Title :
Brother Angel
Author : Minhyan-ssi
Pairing : Yunjae
Legh : 2 of ?
Ratting : PG-17 for now
Genre : Drama – Angst – Yaoi – Mpreg – Family – NC (ditunggu saja)
Cast :
- Jung Yunho (23)
- Kim Jaejoong (18)
- Kim Junsu (22)
-Etc
FF terinspirasi dari film My sister keeper… mungkin
ada yang udah nonton?? But, tetep aku buat ala Yunjae
So, Happy reading all. . .
# # # #
P.O.V Author
“Biasanya, larut malam begini para pelajar sedang
tidur nyenyak di kamarnya.”
Jaejoong menghentikan langkahnya seketika. Ia baru
keluar dari gang sempit yang akan menuju markas grup dance yang ia ikuti.
Jaejoong agak menyimpitkan matanya, ia tak dapat melihat dengan jelas pria yang
berucap barusan. Pria itu berdiri di
tengah kegelapan sambil bersandar sombong pada mobilnya.
Jaejoong lalu memutuskan tak menggubrisnya. Paling
hanya orangtua yang ingin menegur anak muda, atau orang mabuk yang sedang
merancau. Jaejoong merogoh sakunya, mengambil ipod lalu memasangkan headset
ke telinganya. Kemudian ia melanjutkan berjalan.
Semakin mendekati pria itu, Jaejoong tak berubah
sikapnya – tetap dengan ketenangannya. Ia lebih memilih menikmati musik yang
sedang didengarnya ketimbang memikirkan hal yang tak penting begini.
Sret~
“Ah!” seru Jaejoong yang tak mengira pria itu akan membidik dirinya.
Pyaar~
Mendadak juga, lampu jalan yang berada dekat dengan
posisi Jaejoong menyala.
Dan Spechlees.
Jaejoong melebarkan mata besarnya, terkejut bukan main. Pria itu adalah Jung
Yunho. Bagaimana bisa?
“Hai, bocah. Kenapa masih berkeliaran selarut
ini?huh?! Kau tahu, kalau polisi sampai tahu, kau bisa kena sanksi.” Ucap
Yunho.
Jaejoong mengepalkan tangannya.
“Bukan urusanmu.” Jaejoong menimpali dengan penuh
penekanan. Ia lalu mengibaskan lengannya yang dicengkram oleh Yunho.
Jaejoong bermaksud melangkahkan kakinya pergi, namun
justru Yunho menarik kembali lengannya.
“Apa gaji sebagai dokter, kurang untukmu? Sehingga
kau juga berprofesi sebagai penguntit?” Jaejoong bertanya, yang lebih tepatnya
untuk menghardik.
“Keluar larut malam begini bisa membuat tubuhmu
sakit.” Kata Yunho.
“Ini tubuhku. Terserah ingin ku apakan tubuhku.”
Jaejoong tak mau kalah.
“Itu tubuh Kim Junsu. Tubuhmu akan didonorkan untuk
kakakmu. Bahkan kau tidak memiliki hak atas tubuhmu sendiri, lalu bagaimana kau
akan berbuat untuk tubuhmu?”
Sret~
Jaejoong mengibaskan genggaman tangan Yunho pada
lengannya. Emosinya yang mengumpul seolah ternampakkan dalam sudut mata
besarnya yang kini dipenuhi cairan bening yang hampir menetes. Mendadak, ia merasa
tak berdaya. Yunho benar, ia tak memiliki hak bahkan atas tubuhnya sendiri.
Damn.
Jaejoong tak hentinya mengutuk takdir, kenapa dirinya ditempatkan dalam tubuh
seorang Kim Jaejoong yang lahir karena rekayasa (genetika) dan matipun mungkin
dapat direkayasa juga.
Jaejoong meneteskan airmatanya sambil memberontak
pada Yunho, namun Yunho justru semakin menguatkan genggamannya.
Seoul,
18 tahun yang lalu
“Kenapa
kau cemberut?” tanya bocah kecil 4 tahunan dan bernama Kim Junsu.
“Aku
benci adikku. Gara-gara dia, appa dan eomma tidak sayang lagi padaku,” jawab
bocah satunya yang setahun diatas Junsu, yaitu Yunho.
Kedua
bocah cilik itu sedang bermain di taman rumah sakit sambil menunggui ibu mereka
masing-masing yang baru saja melahirkan. Yeah, keduanya baru saja resmi menjadi
seorang kakak.
“Aku
sangat senang menjadi kakak. Adikku sangat lucu, dia juga sangat cantik
meskipun laki-laki. Apa kau mau bertemu dengannya? Mungkin kau bisa jadi
menyukai adikmu setelah kau tahu kalau adik bayi itu sangat lucu.”
Entak
tertarik oleh apa. Yunho mengangguk saja saat tangannya ditarik oleh Junsu
untuk menemui adik bayi dari Junsu.
“Wahh….”
Gumam Yunho takjub. Setelah ia dan Junsu berada di kamar rawat Nyonya Kim.
Sementara bayinya yang diberi nama Kim Jaejoong, sedang terlelap dalam box yang
berada di sebelah ranjangnya.
Mata
Yunho berbinar, bayi – adik Junsu itu nampak sangat manis dan seperti malaikat.
Seoul,
back to now
“Apa maumu sebenarnya! Lepaskan aku!” teriak
Jaejoong. Satu tangannya yang lain mencoba manarik tangan Yunho yang
menggenggam lengannya yang lain. Namun tetap saja Yunho yang lebih kuat.
“Kau juga pasien appa-ku karena tubuhmu adalah milik
Junsu. Jadi, aku pun juga berhak melakukan apa saja pada tubuhmu.”
“Tidak masuk akal! Ini tubuhku! Aku yang berhak!”
“Benarkah?” Yunho menyingerai, sambil berbisik di
telinga Jaejoong.
# # # # # # #
“Eomma akan bicara dengan dokter Jung dulu. Kau
tunggu sebentar, Chagi.”
Junsu mengangguk. Ia sambil tersenyum membiarkan
ibunya dan dokter Jung pergi untuk berbicara sesuatu. Yeah, Junsu yakin sekali
pasti kedua orang tersebut membicarakan tentang kondisi dirinya.
Beberapa saat kemudian, Junsu memudarkan senyumnya.
Entah kenapa raut wajahnya mendadak berubah seperti sedang mengkhawatirkan
sesuatu. Ia melamun dalam beberapa saat.
Pluk~
Sesuatu seperti terjatuh di depan Junsu, ia langsung
terbangun dari pikiran panjangnya. Ia agak menundukkan kepalanya, sebuah ponsel kini berada di dekat sepatunya.
Ia lalu bermaksud mengambil ponsel itu, dan tanpa Junsu duga, secara bersamaan
juga ada tangan lain yang sedang mengambil ponsel tersebut.
Tak sengaja lagi, tangan lain itu kini malah
menggenggam tangan Junsu. Junsu lalu menoleh pada pemilik tangan tersebut.
Deg~
Junsu membeku dalam sekejap. Seolah mata pemilik
tangan tadi memenjarakan dirinya. Ia jadi tenggelam ke dalam
fantasi-fantasinya. Memang baru hitungan hitungan detik Junsu melihat wajah
pria yang adalah pemilik tangan tadi. Namun memori otaknya cekap merekam dan
menyimpan wajah pria itu, bahkan fantasi-fantasi Junsu tentang pria di hadapannya
kini bisa dibilang kuat.
Seperti video yang tengah di-pause, dalam beberapa saat keduanya hanya saling memandang tanpa sedikit pun bergerak
atau berucap sesuatu.
“Park Yoochun! Park Yoochun! Dimana kau?!” teriak
seseorang yang menggema hampir keseluruh lorong rumah sakit.
“Astaga!” seru pria tadi, yang mencairkan keheningan
diantara dirinya dan pria cantik di hadapannya ini.
“Cantik, bisakah kau berikan nomor ponselmu?” tanya
pria tadi yang bernama Park Yoochun.
Junsu tanpa banyak berpikir langsung saja memberikan
nomor ponselnya pada Yoochun.
“Gomawo…” bisik Yoochun pada Junsu, sebelum ia tanpa
izin mencium pipi Junsu seenaknya kemudian kabur – pergi berlalu begitu saja.
Junsu kembali membeku, namun jantungnya malah
berpacu dua kali lebih cepat.
# # # # # # #
Jaejoong memandang sekaleng minuman yang disodorkan
Yunho kepadanya. Dalam dirinya ia menahan menahan emosi yang bergejolak hebat.
Antara marah, sedih dan merasa tidak berdaya. Ia mengutuk Yunho, juga Tuhan
yang memberinya takdir semenyedihkan ini.
“Minumlah jika benar kau memiliki hak atas tubuhmu,”
kata Yunho.
Keduanya kini berada di tepi sungai Han. Entah
kenapa Yunho malah mengajak remaja cantik ini kesini, padahal ia tadi menggunjing
Jaejoong yang masih pelajar berkeliaran di jalan hingga larut malam.
Jaejoong tak merespon. Ia menahan airmata sambil
tetap menatap nanar kaleng itu. Karena, Jaejoong tahu itu adalah bir – minuman
yang memabukkan. Setelah meminum bir, dibeberapa organ dari tubuhnya akan
mengalami perubahan atau paling parah akan terjadi masalah. Dan hal ini tentu
akan dapat membuat kekacaukan di keluarga kecilnya.
“Ayo…” Yunho kembali membujuk, bahkan dengan
menyentuhkan kaleng tersebut pada pipi Jaejoong.
Jaejoong tetap tak menggubris.
Ck. Yunho terkekeh, lama-kelamaan tawanya
diperkeras. Ia tertawa terbahak-bahak sambil melihat ke langit.
Sikap Jaejoong tak berubah sedikitpun. Ia dapat
merasakan, tawa ini bukan tawa orang yang sedang dipenuhi kebahagiaan. Itu tawa
ejekan. Perlahan Jaejoong mengepalkan
tangannya.
Grep~
Jaejoong kembali melebarkan matanya yang kini sayu.
Mendadak Yunho memeluk dirinya.
“Mari kita membuat kenangan yang tak akan pernah kau
lupakan malam ini,” bisik Yunho, yang terdengar sensual.
Otak Jaejoong dengan cepat merespon maksud ucapan
Yunho barusan. Ia langsung berusaha melepaskan diri dari Yunho.
“Lepaskan aku!” teriak Jaejoong memaki Yunho.
“Kau tidak bisa menolak, kau tidak memiliki hak atas
tubuhmu.” Kata Yunho lagi. Ia bergeser menindih Jaejoong yang terduduk di
sebelahnya.
Jaejoong semakin berusaha mendorong Yunho, tubuhnya mulai bergetar takut. Yunho
semakin seduktif berusaha untuk mencium bibirnya. Harga diri, Jaejoong juga
memilikinya meskipun ia tak bisa berbuat sesuka hati pada tubuhnya. Setidaknya, ini satu-satunya
yang dapat Jaejoong miliki dan ia
pertahankan. Ia ingin mati juga dalam keadaan terhormat.
Dug~
“Aww,” keluh Yunho karena belakang kepalanya
terbentur dasbor mobil. Perlawanan Jaejoong ahirnya membuahkan hasil. Ia dapat
menjauhkan diri dari Yunho, meski mungkin hanya sementara.
Sret~
Jaejoong lalu mengambil kaleng (bir) tadi yang
berada dalam kantong kresek di dasbor mobil. Ia lalu membukanya dengan agak
kasar. Mata besarnya yang basah dan meneteskan butiran bening, menatap nanar
pada Yunho.
Yunho terdiam beberapa saat, kemudian menyingerai.
Jaejoong, ia lantas meminum bir tersebut dengan
seperti terburu-buru. Satu, dua, Jaejoong belum berhenti pada kaleng yang
ketiga walau kini kesadarannya sudah mulai memudar.
“Bagus, lakukan seperti itu.” Yunho memuji?
Entahlah.
Jaejoong meneguk birnya, sambil melirik Yunho yang
nampak kegirangan membuka satu kaleng bir juga. Kalau hati dapat bersuara
seperti mulut, mungkin kini Yunho sudah rapat-rapat menutup telinganya.
Bagimana kini hati Jaejoong menjerit keras. Sungguh, ia juga tak menginginkan
situasi seperti ini. Kalu boleh jujur, ia malah membenci minuman terkutuk ini.
Minuman setan ini akan merusak organ tubuhnya. Yang otomatis akan mempengaruhi
Junsu juga. Ia juga akan mendapat masalah baru dengan kedua orangtuanya.
Tapi… Harga diri juga sangat penting untung dirinya.
“Habiskan semuanya, Kim Jaejoong. Tunjukkan kalau kau
berhak atas tubuhmu.” Yunho menyerahkan bir lagi pada Jaejoong, setelah remaja cantik itu
membuang kaleng ketiganya.
Jaejoong dengan kasar menyahutnya. Ia melihat pada
Yunho, namun bayangan Yunho mulai mengabur.
Mendadak, perasaan Jaejoong menjadi sangat sedih, kenapa ia menjadi
sangat bodoh di depan Yunho? Kenapa ia mau saja melakukan suruhan Yunho yang tak masuk akal begini
dengan sangat mudah?
Hak tubuh? Kenapa ia harus peduli. Siapa Yunho
untuknya? Kenapa ia harus terlihat kuat di depan pria ini, padahal semua orang
dapat melihat kerapuhannya. Kenapa perasaan hatinya jadi rumit begini?
Klek~
Jaejoong membuka pintu mobil, lalu keluar. Perlahan,
ia berjalan menuju pinggiran sungai Han. Dan, Yunho menyusulnya diam-diam.
“AAAAAAAA….” Jaejoong berteriak sekeras-kerasnya. Ia
lalu meneguk lagi minumannya.
“Apa hanya sebatas itu kekesalanmu?” tanya Yunho,
yang sudah berdiri di sebelah Jaejoong.
Jaejoong menoleh.
“Aku membencimu, dokter bejat.” Ucap Jaejoong dengan
nada penuh kekesalan. Bicaranya sudah tak ia atur lagi, norma atau palah itu
tak digubris lagi oleh Jaejoong.
Sebagian dari dirinya sudah mengabur, kini emosi yang mengambil kendali atas seorang
Kim Jaejoong.
“Ucapkan sekali lagi. Lebih keras.”
“AKU MEMBENCIMU, DOKTER BEJAT. JUNG YUNHO, KAU
BAJINGAN!” teriak Jaejoong sambil mendorong-dorong tubuh Yunho.
Sedikit pun Yunho tak melawan.
“Siapa lagi yang kau benci?” tanya Yunho tetap
dengan ketenangannya. Namun mata musangnya nampak memerah dan basah.
“Eomma, Appa, Tuhan, takdir… aku benci semuanya.”
“Kanapa kau membenci mereka?”
Jaejoong berhenti mendorongi Yunho. Ia nampak
berpikir. Bayangan dirinya saat masih balita harus merasakan sakit yang luar
biasa akibat jarum suntik untuk mengambil salah satu bagian dari organ tubuhnya
untuk didonorkan pada Junsu, bagiamana ditengah sakitnya yang luar biasa itu, semua
orang justru lebih mengkhawatirkan kakaknya dan tak peduli padanya, bekelebatan
di benak Jaejoong. Membuat emosi semakin mengaduk-aduk perasaan Jaejoong.
“AKU BENCI! KENAPA AKU HARUS MENDAPATKAN TUBUH
SELEMAH INI! KENAPA AKU HARUS DILAHIRKAN KE DUNIA INI! AKU BENCI TAKDIR! AKU BENCI TUHAN! AKU
MEMBENCIMU EOMMA, APPA! AAAAKKH…..!”
Jaejoong menjambak rambut lurusnya, berteriak sambil
menengadah ke langit, seolah sedang memprotes pada Tuhan. Perlahan Jaejoong
menjatuhkan dirinya ke tanah. Ia lantas menangis sekeras-kerasnya, melepaskan
semuanya yang selama ini dipendamnya.
Tes~
Air mata Yunho menetes tanpa disadari. Perlahan, ia
juga menjatuhkan diri ke tanah – mendekati Jaejoong. Hatinya terasa sangat
perih. Ia memeluk Jaejoong kemudian. Pukulan-pukulan kecil dari Jaejoong di
dadanya tak ia pedulikan, karena ini tak seberapa dibanding sakit yang
dirasakan oleh Jaejoong.
Semakin lama tangisan Jaejoong terdengar melemah dan
tak terdengar lagi. Yunho melihatnya, mata indah yang sayu itu kini terpejam.
Yunho mengecup kening, lalu kedua kelopak mata indah itu, terahir ia melumat
lembut beberapa saat bibir Jaejoong, sebelum ia menggendong tubuh ramping itu
kembali ke mobilnya.
# # # # #
Cahaya matahari menerobos seenaknya pada sebuah
kamar. Walau sedikit mengganggu tidurnya, Jaejoong masih enggan membuka mata.
Ia masih ingin merasakan nyaman oleh mimpinya dan seperti belaian di kepalanya.
~TBC~