Merasa tak mendapatkan respon, membuat emosi semakin
mengacaukan pikiran waras Yunho.
“KUBILANG HENTIKAN MOBILNYA!” teriak Yunho kembali,
sebari menatap tajam pada sopir dan Paman Lee.
Tapi tetap tak digubris.
Yunho seperti benar-benar tidak dapat berpikir
jernih. Dengan emosi yang mengambil alih diri pria tampan itu, Yunho dengan
kasar berusaha membuka pitu mobil padahal pintu tersebut terkunci. Tentu saja
ini membahayakan, tapi Yunho tak peduli.
Paman Lee pun menjadi agak panik melihat Yunho
seperti ini. Ia lantas menyuruh sang sopir menghentikan laju mobil mereka.
Tanpa bicara apapun, Yunho segera keluar dari mobil. Menembus hujan –
berlari menghampiri Jaejoong.
Jaejoong menghentikan langkahnya, ia tersenyum.
Yunho kini berdiri begitu di dekat di hadapannya.
“Yun – “
“Kim Jaejoong!” Yunho tersentak dan dengan sigap
menangkap tubuh Jaejoong yang terjatuh tiba-tiba dan tak sadarkan diri.
~TBC~