Senin, 30 September 2013

[FF - YunJae] PG-NC/Yaoi/Love For Me/Chapter 1

Title : Love for Me

Author : Minhyan-ssi


Pairing : Yunjae


Legh : 1 of ?


Ratting : PG-17


Genre : Drama – Angst – Yaoi – Mpreg – Family – NC (ditunggu saja)


Cast :

- Jung Yunho (30)
- Kim Jaejoong (29)
- Shim Changmin (12)
-Etc

Ok, Happy reading all. . .


# # # #

Banyak mata sekarang melihat – mengikuti setiap langkah beberapa orang yang mendorong tempat tidur, yang terdiri dari dokter, suster dan seseorang yang berpakaian kantoran, juga tak lupa pria cantik berpakian modis yang seolah tak sedetik pun melepaskan genggaman tangannya pada tangan bocah 12 tahun yang berbaring sambil merintih sakit padanya.

Beberapa saat yang lalu, Jung Changmin kabur dari sekolah untuk diam-diam menemui ibunya yang beberapa bulan ini tak dapat ia temui. Jung Yunho – ayahnya, setelah bercerai dari Kim Jaejoong - ibunya 5 tahun yang lalu, selalu melarangnya menemui ibunya. Jika tidak dengan diam-diam begitu, ia tak pernah dapat bertemu dengan orang yang melahirkannya dan begitu ia sayangi. Naas, untuk kali ini Changmin tidak seberuntung sebelum-sebelumnya, ia ditabrak mobil saat hendak menyebrang disebuah jalan.

“Changmin-ah…” lirih Jaejoong, dengan iringan air mata yang tak berhenti untuk jatuh.

Tak mengucap sepatah katapun karena tak mampu, Changmin terus saja melihat pada Jaejoong sebari menggenggam erat tangan ibunya tersebut.

Yunho tak berkomentar banyak, ia hanya melihati anak dan mantan istrinya tersebut dengan bergantian. Ia tak mungkin menyuruh Jaejoong melepaskan tangan Changmin atau pun Changmin melepaskan ibunya dalam saat seperti ini. Changmin seperti lebih membutuhkan Jaejoong dari pada dirinya, namun Yunho tetap tak mau sedikit saja melelehkan egonya walaupun Changmin seperti ini.

Seoul, 2000

“Dan Kim Jaejoong, apakah kau menerima Jung Yunho sebagai suamimu?”

“Ya, saya bersedia,”

“Kalian sah menjadi suami istri,”

YunJae saling mengulas senyum mereka sebelum berciuman di hadapan para tamu dan pastur. Ini gila, padahal Jaejoong baru dinyatakan lulus dari SMA-nya sehari yang lalu, dengan tanpa ragu ia menerima pinangan mantan kakak kelasnya – pacarnya selama 6 tahun terahir – Jung Yunho untuk menikah. Ia sangat yakin Yunho adalah seseorang yang dikirim Tuhan untuk menemani hari-harinya di masa depan atau bahkan kehidupan setelah kehidupan di dunia.

Rumah tangga Yunjae sangat harmonis dan romantis, meskipun mereka pasangan yang sangat muda. Di temani malaikat kecil – buah cinta keduanya, Yunjae mengisi hari-hari mereka dengan bahagia.

Sebelum diusia pernikahan mereka yang keempat, Jaejoong mengajak Kim Junsu – sahabatnya untuk tinggal bersamanya. Ia kasihan pada Junsu yang saat itu benar-benar terjatuh hingga kedasar. Setelah perusahaan orangtuanya bangkrut, orangtua Junsu bunuh diri dan Junsu menjadi sebatang kara.

Yang tak pernah Jaejoong duga, hal itu justru malah menghancurkan kehidupan bahagianya. Entah seperti apa cerita persisnya, suatu hari Jaejoong memergoki Yunho sedang berciuman dengan Junsu.

Ribuan kali Yunho meminta maaf pada Jaejoong karena kesalahannya tersebut, namun Jaejoong tak menggubrisnya sedikitpun. Malah Jaejoong mengajukan cerai dengan Yunho.

Yunho marah, ia jadi tak peduli apapun. Ia bahkan membirkan saja emosi menguasai dirinya. Yunho mengikuti semua yang Jaejoong mau, kecuali satu, Changmin – anak mereka. Ia tidak akan mengalah dari Jaejoong tentang Changmin, dipengadilan nanti.

Seoul, 2013

Dug~

Yunho menoleh, bahunya seperti ditepuk pelan oleh seseorang.

“Berikan ini pada Kim Jaejoong.” Ujar Park Yoochun – sepupu Yunho, sebari menyodorkan kantong kresek berisi makanan.

Yunho lalu bangun dari bersandar pada pintu kamar dimana Changmin terbaring lemah setelah operasi beberapa jam yang lalu. Ia dengan halus mendorong uluran tangan Yoochun.

“Jika aku bisa, aku tidak akan meminta tolong padamu. Tapi hanya Appa dan Eommanya saja yang boleh masuk menemani Changmin,” kata Yoochun dengan sedikit membujuk.

Sedikit terpancing, Yunho lalu menoleh pada Yoochun. Namun belum berucap sepatah katapun.

“Dalam keadaan seperti ini Changmin lebih membutuhkan Jaejoong daripada kau. Bisa, kau membayangkan saat perasaan Changmin saat sadar nanti tak mendapati Jaejoong disampingnya, karena Jaejoong harus tak berdaya setelah seharian tak ada sebutir makanan untuk menjadi tenaganya? Untuk kali ini saja, kesampingkan dulu egomu dan sedikit mengalah-lah demi Changmin.” Panjang lebar Yoochun menasehati, sebari tetap menyerahkan makanan tersebut pada Yunho.

Yunho tak langsung merespon, ia nampak berpikir keras untuk ini. Bukankah melalukan apapun demi Changmin juga menjadi salah satu dari prinsip hidupnya saat ini? Jika ia tetap bersikeras begini, sama juga dengan ia melanggar prinsipnya sendiri.

“Kau mengalah tidak akan merugikanmu sedikitpun. Ini semua untuk kebaikan Changmin,” Yoochun kembali menegaskan.

Dan ajaib, seolah dinding pertahanan Yunho runtuk pada detik tersebut. Dengan perlahan juga ragu-ragu, tangan Yunho terulur untuk untuk meraih makanan tersebut.

Yoochun tersenyum manis.

“Bujuk dia bagaimanapun caranya. Jaejoong harus makan agar dia tak sakit.”

Yunho lalu melangkah pelan untuk, tanpa menjawab pertanyaan Yoochun barusan.


# # # #

“Changmin-ah, apa kau dapat mengingatnya? Dulu saat kau masih dalam perut Eomma, kau sangat senang saat Eomma mengatakan padamu Eomma sedang memasak makanan enak dan sangat banyak. Kau sampai menendang perut Eomma dengan penuh semangat. Dan Eomma, tidak pernah menyangka setelah lahir kau menjadi monster food. Hahaha…” Jaejoong tertawa dalam tangis. Ia masih setia menemani Changmin yang belum sadarkan diri sambil memegang erat tangan putranya tersebut. Dan terlalu tenggelam dengan keadaan, membuat Jaejoong tak menyadari jika Yunho sudah masuk dan mendengar celotehnya barusan.

Bayang-bayang saat 12 tahun yang lalu, tiba-tiba melintas dihadapan Yunho bak layar besar bioskop. Moment ceria saat memasak Jaejoong mengeluh sakit karena tendangan Changmin yang terlalu kuat pada perutnya, lalu Yunho datang menghampiri mengelus perut buncit Jaejoong dan menciuminya bertubi-tubi untuk menenangkan bayi mereka yang hidup didalamnya.

“Hari ini kau akan makan banyak, Sayang. Jadi tenanglah dan biarkan Eomma-mu memasaknya untukmu. Anak appa  mengertikan?” ujar Yunho 12 tahun yang lalu.

Secara berkala Changmin pun melemahkan tendangannya, ia kembali tenang.

Yunho tersenyum manis dan memuji pengertian bayinya. Ia lalu beranjak berdiri dan mengecup mesra kening Jaejoong.

Yunho tersenyum kecut mengingat hal tersebut. Moment itu memang indah, namun tidak lebih dari kenangan. Sekedar kenangan yang tak penting digubris dalam keadaan seperti ini.

Bukan karena apa-apa selain hanya demi Changmin, Yunho perlahan melangkahkan kakinya menuju pada Jaejoong.

“Kim Jaejoong,” panggil Yunho sebari menyentuh pundak Jaejoong.

“Eoh?” Jaejoong agak tersentak. Ia cepat-cepat menghapus airmatanya lalu menoleh. Dan keterkejutan nampak dari raut muka Jaejoong saat melihat Yunho berdiri di sebelahnya.

“Park Yoochun menyuruhku memberikan ini padamu. Makanlah,” Yunho menyerahkan makanan tadi pada Jaejoong.

Jaejoong menggelang.

“Park Yoochun bisa membubuhku kalau kau memakan ini.” Adu Yunho.

“Bagaimana mungkin aku makan sementara putraku tak dapat memakan apapun sekarang,” kata Jaejoong kembali menatap Changmin.

“A-aku sebenarnya tidak mau membujukmu seperti ini. Tapi demi Changmin, aku terpakasa melakukannya.”

Jaejoong sedikit tertarik, namun bukan ia tersentuh. Ia tahu persis Yunho masih membencinya dan ia sendiri juga tetap belum bisa memaafkan Yunho, untuk sekedar menjadi temanpun masih jauh dari bayangan Yunho dan Jaejoong. Lagi-lagi juga karena Changmin, ia harus menahan emosi diam-diam. Setiap bertemu atau hanya mendengar nama Jung Yunho disebut, Jaejoong selalu teringat dengan penghianatan beberapa tahun yang lalu. Dan menjadi emosi.

“Changmin sangat merindukanmu, setiap malam dia hampir selalu mengigaukan namamu. Dan dalam ketidak sadarannya ia tak mau lepas darimu. Jika kau tak makan akan membuatmu jatuh sakit. Aku tidak membayangkan perasaan Changmin jika dia sadar nanti tak mendapati ada di sampingnya dan malah tergolek lemah juga di rumah sakit.”

Tes~

Kembali Jaejoong menetaskan air matanya tanpa sadar. Kali ini ia memang harus mengakui Yunho yang benar. Ia tak dapat menolak tawaran Yunho, dengan agak ragu Jaejoong mengangguk.

Yunho tersenyum tipis.  Ia menarik sebuah kursi ke samping Jaejoong duduk.

“Aku akan menyuapimu,” ucap Yunho yang mengejutkan Jaejoong.

Jaejoong melihat serius pada Yunho. Seolah mengerti tatapan tersebut, Yunho jadi  agak tingkah.

“Ah… aish. Kau jangan salah paham. Aku hanya ingin memastikan kalau makanan-makanan ini masuk ke perutmu, dan aku juga tak mau dibunuh Park Yoochun. Lagi pla, tangan kananmu tidak dilepaskan oleh Changmin, bagaimana bisa kau makan sendiri?” Yunho menjelaskan. Sebetulnya tidak begitu adanya. Kata-kata tadi meluncur saja tanpa proses pemikiran di otaknya. Tapi ia tak mau Jaejoong mengetahuinya.

“Arrasso…” lirih Jaejoong agak tersenyum

# # # # #

Sret~

“Kau mau kemana?”

Junsu menoleh, ia tersenyum sinis pada Yoochun yang mencegah tangannya.

“Tentu saja meenghentikan hal yang tak seharusnya,” jawab Junsu. Lalu kembali melihat melalui lubang di pintu namun terlapisi kaca. Dari situ, nampak dengan jelas, Yunho yang sedang menyuapi Jaejoong.

“Bagaimana kau akan melakukan melakukannya?” Yoochun bertanya lagi.

“Mudah, tinggal masuk dan menghentikan mereka.” Junsu menjawab tanpa melihat pada Yoochun.

“Kalau begitu kau yang akan kuhenntikan.”

Mendengar perkataan Yoochun tersebut, membuat Junsu langsung melihati pria disebelahnya itu dengan tajam.

“Kau tahukan hanya appa dan eomma Changmin saja yang boleh masuk ruangan ini? Aku akan melaporkanmu pada dokter dan petugas rumah sakit jika kau tetap pada keinginanmu.”

Diam-diam Junsu mengepalkan tangan, geram. Dan seulas senyum malah nampak di bibir Yoochun. Apakah Yoochun merasa menang? Atau menang? Tidak, justru ia sangat marah.

Perkataan Changmin beberapa hari yang lalu – saat keponakannya itu curhat padanya, masih terngiang di telingan Yoochun dengan begitu jelas. Dengan lemah bocah 12 tahun itu menangis padanya dan mengatakan betapa ia sangat merindukan ibunya, lalu dengan nada bercanda Changmin bertanya pada Yoochun ‘apakah jika ia sakit atau terjadi musibah padanya, dapat mempertemukannya dengan ibunya dan ia bisa melihat kedua orangtuanya duduk bersama?’. Dan Yoochun tak pernah berpikir, Changmin akan benar-benar melakukan hal segila ini. Bagiamanpun, ia akan melukan apapun agar apa yang Changmin lakukan ini menjadi sia-sia.

“Aku juga orangtunya. Sebentar lagi akau kan menikah dengan Yunho.” Junsu tidak akan pernah mengalah.

“Disaat seperti ini, kira-kira siapa yang paling Changmin butuhkan? Calon ibu tiri, atau… ibu kandungnya?” Yoochun menyingerai, semakin mengaduk-aduk emosi Junsu.

“Aaah…!” Pada ahirnya Junsu pun berteriak kesal. Matanya pun mulai memerah dan meneteskan airmata.

Yoochun masih nampak tenang dan dengan senyumannya tadi.

“Apa kau bisa merasakan perasaan orang yang calon suaminya malah bermesraan dengan pria lain? Terlebih pria itu mantan istrinya? Apa kau bisa membayangkan sakitnya perasaan itu, Park Yoochun! Kau tidak akan pernah bisa mengerti!” Junsu setengah berteriak.

“Aku tahu. Tapi aku pikir itu tak lebih menyakitkan dari pada dihianati suami dan sahabatnya yang sudah ditolong dari kondisi paling menyedihkan di dunia ini.”

Plak~

Dan tamparan pun melayang di pipi kanan Yoochun. Sesaat Yoochun terpancing, namun secepatnya ia dapat mengendalikan dirinya kembali.

“Jaga bicaramu, Park Yoochun. Aku dan Yunho saling mencintai.”

“Cinta? Jika kau benar sahabat Jaejoong, kau tidak akan pernah mengikuti perasaanmu dan menjadi penghianat. Kim Junsu, kau adalah orang yang paling tidak tahu terimakasih di dunia ini.”

Plak~

Kembali Junsu melayangkan sebuah tamparan pada pipi Yoochun, bersamaan itu, airmata Junsu mengalir lebih deras lagi. Tanpa bicara apapun lagi, Junsu langsung pergi dari hadapan Yoochun.

Senyuman Yoochun berubah jadi ekspresi penuh kemarahan. Ia mengepalkan tangannya.

Kehangatan diantara  sepupunya, sahabatnya, dan keponakannya di dalam sana. Ia tak akan membiarkan sipapun menganggu mereka. Ia bersumpah demi Changmin.

~TBC~

Sudah tahu kan ini FF terinspirasi dari mana?
Tapi ini aku buat ala aku sendiri jadi mungkin g bakal sama dengan kisah aslinya…




Jumat, 20 September 2013

[FF-YunJae] PG-17/Yaoi/A STORY/Oneshoot

Title : The Story

Author : Minhyan-ssi


Pairing : Yunjae

Legh : Oneshot


Ratting : NC-17


Genre : Drama - Fluff - Romance - NC – Yaoi - Angust


Cast :
- Jung Yunho
- Kim Jaejoong
- Etc

>>>>>

“Jung Yunho – “

Bipp~

Sambungan telepon terputus tiba-tiba. Yunho yang baru saja tiba di sebuah café untuk berkumpul dengan teman-temannya, kembali lagi beranjak. Rasa cemas dan khawatir yang begitu besar menyeruak mendadak.

“Kau mau kemana, Hyung?” tanya Changmin – sahabatnya.

“Kim Jaejoong membutuhkanku sekarang,” jawab Yunho sebelum benar-benar pergi lagi.

Changmin mengerutkan dahi. Ia meihat pada Yoochun dan Junsu – sahabat Yunho juga yang juga berada di sana. Yoochun seperti tersenyum aneh.

“Aku tak menyangka akan sejauh ini. Kim Jaejoong luar biasa, bisa membuat kacau seorang Jung Yunho,”komentar Yoochun seraya meminum segelas bis di tangannya.

Junsu dan Changmin jadi tersenyum bersamaan. Mengerti betul maksud Yoochun.

“Mari bersulang,” ajak Yoochun pada kedua temannya.

Changmin dan Junsu pun menyambut baik. Junsu menungkan bir ke gelas Changmin dan gelasnya sendiri.

“Thanks, Hyung,” kata Changmin untuk Junsu. Ia mengambil gelasnya dan bersiam untuk bersulang.

Junsu pun demikian.

“Mari bersulang,” ujar Junsu mengulang ajakan Yoochun.

“Cherss…”

Yoochun, Changmin dan Junsu saling memberturkan kecil gelas mereka sambil tertawa-tawa. Yoochun meneguk bir-nya dengan tanpa sedetik pun mengalihkan pandangannya dari kaca café yang transparan. Diluar sana Yunho tampak berjalan panik menuju mobilnya.

*******

Tangan kanan Yunho tak pernah terlepas dari ponsel yang menempel di telinganya dan tangan kirinya sibuk membuka pintu mobil. Ia sedang mencoba terus menghubungi Jaejoong, namun hingga kesekian kali tak dijawab-jawab juga. Ia merasa sangat khawatir, cemas, dan takut yang teraduk-aduk menjadi satu.

Yunho, terkadang ia tak habis pikir dengan dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia sepeduli ini dengan seorang Kim Jaejoong. Padahal, siapa Jaejoong dalam kehidupannya? Saudara, pacar bahkan teman pun… rasanya bukan. 4 bulan yang lalu secara tak sengaja saat mengunjungi club malam untuk overvasi diam-diamnya ia bertemu dengan Jaejoong yang bekerja di club tersebut. Yunho ingin membuat cerita dengan foto tentang kehidupan gigolo yang ‘menjajakan diri’ untuk pria-pria gay. Secara singkat, Yunho mem-booking Jaejoong untuk beberapa bulan.

Yang ia lakukan Ia sungguh tidak masuk akal menurut Yunho sendiri. Ia sama sekali tak keberatan mengeluarkan banyak uang untuk hak ekslusif sebuah foto. Ia tak hanya mengeluarkan berjuta-juta untuk bookingan, sewaktu-waktu Jaejoong bisa saja meminta transferan uang (yang tentu tak sedikit namun entah untuk apa). Ia tak pernah seperti ini sebelumnya. Ia akan meotret apapun yang diinginkannya, tapi ketika keinginannya itu berbenturan dengan pemilik obyek yang mengingkan dibayar tinggi atau ada syarat tertentu, Yunho pasti segera melepaskan keinginan tersebut  meski dengan kekecewaan. Entahlah.

Lebih gila lagi, dengan tegas Yunho menyuruh Jaejoong berhenti sementara dari pekerjaannya melayani pria-pria yang memerlukan kehangatan dari ‘para pria yang menjajakan diri mereka’. Yunho merasa punya hak penuh atas Jaejoong  untuk beberapa waktu kedepan.

“Shit,” umpat Yunho. Mendapati jalan menuju apartement  Jaejoong macet karena di depan baru terjadi kecelakaan. Ia segera memutar balik dan mencari alternatif jalan lain agar secepatnya sampai di apartemen  Jaejoong.

“Kim Jaejoong, sudah ku katakan berhenti memakai obat-obatan setan itu.”


*******

Brak ~

Dengan agak kasar, Yunho membuka pintu apartement Jaejoong. Ia lalu langsung bejalan menuju ke kamar Jaejoong. Beruntung, setelah beberapa menit berputar-putar, Yunho ahirnya menemukan juga jalan kecil menuju apartemen dimana ia berada sekarang.

“Jung Yunho,” Jaejoong seperti berbinar melihat kedatangan Yunho. Ia lantas menghampiri pria tampan berwajah kecil tersebut.

Yunho tak seperti  Jaejoong. Air mukanya malah menampilkan kesedihan yang amat sangat. Hatinya, seperti dicabik-cabik tanpa ampun. Sedih dan  miris,  yang bersatu karena melihat keadaan namja cantik di depannya sekarang. Wajah yang pusat pasi dan mata yang sayu membuat Jaejoong terlihat berantakan, ditambah rambut lurusnya seperti bekas jambakan. Damn. Yunho benar-benar mengutuk obat-obatan setan yang membuat Jaejoong jadi berubah seperti zombie.

“Jung Yunho, dimana mereka kau taruh?” Jaejoong sambil agak menarik kerah kemeja Yunho dan dengan pupy eyesnya. Ia tahu begini akan membuat Yunho jadi tidak tega lalu mengasihinya.

Yunho menghindari bertatapan muka dengan Jaejoong dengan berpura-pura melihat ke arah lain. Sial, Jaejoong selalu bisa menangkap  apa yang menjadi kelemahannya.

“Jung Yunho…” rengek Jaejoong.

“Aku sudah membuangnya,” Yunho melepas tangan Jaejoong dari kerahnya agak kasar.

Jaejoong memudarkan senyum yang dari tadi mengembang di bibir cherry-nya.

“KENAPA KAU MEMBUANGNYA!” teriak Jaejoong sambil mendorong Yunho. Ia pun tak  dapat lagi mengendalikan emosi. Sejak menjadi pemakai narkoba, banyak yang berubah dari Jaejoong. Salah satunya ia jadi gampang marah dan kesulitan mengontrol emosi yang meledak-ledak tersebut.

“ITU OBAT SETAN! KAU BISA MATI KARENA BARANG TERKUTUK  ITU!” Yunho berteriak pula. Bukan maksudnya mengkasari Jaejoong, menghadapinya dengan halus malah percuma. Jaejoong tidak akan menyerah sampai ia mendapatkannya.

Yunho memang sengaja menyembunyikan obat-obatan milik Jaejoong tersebut, demi kebaikan Jaejoong sendiri. Berbulan-bulan dengan hampir setiap saat bersama namja cantik itu, ia menjadi tahu dan seolah ikut merasakan  keras-gelapnya hidup Jaejoong.  Yunho merasa tidak rela saja Jaejoong dihancurkan oleh barang terkutuk macam narkoba. Meski berat karena ia jadi melihat Jaejoong yang lebih menderita karena ketergantungan.

“BERIKAN BARANGNYA… ! AKKHH….” Jerit Jaejoong. Rasa seperti tertusuk-tusuk ribuan jarum menyerang kembali. Ia terduduk begitu saja seraya menjambak rambutnya, masih mengerang kesakitan.

“Sakit Yunho…. SAKIT…!”

Demi Tuhan, Yunho ingin menangis tapi tidak mungkin. Ia merasa pria pantang menangis apalagi didepan orang lain.

“Jung Yunho, ku mohon….!”  Jaejoong merangkak sampai bersujud di kaki Yunho. Sungguh, ia tak kuat lagi . Jaejoong butuh mereka untuk menenagkan rasa sakit hebat yang sedang menyiksanya.

Shit. Tangan  Yunho yang berada dalam saku, nyaris mengeluarkan obat-obat Jaejoong, ia hampir ingin memberikannya karena tidak tega lagi. Beruntung, Tuhan sangat baik dengan langsung mengigatkan betapa mengerikannya jika obat terkutuk itu dikonsumsi terus oleh Jaejoong.

Grep~

Yunho berlutut dan memeluk Jaejoong sangat erat. Ia tidak tahu harus melakukan bagaimana, cara ini satu-satunya yang terpikir di benak Yunho untuk Jaejoong. Entah ini membantu atau tidak.

“Sakit… berikan Yunho… berikan…,” lirih Jaejoong sambil meronta – menahan sakit yang luar biasa.

Yunho tak menyahut dengan kata-kata namun sebuah ciuman yang membuat Jaejoong tersentak sesaat.

“Akh,” rintih Jaejoong saat Yunho menggigit bibir – meminta jalan memasukan lidahnya ke dalam sana. Tangan Jaejoong sibuk memukul-mukul kecil bahu Yunho, ia merasa sulit bernafas karena perbuatan Yunho yang seperti ini.

Yunho tak menggubris. Ia menarik Jaejoong berdiri lalu menuntunnya ke kasur.

Bug~

Tubuh Jaejoong terbanting diatas kasur, dengan Yunho menindihnya. Jaejoong masih berusaha melepaskan ciuman Yunho yang brutal. Ia mendorong Yunho dan berusaha menjauhkan kepalanya.

“Setelah aku melayanimu, apa kau akan memberikan mereka padaku,” tanya Jaejoong dengan nafas masih tak teratru, setelah berhasil melepaskan bibirnya dari dalam bibir Yunho yang seolah sedang melahapnya.

Yunho hanya menyingerai lalu membuka celana Jaejoong. Tanpa pemanasan apapun ia langsung memasukkan miliknya kedalam hole namja cantik di bawahnya.

“AKHH…!” teriak Jaejoong, berkali-kali lipat lebih keras dari sebelumnya. Ia merasa jiwanya sedikit lagi akan terlepas dari tubunya. Sangat sakit, seperti luka menganga yang di taburi garam satu karung. Air mata Jaejoong tak terbendung lagi. Ia terus berteriak sakit  dalam tangisan  saat  Yunho mulai bergerak menghujam raganya.

Yunho sebenarnya tidak tega dengan penderitaan Jaejoong sekali. Ia kasar, ia keterlaluan. Menyakiti orang yang sudah kesakitan parah. Ia tidak ada cara lain untuk membuat Jaejoong berhenti mengharapkan obat terkutuk itu. Sampai matipun ia tak akan sudi memberikannya. No way.

********  

Dua bulan kemudian….

“Yang ini cantik, biasa saja, biasa saja. Nah… yang ini sangat sexy.”

Pletak~

“Auw. Junsu-ah, sakit,” Yoochun menyentuh kepalanya yang baru mendapatkan jitakn dari Kim Junsu – kekasihnya.

“Aku lebih sexy dari Kim Jaejoong,”

“Kau sexy hanya bokongmu saja, duck butt,” Yoochun menjulurkan lidahnya. Ia kembali melihat-lihat foto-foto Jaejoong yang masih dalam kamera Yunho.

“Benar-benar sexy,” komentar Yoochun lagi ketika melihat foto Jaejoong half naked dengan memakai handuk saja dan tersenyum.

Pletak~

“Aww.”

Yoochun mendapat jitakan sekali lagi dari Junsu. Tapi ia tak menggubrisnya. Pria berkening lebar ini seperti lebih tertarik melihat foto-foto koleksi Yunho tersebut.

Tuing~

Yoochun merasakan kepanya didorong dari samping.

“Aish, Jun – “ Yoochun hendak memprotes pada Junsu tapi seketika jadi mengerungkannya karena ia melihat Yunho sudah berdiri di sebelah Junsu yang cemberut. Ia tersenyum innocent. Sepertinya bukan Junsu tapi Yunho yang mendorong kepalanya barusan.

“Tidak ada jatah malam ini untukmu, Park Yoochun.” Sebelum pergi dengan kekesalannya, Junsu mengatakan tersebut dengan sangat tegas.

“Dan aku akan membunuhmu jika sekali lagi kau melihat foto-foto pribadi Kim Jaejoong.”

Sret~

Yunho lalu mengambil kasar kameranya dari tangan Yoochun. Yoochun menggaruk belakang kepalanya, ia merasa agak  tidak enak dengan Yunho.

“Aku tahu kau menyukai Kim Jaejoong,” celetuk Yoochun. Ia pernah jatuh cinta dan tentu sangat tahu gelagat orang yang jatuh cinta bagaimana. Ia sering memergoki Yunho melamun sambil memegang atau melihat foto Jaejoong, entah di kamera atau laptop.
Yunho juga sering memuji Jaejoong di depan dirinya, Junsu dan Changmin. Saat meceritakan tentang Jaejoong, mata Yunho selalu berbinar-binar. Dan barusan, Yunho terlihat jelas sangat protektif pada Jaejoong.

Yunho hanya tersenyum saja. Ia lalu berjalan ke balkon apartemennya. Dan mengambil beberapa foto pemandangan kota Seoul dari sana.

Yoochun mengikutinya dan berdiri di sebelahnya.

“Aku merasa Kim Jaejoong itu berbeda,” kata Yunho. Tanpa melihat pada Yoochun. Ia menerawang sepanjang batas pandang kota Seoul.

“Menurutku Kim Jaejoong bukan gigolo. Dia seperti seseorang yang terjebak dalam dunia hitam dan kau datang menyelamatkannya,” sahut Yoochun.

“Kau pikir aku dan Jaejoong sedang bermain drama?” Yunho ahirnya melihat pada Yoochun.

“Mungkin iya. Drama yang disutradarai oleh Tuhan.” Yoochun menoleh pada Yunho, dan tersenyum.

******

Yunho tersenyum di depan sebuah gedung bertingkat yang luas dengan terdapat papan bertuliskan ‘Kantor Rehabilitasi Narkoba Seoul’ di depannya.

Setelah ia ‘memperkosa’ Jaejoong malam itu, pagi hari ia bertengkar hebat dengan namja cantik itu. Yunho ingin Jaejoong masuk rehabilitasi sementara Jaejoong bersikeras tidak mau. Setelah tanpa menyerah ia menekan, Jaejoong pun menyerah dan menurut apa yang Yunho katakan. Ia tak keberatan mengeluarkan banyak uang lagi untuk biaya rehabalitasi dan tentu membeli – membebaskan  Jaejoong dari bar tempat namja cantik itu bekerja.

Yunho lalu berjalan ke dalam sana.

Di depan pintu ruang khusus untuk membesuk, Yunho menghentikan langkahnya sejenak. Mengamati dengan serius orang-orang yang di dalam sana.

Yunho melihat Jaejoong ada diantara orang-orang tersebut – dua orang perempuan dan sepertinya sepasang suami istri paruh baya sedang memeluk Jaejoong bersamaan.  Nampak suasana haru di sana. Entah, Yunho juga tak terlalu yakin.

*******

“Kau tadi baru bertemu siapa?” tanya Yunho. Yunho harus menunggu cukup lama untuk dapat bertemu Jaejoong ( yang sedang ada tamu). Tapi terbayar dengan izin dari pihak kantor rehab yang membolehkan dirinya mengejak Jaejoong ke taman yang tepat  di sebelah kantor.

“Kau melihat kami? Kenapa kau tidak masuk saja. Padahal ayahku, ibuku dan kedua kakakku sangat ingin bertemu denganmu.” Kata Jaejoong melihat pada Yunho yang duduk di sebelahnya.

Yunho mengerutkan dahi. Ayah, ibu dan kakak? Bukankah Jaejoong mengatakan padanya kalau ia sebatang kara. Eoh.

Jaejoong bisa membaca kebingungan di wajah Yunho. Namja cantik itu meraih tangan Yunho, meremasnya lembut.

“Maksudmu mereka keluargamu?” tanya Yunho, balas melihat pada Jaejoong.

“Sebenarnya aku diusir dari rumah oleh ayahku karena melihatku berciuman dengan sahabatku yang seorang pria. Keluargaku akan malu kalau orang-orang tahu anak lelaki satu-satunya keluarga Kim ini adalah gay. Aku frustasi dan sampai ahirnya terjebak dalam lingkaran setan narkoba. Semakin lama tabunganku habis untuk membeli obat-obatan itu, dan aku berpikir harus bekerja untuk mendapatkan uang. Dan seorang teman menawari pekerjaan mudah tapi uangnya banyak, dan aku tidak perlu repot menutup-nutupi kalau aku ini gay. Dua hari tiga hari bekerja di bar itu, aku bertemu denganmu, sebagai tamu pertama dan yang terahir.” Cerita Jaejoong panjang lebar.

 Yang membuat Yunho nyaris tak dapat berkata-kata lagi. Ia tak menyangka.

“Lalu?” tanya Yunho, ia merasa masih penasaran. Entah apa itu yang membuatnya penasaran.

“Apanya?” Jaejoong mengerutkan dahi. “Ah, iya. Sekarang keluargaku sudah berubah, mau menerimaku yang lebih tertarik pada pria dari pada wanita. Saat aku bercerita aku sedang menyukai seseorang, mereka tidak keberatan sama sekali. Bahkan mereka ingin sekali bertemu dengan dia.”

Shit. Yunho merasakan jantung berdebar meningkat dan  mendadak gugup. Senang, penasaran juga. Dirinya kah pria yang sedang Jaejoong sukai itu? Tadi Jaejoong mengatakan kalau keluarga Kim ingin sekali bertemu dengannya.

Chu~

Jaejoong mencium bibirnya singkat dan tiba-tiba.

Demi Tuhan, jantung Yunho rasanya akan melompat keluar sebentar lagi.

Sret~

Yunho menarik Jaejoong ke pangkuannya, lalu mencium bibir Jaejoong cukup lama. Ia mengerti meski Jaejoong tak mengakannya secara langsung. Ciuman ini sudah cukup mewakili semuanya.
Yeah. Sejujurnya Yunho pun merasakan yang sama dengan Jaejoong. Namja cantik ini berhasil membuat dirinya selalu berdebar-berdebar ketika bersama, sejak pertama kali mereka bertemu.

“Bagaimanana dengan proyekmu membuat cerita dengan foto? Apa kau sudah menyelesikannya?”

“Belum,”

“Wae?Padahal ini sudah hampir 7 bulan.”

“Aku tidak akan menyelesaikannya. Aku tidak rela foto-fotoku yang kudapat dengan susah payah dan pengorbanan, dimiliki juga orang lain. Kau milikku dan apapun yang berhubungan denganmu, hanya aku yang berhak memilikinya. ”

Yeah. Yunho yang ingin membuat sebuah cerita, tidak menyadari dirinya sedang menjadi pelaku sebuah cerita. Cerita karangan dan disutradarai langsung oleh Tuhan.


~THE END~

Minggu, 15 September 2013

[FF-YunJae] PG-NC/Yaoi/MISSING LOVE/Chapter 6 ~Ending~

Title : Missing Love

Author : Minhyan-ssi


Pairing : Yunjae


Legh : 6 of 6 and Epilog


Ratting : PG-17


Genre : Drama – Angst – Yaoi – NC


Cast :

- Jung Yunho
- Kim Jaejoong
- Etc

 FF ini terinspirasi dari drama I MISS YOU-nya presdir YJS.. akakakak… ah… boleh juga deh disebut njiplak drama I Miss You, yang jelas ni FF kubuat sebagai reflek dari drama I Miss You yang nguras emosi…

Ok, Happy reading all. . .


####

“Kau bisa pergi setelah kau merasa lebih baik,” kata Yunho seraya membantu Jaejoong meletakkan  secangkir kopi yang baru diminumnya ke nakas. Jaejoong bersandar di tempat tidur Yunho setelah ia siuman beberapa saat yang lalu. Ia lalu duduk di pinggiran tempat tidur – menyampingi Jaejoong.

Jujur saja, Yunho tak bermaksud berkata seperti mengusir pada Jaejoong. Ia senang ahirnya dapat bertemu dan melepas rindumya kepada Jaejoong. Ia dapat memeluk lagi pria cantik yang dicintainya tersebut. Hanya saja, Yunho masih dibayang-bayangi oleh ketakutannya.

Ia jadi tak berharap banyak kepada Jaejoong. Ia juga tak mau merasakan kembali ditinggalkan oleh orang yang ia cintai jika ia terlalu memaksakan perasaanya.

Grep~

Yunho agak tersentak. Sepasang lengan tiba-tiba memeluk pingganya. Ia marasakan punggungnya menghangat dan sesuatu seperti bersandar disana. Siapa lagi jika bukan Jaejoong yang memeluknya dari belakang begini.

“Aku akan mengikuti kemanapun kau pergi,” celetuk Jaejoong. Membuat hati Yunho seperti berlonjak girang, namun sesaat saja. Pria tampan ini berusaha tak terlalu larut dengan persaanya, ia harus realistis mulai sekarang.

“Apa kau ini paparazi? Dan aku bukan artis,” ujar Yunho dengan dingin.

“Aku tahu, tapi aku tetap akan mengikutimu, Jung Yunho. Aku akan menjadi stalker-mu atau bila perlu aku akan menjadi sasaeng fans untukmu.”

Yunho melepaskan pelukan Jaejoong di pinggangnya. Ia lalu memutar tubuhnya – melihat pada Jaejoong. Ucapan Jaejoong barusan, tidak dapat Yunho anggap sepele.

“Jangan bermain-main dengan ucapanmu, Kim Jaejoong.” Yunho melihat serius pada Jaejoong.

“Aku tidak pernah bermain-main dengan ucapanku.” Jaejoong balas melihat serius pada Yunho.

Yunho tertawa meremehkan. “Aku, tidak akan menghancurkan diriku lagi hanya karena dirimu, Kim Jaejoong.” Yunho lalu berkata sebari mengacungkan telunjuk tepat pada wajah Jaejoong. Demi Tuhan, hati Yunho sedang memberontak. Ia tega berkata kejam pada orang ia cintai, hanya demi rasionalitas yang teguh dipegangnya? So, damn it.

Yunho menggunakan rasionalitasnya untuk melarikan diri dari rasa takut yang membelenggunya. Yang seharusnya tak perlu untuk keadaan seperti ini. Memang ia tak terluka, tapi ia melukai Jaejoong.

Jaejoong pun agak tersentak. Mata indahnya mulai terasa menghangat dan nyaris meneteskan airmata. Ia lalu memukul bahu Yunho agak keras.

“JUSTRU KAU YANG MEMBUATMU HANCUR, JUNG YUNHO!” teriak Jaejoong, dengan airmata yang tak terelakkan lagi.

Dan berbalik membuat Yunho tersentak.

“Kau tak pernah membiarkanku lepas darimu. Kau selalu mengawasiku setiap saat! Bahkan, kau tak membiarkanku memikirkan oranglain selain dirimu. Aku membencimu, Jung Yunho. AKU MEMBENCIMU!” Kali ini Jaejoong berteriak dengan histeris. Ia terus menarik kemeja yang dikenakan Yunho.

Yunho yang sebenarnya sudah hancur, semakin hancur saja. Airmata, pada ahirnya tak dapat Yunho hindari juga. Perlahan kedua tangan kekarnya terulur untuk menyentuh pundak Jaejoong.

“Aku menderita selama ini. Semakin aku ingin meninggalkan semua tentangmu, justru aku sendiri yang tidak mau kau meninggalkanku. Saat itu rasanya aku ingin mati karena merindukanmu, tapi aku tak dapat memelukmu. Aku memang bodoh tidak peka dengan perasaanku sendiri. Aku mencintaimu, Jung Yunho. AKU MENCINTAIMU!” kembali Jaejoong berteriak histeris.

Rasonalitas yang selama beberapa waktu memenangi atas kontrol diri Yunho, runtuh saat itu juga. Tanpa banyak yang dipertimbangkan lagi, Yunho langsung saja memeluka erat Jaejoong yang menangis di dadanya.

Dihianati, dibohongi, ditinggalkan. Persetan dengan semua itu. Yunho yakin Jaejoong mengatakan yang sebenarnya – dari hati terdalamnya. Ia tidak melihat kebahagiaan di mata Jaejoong. Ucapan Bibi Jang tadi pagi sebelum ia menuju restoran, tentang Jaejoong yang selalu berkunjung dan menanyakan tentang Yunho selama setahun tanpa lelah. Yunho jadi semakin yakin Jaejoong tulus mencintainya. Ia tak perlu goyah lagi oleh pikiran-pikiran negatif dan ketakutan bodoh yang tak perlu.

Chu~

Yunho mencium bibir Jaejoong dengan lembut namun dalam, dan tanpa nafsu disana. Jaejoong memejamkan mata, mencoba menikmati dan sesekali membalas perlakuan mesra Yunho.

Seperti ada sihir yang menyatukan kembali kepingan-kepingan hati Jaejoong yang sempat hancur berantakan. Ia pun kembali tenang dan jiwanya terasa menghangat. Sangat nyaman. Yeah, seperti ini yang hati kecilnya inginkan. Kebahagiaan yang berasal dari seorang Jung Yunho, bukan yang lain.

# # # # #  

Epilog

LA, Amerika 1 bulan kemudian

Jaejoong mengambil tangan Yunho, lalu menggenggam dan agak meremasnya dengan lembut. Yunho yang sepanjang perjalanan menggunakan mobil hanya terus menatap ke depan, jadi menoleh ke samping melihat pada Jaejoong. Jaejoong balas tersenyum padanya.

“Jangan gugup, Yunnie,” kata Jaejoong pada Yunho, yang duduk di sebelahnya di bangku belakang mobil. Dengan panggilan kesayangannya untuk Yunho.

 Yeah, bisa bilang hubungan YunJae kini semakin dekat dan mesra. Tidak ada lagi keraguan Jaejoong baik tentang perasaanya kepada Yunho ataupun cinta Yunho kepada Jaejoong. Perlahan kesehatan psikologis Yunho pun membaik. Tentu saja hal tidak lepas dari perhatian dan pengertian yang selalu Jaejoong berikan pada Yunho. Serta ketlatenan dan kesabaran Jaejoong untuk menemani Yunho ‘berobat’ kepada ahlinya. Demi Yunho agar dapat beradaptasi kembali dengan realitas sosialnya, Jaejoong tidak akan menyerah membantu pria yang dicintainya itu.

“Tidak bisakah kunjungan ini ditunda, Boo?” tanya Yunho, juga dengan panggilan kesayangannya pada Jaejoong.

“Kalau kau ingin kita menikah secepatnya, kita harus bertemu dengan Eomma-ku dulu. Dia harus tahu kalau putranya yang cantik ini akan menikah,” balas Jaejoong. Ia tersenyum sangat manis.

Chu~

Jaejoong mengecup singkat bibir Yunho.

“Apakah perasaanmu sudah lebih baik?” tanya Jaejoong.

Yunho menggeleng ditemani sebuah seringaian yang tersungging di sudut bibir mungilnya.

Chu~

Mata indah Jaejoong melebar. Ia reflek meremas kemeja bagian pinggang Yunho. Ia sedikit melirik pada sopir taxi yang tengah mereka berdua tumpangi sekarang. Wajah putihnya berubah merah padam dalam sekejap. Bagimana tidak, Yunho mendadak menciumnya dengan dalam dan basah. Tidak sadarkah Yunho jika mereka bukan sedang berduaan? Oh, dasar pervert bear.

Jaejoong melihat sopir tersebut sempat melirik pada mereka, meski sekilas namun mampu membuat Jaejoong ingin ditelan bumi  karena sangat malu.

# # # # #

“Jaejoongie…”

“Jaejoong hyung!”

Ibu Jaejoong dan Junsu langsung saja menghabur memeluk Jaejoong yang baru saja menginjakkan kaki di rumah mereka. Jaejoong tersenyum sambil melirik pada Yunho yang nampak gugup di sebelahnya.

“Aku merindukanmu, Eomma, Junsu-ah,” ujar Jaejoong. Ia lalu balas memeluk dua orang yang dicintainya setelah Yunho.

“Kami lebih merindukanmu, Jongie,” balas ibu Jaejoong. Ketiganya masih saling memeluk begini dalam beberapa saat. Dan tanpa mengucapkan sepatah kata pun, hanya airmata bahagia yang mewakili perasaan hati ketiganya. Terlebih ibu Jaejoong yang selama setahun lebih selalu mengkhawatirkan  Jaejoong, setelah terahir kali Jaejoong mengabarkan jika Yunho pindah ke Jepang. Tapi beberapa waktu yang lalu tiba-tiba Jaejoong mengabarinya kalau ia akan ke Amerika bersama Yunho. Ia benar-benar bersyukur, ahirnya Jaejoong berhasil mendapatkan kembali kebahagiaannya.

“Kau, Jung Yunho?” tanya Ibu Yunho kemudian. Setelah menyudahi momen melepas rindu mereka.

“N-ne. Annyeong, Ahjumma.” Yunho yang sedikit melamun, jadi tergagap. Ia membungkukkan badan pada ibu Jaejoong dengan terburu-terburu.

Junsu tertawa kecil melihat Yunho tertangkap basah tengah melamun. Yunho menggaruk belakang kepalanya, jujur saja ia sangat malu.

“Eomma, aku sudah sele – “ ucap seseorang yang baru muncul dari dalam kamar rumah ini. Yang langsung menyita perhatian YunJae, Junsu dan ibunya.

Mata musang Yunho melebar begitu melihat orang tersebut. Ia mengepalkan tangannya karena mendadak emosinya menyeruak. Jelas saja, karena orang tersebut adalah Park Yoochun. Dan Yunho tidak akan membiarkan Yoochun mengambil Jaejoong lagi dari sisinya.

Jaejoong cepat menyadari emosi yang terjadi. Pria cantik ini segera memeluk lengan Yunho sebelum  Yunho dikendalikan emosinya. Ia melihat – seperti memberi kode pada Junsu. Dengan cepat Junsu dapat mengerti maksud hyung-nya.

Junsu berjalan mendekati Yoochun. Ia lalu memeluk salah satu lengan Yoochun.

“Park Yoochun adalah suamiku sekarang,” Junsu melihat pada Yunho dan tersenyum.

Yunho mengendurkan kepalannya perlahan.

“Park Yoochun adalah adik iparku sekarang. Tidak perlu mengkhawatirkan apapun lagi. Aku juga tidak berminat menjadi milik orang lain selain dirimu, beruang mesum.” Jaejoong agak berbisik di telinga Yunho.

Yunho menoleh padanya. Perlahan Yunho mengukir senyuman manis di bibir mungilnya. Dalam sekejap, emosinya pun lenyap.Yeah, jika benar seperti itu, ia tidak akan khawatir lagi.

“Tapi jika kau membuat kakak iparku menangis lagi, aku akan mengambilnya dari sisimu. Dan mungkin aku tidak akan segan untuk membunuhmu, Jung Yunho,” kata Yoochun, namun dengan tersenyum pada Yunho.

Yunho terkekeh. Ia tahu Yoochun tidak benar-benar serius dengan ucapannya. Sekedar mengingatkan untuk mengigatkan dirinya agar memperlakukan Jaejoong dengan lebih baik, itu saja.

# # # # #

Dalam setahun kebelakang, memang begitu banyak hal terjadi tanpa terduga dalam hidup YunJae dan orang-orang yang dekat dengan mereka. Yang telah terjadi, telah mendidik dan mengubah hidup mereka semua menjadi lebih baik. Salah satunya adalah Yunho dan Yoochun, keduanya memutuskan untuk mengahiri permusuhan diantara mereka. Dan menjadi keluarga besar sebagaimana mestinya.

Tak ada lagi hal untuk mereka perebutkan. Yoochun telah dapat menerima jika perasaan Jaejoong bukan untuknya lagi, meski itu berat sekali diawal-awal. Yoochun sangat bersyukur memiliki Junsu disisinya. Yang tak pernah menyerah, dengan cinta dan kesabarannya membantu Yoochun melepaskan perasaanya kepada Jaejoong, dan membuka hatinya untuk orang lain. Dan tiga bulan yang lalu ahirnya Yoochun resmi menikahi Junsu.

“Makanlah, ayo makan. Jangan biarkan perut kalian meraung-raung. Yunho-ah, makanlah yang banyak,” ujar ibu Jaejoong – menyuruh kepada anak-anaknya untuk segera makan sebari menaruh daging di mangkuk Yunho.

Mata musang Yunho seolah tak melepaskan sosok Nyonya Kim. Ia menaruh satu tangannya yang memegang sumpit di meja sambil terus mengamati setiap gerak-gerik calon mertuanya tersebuk yang sibuk membagikan satu-persatu menu makanan ke mangkuk anak-anaknya.

Tes~

Yunho tanpa terasa meneteskan airmatanya. Secara kebetulan ibu Jaejoong melihat hal tersebut, langsung saja melihat serius pada Yunho.

“Yunho-ah, kau kenapa?” tanya ibu Jaejoong terdengar seperti khawatir. Membuat Yunho semakin tak dapat mengendalikan airmatanya. Pria tampan tersebut lantas menundukkan kepalanya.

Junsu, Yoochun dan Jaejoong jadi ikut melihat padanya. Jaejoong yang duduk di sebelah Yunho lantas membelai lembut belakang kepala Yunho. Bermaksud menenangkan kekasihnya tersebut.

“Yunnie…” lirih Jaejoong. Secara tidak langsung ia juga sedang menanyai Yunho kenapa pria tampan ini menangis. Ia pun juga merasakan khawatir pada Yunho, seperti ibunya.

“Aku… aku merindukan eommaku. Dulu dia sering menaruh banyak makanan ke mangkukku seperti ini saat aku tidak nafsu makan. Aku benar-benar merindukannya,” tutur Yunho. Tak lagi diam-diam dalam menangis. Ia bahkan membairkan saja airmata mengalir deras membasahi pipinya.

Ibu Jaejoong merasa terharu, ia pun meneteskan airmata juga. Ia semakin yakin yang dikatakan Jaejoong setahun yang lalu itu benar. Yunho bukan orang yang jahat ataupun kejam, justru sebaliknya. Yunho adalah pria yang rapuh di dalam karena kekurangan cinta dari orang-orang terdekatnya. Ia hanya perindu cinta yang  menginginkan Jaejoong untuk memberinya cinta tersebut. Hanya caranya saja mungkin kurang tepat.

Ibu Jaejoong lalu meraih tangan Yunho yang tersimpan di meja dari tadi. Ia memegangnya, dan satu tangannya menepuk-nepuk kecil tangan Yunho tersebut..

Yuno pun kembali menegakkan kepalanya – melihat pada ibu Jaejoong.

“Yunho-ah, kalau kau meridukan eomma-mu, datanglah padaku. Aku juga Eomma-mu, aku akan berusaha menjadi Eomma yang selalu membuatmu merasa aman dan nyaman,” ujar ibu Jaejoong, membuat sekujur tubuh Yunho berdesir hangat. Yunho bahkan jadi tak malu menunjukkan tangisannya yang sesungguhnya – menujukkan kerapuhan yang sebenarnya (yang selama ini hanya ditunjukkan kepada Jaejoong).

Suasana seperti ini juga membuat Junsu dan  Jaejoong menitikan airmata haru. Junsu menyembunyikan wajahnya di dada Yoochun yang dibalas Yoochun dengan sebuah pelukan hangat. Sementara Jaejoong langsung membawa Yunho dalam pelukannya.

“Eomma-ku adalah eomma-mu dan adikku juga akan menjadi adikmu, Yunnie. Kau adalah anggota baru  keluarga kami. Kita adalah keluargamu, Yunnie. Jadi jangan pernah merasa kesepian lagi. Kami semua menyayangimu, beruang Jung.”

“BooJae…”lirih Yunho kemudian memeluk Jaejoong. Ia menyembunyikan wajahnya di balik leher kekasihnya tersebut. Entah, ia tak tahu harus berkata apa sekarang. Ia shock, terharu, senang dan banyak perasaan saling bercampur memenuhi perasaan dan jiwa Yunho sehingga membuat pria berwajah kecil ini jadi merasa ini seperti mimpi yang indah.

Jika ini memang benar mimpi, Yunho tidak ingin berahir sekarang. Terlalu indah dan tak pernah ia bayangkan.
Yunho juga tak pernah menyangka keluarga Jaejoong menerimanya dengan seindah ini. Mengingat dirinya telah mengambil Jaejoong dari mereka selama tiga belas tahun. Selama perjalanan dari Jepang ke Amerika, perasaan Yunho tak pernah tenang sedetik pun – selalu panik. Ia takut ibu dan adik Jaejoong akan membuat perasaanya menderita atau paling buruk akan membunuhnya karena perbuatannya kepada Jaejoong. Tapi ternyata fakta lebih indah dari pada sekedar asumsi. Malah ia mendapatkan sesuatu – keluarga (lagi) yang ia ridukan selama ini, dan ragukan akan dapat merasakan hangatnya sebuah keluarga seperti dulu.

Dan demi Tuhan, semua ini benar-benar indah.

******

Malam semakin larut, detak jarum jam telah menunjukkan jam 12 malam. Namun tak lantas membuat ibu Jaejoong terlelap karena dinginnya malam yang menusuk. Ia justru duduk sendiri di teras belakang rumah yang di depannya ada taman kecil. Wanita setengah baya tersebut terus menatap bintang-bintang di langit, sambil tanpa henti mengucapkan syukur kepada Tuhan. Setelah banyak menderita dalam hidup, ahirnya kedua anaknya dapat menemukan kebahagiaan mereka untuk selamanya.

Chu~

Ibu Jaejoong tersentak, seseorang mencium pipinya dari samping secara mengejutkan.

“Aigoo… Jung Yunho!” kata ibu Jaejoong nyaris berseru. Ia lalu memukul pelan bahu Yunho.

Yunho tertawa kecil. Ia lalu mengambil duduk di sebelah calon mertuanya tersebut. Ia tanpa ragu dan canggung menyimpan kepalanya di bahu wanita yang mulai ia cintai seperti ia mencintai almarhum ibu dan ayahnya sendiri.

“Jangan pernah meninggalkan aku, Eomma. Aku tidak mau kehilangan orangtua lagi.” Kata Yunho.

Ibu Jaejoong lalu merangkul bahu Yunho.

“Tentu saja tidak. Mana ada eomma yang tega meninggalkan anak-anaknya, kecuali ada alasan yang masuk akal.”

“Eomma Kim, saranghae.” Kali ini Yunho agak berbisik sekilas di telinga ibu Jaejoong. Ia lalu kembali bersandar pada bahu Nyonya Kim.

“Nado saranghae, anakku, beruang Jung.” Ibu Jaejoong menepuk-nenpuk pundak Yunho sebari meneteskan airmatanya.

Yunho lalu memeluk calon mertuanya tersebut dari samping.

~THE END~

Sumpah…. Gue malu ma part ini, geje.. tapi tolog yang g masuk akal anggap masuk aja… ini ff-ku, dinia-ku, dari imajinasiku… jadi yang geje anggap g geje yah… aigo.. gue malu…

But, makasih ya udah baca FF ini dari awal sampai ahir..


Sampai jumpa di FF ku selanjutnya..
Aku sudah mempersiapkannya n maybe seminggu lagi gue post…

Thanks..

Jangan lupa maen blog ku ya cassie. blogspot. com





Senin, 09 September 2013

[FF-Yunjae] Yaoi/PG-NC/MISSING LOVE/Chapter 5

Title : Missing Love

Author : Minhyan-ssi


Pairing : Yunjae


Legh : 5 of ?


Ratting : PG-17


Genre : Drama – Angst – Yaoi – NC


Cast :

- Jung Yunho
- Kim Jaejoong
- Etc

 FF ini terinspirasi dari drama I MISS YOU-nya presdir YJS.. akakakak… ah… boleh juga deh disebut njiplak drama I Miss You, yang jelas ni FF kubuat sebagai reflek dari drama I Miss You yang nguras emosi…

Ok, Happy reading all. . .


>>> 

At Seoul

Jaejoong berdiri agak gugup, di depan sebuah mewah yang mewah yag tentu jga sangat familiar baginya. Ia menyeritkan dahi, beberapa kali menekan bel rumah tersebut sama sekali tak ada respon. Rumah pun nampak sepi sekali, biasanya banyak pekerja yang di halaman sekedar untuk merapikan taman atau beberapa bodygruad yang berhaga di dekat gerbang  dan di halaman. Kali ini tidak ada. Oh, apa yang terjadi?Mendadak Jaejoongjadi agak khawatir.

“Jaejoong-ah,”

Panggilan halus seorang perempuan menyentakkan sedikit lamunan Jaejoong. Pria cantik itu lanyas membalikkan tubuhnya.

“Bibi Jang, apa yang kau disini?” tanya Jaejoong, melihat wanita paruh baya yang tak lain kepala pelayan di rumah mewah Yunho. Ia memang cukup akrab dengan bibi yang tetap terlihat cantik meski usianya tak lagi muda. Bibi Jang sering memberi masukan tentang masakan yang Jaejoong masak untuk Yunho. Seperti Yunho suka masakan seperti apa dan makanan yang pria tampan itu benci. Mereka sangat akrab ketika di dapur.

“Seharusnya aku yang bertanya begitu padamu, Kim Jaejoong? Bukankah kau sudah bersama dengan kekasihmu itu.” Bibi Kim melihat cukup serius pada Jaejoong.


“Aku ingin bertemu Jung Yunho,” jawab Jaejoong setelah menarik nafas panjangnya. Ia tahu Bibi Kim juga marah kepadanya. Jaejoong tahu persis Bibi Jang menyayangi Yunho seperti anak kandung sendiri, jelas ia akan membenci siapaun yang membuat ‘anaknya’ menderita.

“Kau – “

“Aku mencintai Yunho, Bibi.” Jaejoong memotong ucapan Bibi Jang dengan cepat-cepat. Ia sudah dapat menebak-nebak Bibi Jang pasti hendak marah-marah padanya. Lebih baik ia cepat menyampaikan tujuannya kesini dengan cepat karena ia sedang tak mau mendengar Bibi Jang marah-marah. Ia ingin cepat bertemu dengan Yunho.

Dan benar saja, Bibi Jang jadi mengurungkan niatnya yang sebelumnya. Ia menunduk sejenak, kemudian melihat lagi pada Jaejoong.

“Kau jangan bercanda, Kim Jaejoong.”

“Aku serius, Bibi. A-aku memang bodoh, baru memyadari kemarin,” terus terang Jaejoong. Ia sambil menunduk.

Bibi Jang menepuk-nepuk bahu Jaejoong Matanya nampak sedikit memerah dan basah.

Jaejoong melihat pada Bibi Jang.

“Bibi, kenapa kau menangis?” tanya Jaejoong terheran. Sesaat yang lalu Bibi Kim masih baik-baik saja, kenapa mendadak seperti ini?

“Kalau saja Tuan Muda mau menunggu sedikit lagi. Dia pasti sangat bahagia melihatmu mengucapkan seperti itu.” Bibi Jang malah meneteskan airmata, sekarang. Membuat Jaejoong menjadi semakin terheran-heran.

“Bibi, apa maksudmu?”

“Tuan Muda Yunho  pindah ke Jepang seminggu yang lalu.”

Deg~
Sepeti petir menyambar di tengah terik matahari. Lutut pria cantik itu mendadak melemas. Juga, seperti ada bongkahan batu besar yang menhimpit dada Jaejoong, sesak dan sakit secara bersamaan. Jaejoong menjatukan tubuhnya ke tanah seketika itu juga. Airmata, tak terelakkan lagi untuk terjatuh.

“Jaejoong-ah,” Bibi Jang berusaha menahan Jaejoong, namun tidak bisa. Ia lalu ikut terduduk  di tanah seperti Jaejoong.

“Bibi, kau bohongkan? Kau hanya menakutiku karena kau marah aku meninggalkan Yunho?” Jaejoong tetap berusaha positif thingking.

Bibi Jang menggelengkan kepalanya.

“Aku tidak pernah marah padamu, Jaejoong-ah. Tuan muda tidak bisa lepas darimu, Jae. Dia harus memulai hidup baru di tempat yang baru agar dia bisa melepaskanmu dan tidak  terus menerus terpuruk.”

“Yunho-ah…” lirih Jaejoong meratapi kebodohannya. Ia tak henti merutuki dirinya sendiri yang sangat terlambat menyadari tentang perasaanya. Seperti ini tidak perlu terjadi jika saja ia menyadari perasaany lebih awal. Bodoh. Bodoh. Bodoh.



1 Tahun kemudian…..

“Bibi, aku pergi dulu. Annyeong…”

“Yak! Kim Jaejoong, tunggu sebentar!”

Jaejoong tak memperdulikan panggilan dari Bibinya. Ia cepat memakai sepatunya, dan dengan semangat ia berjalan keluar dari sebuah rumah yang tak terlalu besar dan cukup sederhana. Padahal masih sangat pagi, namun Jaejoong sudah terburu-buru untuk pergi.

Nyonya Han hanya menggeleng mengamati kepergian keponokannya tersebut. Kurang lebih setahun belakangan, Jaejoong memang tinggal bersama keluarga kecilnya. Sambil pria cantuk itu membantu di restoran keluarga Han. Tak ada keberatan darinya atau anak-anak dan suami Nyonya Han, mereka cukup hangat menyambut sepupu dan keponakan mereka yang cantik dan tampan secara bersamaan itu.

Sedikitnya untuk mengobati ketidaknyamanan di hati keluarga Han. Khususnya Nyonya Han yang merasa sangat bersalah kepada Ibu Jaejoong dan Jaejoong juga Junsu, atas perlakuan buruk yang dulu sering dilakukan almarhum kakaknya yang tidak lain adalah ayah Jaejoong dan Junsu. Keluarga Han selalu membantu dan mendukung Jaejoong dalam berjuang mendapatkan kebahagiaannya.

Meskipun Jaejoong selalu bersikap ceria, penuh semangat dan tegar di depan banyak orang, namaun Nyonya Han tahu betul jika yang sebenarnya batin keponakannya tersebut tidak seperti yang nampak dari luar. Batin Jaejoong menangis setiap saat. Sebelum Jaejoong bertemu dengan pria yang dicintainya, Jaejoong belum akan bertemu dengan kebahagiaanya.

“Semoga kau beruntung hari ini, Joongie,” gumam Nyonya Han, berdoa untuk Jaejoong.

*******

Dengan senyuman yang terus berkembang dan penuh semangat, Jaejoong menekan bel beberapa kali. Bel di rumah mewah, Jung Yunho. Well, hal ini seperti rutinitas Jaejoong setahun terahir ini. Pagi-pagi sebelum ia berangkat ke restoran bibinya, terlebih dahulu ia mendatangi rumah Yunho. Sambil berharap hari itu Yunho datang mengunjungi Korea dan singgah di rumah tersebut.

“Aigoo… Jongie…” keluh Bibi Jang, yang seperti sudah bosan dengan kedatangan Jaejoong yang setiap pagi. Ia berjalan agak tergesa menuju pintu gerbang untuk menemui Jaejoong.

“Bibi, apa ada kabar dari Yunho?” tanya Jaejoong antusian.

Bibi Jang tak langsung menjawab. Ia menggeleng pelan, dan sedikit gugup.

“Hulf,” Jaejoong mengeluh. Ia harus kembali menelan kekecewaan seperti hari-hari yang kemarin. “Baiklah aku pergi, Bibi. Maaf menganggumu lagi,” lanjut Jaejoong.

Dengan kecewa, Jaejoong melangkah meninggalkan rumah mewah Yunho. Sementara Bibi Jang masih melihat berbeda pada Jaejoong.

Tanpa Jaejoong sadari, seseorang terus memperhatikan padanya. Sejak ia menekan bel hinggal meninggalkan rumah Yunho.

“Apa yang dia lakukan disini?” seorang pria tinggi berkulit coklat bertanya pada seseorang di sebelahnya. Ia masih melihat pada Jaejoong dari lantai dua rumahnya.

“Menurut Bibi Kim, Kim Jaejoong setiap pagi selalu datang kesini. Untuk mencari kabar tentang anda, Tuan Yunho,” jawab Sekertaris Lee, orang yang disebelah pria itu.

Yunho – pria itu menoleh sesaat pada Sekertaris – Paman Lee. Ia kembali menerawang pada jendela.

“Ck. Dasar bodoh,” gumam Yunho seraya terkekeh pelan.

*******

“Bibi, restoran ini ingin menambah menu baru, ya?” tanya Jaejoong, sebari membantu bibinya memasak.

“Aniyo,”

“Lalu kenapa hari ini memasak banyak sekali? Atau jangan-jangan bibi mau membagikan makan gratis untuk pelanggan?” kali ini Jaejoong melihat pada bibinya yang masih berkutat dengan beberapa bumpu untuk memasak makan laut.

“Sahabat Pamanmu ada meeting dengan klien-nya dari Jepang. Dan dia menyewa restoran kita untuk tempat meeting-nya,” Nyonya Han menjelakan. Jaejoong mengangguk mengerti.

Diam-diam ia tersenyum sedih. Jepang. Seolah otaknya jadi me-recall memorinya saat masih  bersama Yunho kemudian ia meninggalkan pria tampan itu bersama Yoochun, dan dengan tangisan serta perasaan hancur ia baru menyadari tentang perasaannya pada Yunho. Ia benar-benar hancur saat kenyataan itu mengatakan Yunho telah meninggalkan Korea menuju Jepang. Jepang. Demi Tuhan, Jaejoong tentu sangat ingin kesana. Namun Won yang di tangannya tak cukup untuk membuatnya dapat menginjak negeri Sakura tersebut. Ia hanya dapat berharap pada sebuah keajaiban – Yunho yang kembali ke Korea.

*******

“Jaejoong-ah, cepat.” Nyonya Han melambaikan tangan pada Jaejoong. Menyuruh pria cantik itu segera bergegas bersiap di depan pintu restoran untuk menyambut klien dari sahabat Tuan Han.

Dengan agak terburu Jaejoong berjalan menghampiri bibinya sambil tersenyum.

Tuk~

Tuk~

“Annyeonhaseo…” ucap Nyonya Han, Jaejoong dan beberapa karywan di restoran tersebut, dengan serempak. Seraya membungkukkan badan mereka.

Jaejoong diam-diam mengangkat kepala terlebih dahulu dari pada yang lain. Entah kenapa ia merasa sangat penasaran dengan tamu dari Jepang ini. Atau mungkin karena klien tersebut bertempat tinggal di negara yang sama dengan yang ia cintai? Sesaat melintas pikiran yang agak agak konyol di benak Jaejoong. Yunho seorang pengusaha, dan barangkali tamu dari Jepang ini mengenal Yunho. Yeah, ia dapat bertanya pada klien teman pamannya ini.

Sret~
Deg~

Dalam detik tersebut, mata besar Jaejoong melebar bebekali lipat. Ia seolah membeku di sana dan saat itu juga. Klien dari Jepang tersebut cukup bahkan sangat familiar bagi Jaejoong. Seseorang yang setahun belakangan ia rindukan, berjalan angkuh di depannya dan dengan diikuti beberapa pengawalnya dan Paman atau Sekertaris Lee.

Mata sekertaris Lee tampak tak kalah terkejut menangkap sosok cantik yang telah membuat Tuan Mudanya depresi dalam beberapa waktu.

“Yunho-ah…” lirih Jaejoong.

Langkah Yunho terhenti. Suaranya memang pelan dan bahkan terkesan lembut ketika menyebut namanya, namun telinga Yunho masih dapat menangkapnya dengan baik. Mendadak, ia merasakan debaran  yang menyesakkan seperti saat ia ditinggalkan pria yang ia cintai.

Yunho tersentak bukan main, ketika mata musangnya bertemu dengan mata besar Jaejoong yang indah, namun terlihat basah oleh butiran-butiran bening yang menyeruak di sana. Debaran itu semakin menyesakkan saja. Tapi entah kenapa justru jiwanya yang dingin mendadak menghangat. Ya, ia akui ia sangat merindukan pria cantik ini. Ingin memeluk dan menciumnya seperti dulu. Kaki Yunho bergerak perlahan tanpa sadar.

“Tuan Muda,” Seketaris Lee memanggil sebari memegang bahu Yunho.

Tangan Yunho yang agak bergetar, jadi mengepal. Ia menyimpan kedua tangannya ke dalam saku celana. Ia kembali melihat ke depan dan melanjutkan perjalanannya. Entah ia harus bersyukur atau bagaimana. Paman Lee seolah membangunkkannya untuk menghadapi realitas yang ada.

Jung Yunho, tidak boleh larut dalam perasaan seperti itu lagi. Susah payah Yunho berusaha bangkit dan melupakan semua yang indah sekaligus buruk – semua kenangan-kenangan bersama Jaejoong. Ia tidak boleh terpuruk kembali. Menyelami masalalu hanya akan menghancurkan Yunho sendiri dimasa depan.

Hancur. Hati Jaejoong tak ubahnya kaca yang terjatuh dari tempatnya  ke lantai, menjadi kepingan tak berguna. Pria yang ia cintai, yang ia rindukan dan selalu ia tunggu, mencampakan dirinya seperti ini. Sialnya, Jaejoong tak dapat menyalahkan siapun juga. Yunho seperti ini  juga karena dirinya yang bodoh pada persaannya sendiri.

Selama perjamuan itu tak pernah lepas dari sosok tampan berwajah musang yang duduk di meja tamu khusus. Airmata tanpa berhenti mengalir dari sudut mata indahnya, sambil berharap Yunho akan menatapnya disini.

Jaejoong harus menelan kekecewaan  yang dalam. Karena Yunho sepertinya hanya terfokus pada urusan bisnisnya saja.

********

“Jangan halangi aku. YUNHO-AH!” Jaejoong berteriak sambil berusaha kesana-kemari untuk dapat melihat pada Yunho yang berjalan ke arah mobilnya. Jaejoong tidak dapat mengejar Yunho karena dihalang-halangi oleh beberapa bodygruad Yunho.

Harapan Jaejoong agar Yunho menoleh padanya, seperti tak berhasil. Yunho tak menggubris sama sekali panggilan dari Jaejoong. Justru pria tampan itu malah memperlebar langkahnya di bawah payung yang melindunginya dari hujan deras yang sedang turun.

Jaejoong seperti habis kesabaran. Ia dengan nekad menerobos barisan hidup para bodygruad.

“LEPASKAN AKU!” teriak Jaejoong kembali, saat para bodygruad berhasil mengunci pergerakannya. Jaejoong tak begitu saja menyerah, ia terus meronta. Ia tidak peduli apapun, dibenaknya hanya bagaimana dapat mengejar Yunho yang semakin menjauh.

Jaejoong ahirnya dapat melepaskan diri setelah ia menginjak kaki kemudian menggigit tangan kedua bodygruad yang menguncinya. Tanpa berpikir banyak, ia segera berlari meskipun harus menembus hujan yang deras.

Yunho menoleh ke belakang. Ia dapat melihat Jaejoong yang berlari mengejarnya. Perasaanya semakin hancur, cairan bening mulai menyeruak dari sudut mata musangnya.

Paman Lee yang menyadari keadaan ini, tak akan membiarkan Yunho terlarut lebih jauh lagi. Ia mendorong  pelang Yunho memasuki mobilnya. Ia lalu menyusul agar mereka dapat segera meninggalkan restoran tersebut.

“YUNHO-AH, BUKA PINTUNYA!” teriak Jaejoong sebari memukul-mukul kaca jendela mobil Yunho yang mulai berjalan. Ia mulai berlari kecil kemudian semakin mencerpat langkahnya, seolah tidak ingin melepaskan mobil tersebut.

Di dalam, Yunho airmata Yunho turun tak terelakkan lagi. Seperti mesin waktu yang membawanya ke masa lalu. Yunho kembali merasakan berada dalam suasana perpisahan menyakitkan dengan Jaejoong sekitar setahun yang lalu.

Jaejoong seperti tidak benar-benar ingin meninggalkan dirinya saat itu, namun Yoochun terus mempengaruhi Jaejoong hingga Jaejoong kehilangan kesempatan untuk memilih.

“YUNHO-AH!” teriak Jaejoong lebih keras lagi. Ia kehilangan mobil Yunho, namun tak lantas membuatnya menyerah. Ia terus mengejar mobil yang membawa orang yang dicintainya tersebut.

Mata indah terus menitikan airmata yang seperti pedang mencabik-cabik hatinya. Bohong, jika Yunho tak memperhatikan sedikitpun pada Jaejoong saat di restoran tadi. Ia diam-diam melirik pada pria cantik itu. Ia bahkan tidak bisa berkonsentrasi dengan urusan bisnisnya, karena hanya Jaejoong yang ada di kepalanya saat itu.

Kali ini, Yunho memang tak dapat mengelak lagi. Sekeras ia berusaha, Kim Jaejoong tidak akan pernah bisa dihilangkan dari hati dan pikiran Jung Yunho. Ia masih sangat mencintai pria berwajah cantik dan tampan secara bersamaan itu.

Yunho menoleh kebelakang. Ia semakin tak dapat mengendalikan perasaannya, terlebih melihat Jaejoong yang tak pernah menyerah berlari mengejar mobilnya.

“HENTIKAN MOBILNYA!” teriak Yunho, dengan masih menatap ke belakang.

Sang sopir hendak menghentikan lau mobilnya, namun terlebih dahulu Paman Lee mencegahnya. Demi Tuhan, ia tak mau lagi melihat Yunho menderita karena Jaejoong.

Merasa tak mendapatkan respon, membuat emosi semakin mengacaukan pikiran waras Yunho.

“KUBILANG HENTIKAN MOBILNYA!” teriak Yunho kembali, sebari menatap tajam pada sopir dan Paman Lee.

Tapi tetap tak digubris.

Yunho seperti benar-benar tidak dapat berpikir jernih. Dengan emosi yang mengambil alih diri pria tampan itu, Yunho dengan kasar berusaha membuka pitu mobil padahal pintu tersebut terkunci. Tentu saja ini membahayakan, tapi Yunho tak peduli.

Paman Lee pun menjadi agak panik melihat Yunho seperti ini. Ia lantas menyuruh sang sopir menghentikan laju mobil mereka.

Tanpa bicara apapun, Yunho  segera keluar dari mobil. Menembus hujan – berlari menghampiri Jaejoong.

Jaejoong menghentikan langkahnya, ia tersenyum. Yunho kini berdiri begitu di dekat di hadapannya.

“Yun – “

“Kim Jaejoong!” Yunho tersentak dan dengan sigap menangkap tubuh Jaejoong yang terjatuh tiba-tiba dan tak sadarkan diri.

~TBC~